Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Ketika Burung "Ngebom" Menyambut Kami di Masjidil Haram

9 Agustus 2019   12:47 Diperbarui: 9 Agustus 2019   21:52 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sorenya setelah istirahat sejenak di kamar untuk mengurangi jetlag karena baru tiba siang hari, rombongan kloter kami berkumpul di lobby hotel untuk berangkat bersama-sama melaksanakan umroh wajib ke Masjidil Haram. Dari hotel yang terletak di kawasan Rawdah jamaah menggunakan bis shalawat nomor 9.

Bis tersebut merupakan rute khusus yang diluncurkan saat musim haji untuk menngantar jamaah dari hotel ke Masjidil Haram selama 24 jam penuh, hanya tidak beroperasi menjelang wukuf hingga berakhirnya prosesi lempar jumroh di Mina.

Tak sampai 15 menit bis tiba di terminal Syb Amir yang merupakan titik terakhir sebelum masuk Masjidil Haram. Dari terminal kita jalan kaki sekitar 300 meter menuju pintu masuk masjid. Agar tidak kesasar, saya foto nomor pintu masuk 164 untuk memudahkan keluar dari masjid saat hendak kembali ke hotel.

Ternyata dari pintu masuk masih jauh perjalanan menuju tempat Thawaf. Rupanya sedang dilakukan pembangunan perluasan masjid sehingga sebagian jalan ditutup sana-sini. Bau beton yang baru dicor masih terasa di sela-sela perjalanan menuju Ka'bah.

Baca juga: Listrik Padam Mengiringi Keberangkatan Haji

Jamaah dari berbagai negara semakin memadati masjid, apalagi menjelang lingkaran tengah tempat thawaf. Ribuan manusia dari bermacam negara, suku, ras,bercampur jadi satu meneriakkan Asma Allah.

Saya dan istri akhirnya terpisah dari rombongan saking padatnya manusia. Maklum, kami jamaah mandiri yang benar-benar dilepas di lapangan tanpa pengawasan. Beda dengan yang ikut KBIH yang selalu didampingi pembimbing haji dan kompak bersama-sama mengitari Ka'bah.

Saat memasuki sudut Hajar Aswad untuk memulai hitungan thawaf, desakan manusia semakin kencang hingga terdorong ke maqam Ibrahim. Blessing in disguise, desakan tersebut justru membuat kami bisa menyentuh jendela maqam. Sayang saat mau selfie ditegur istri untuk segera melanjutkan thawaf. Iya juga sih, wong lagi ibadah kok sempat-sempatnya selfie. 

Desakan mengendur ketika sudah melewati maqam ibrahim menuju sudut Rukun Iraqi. Setiap sudut punya nama masing-masing sesuai arah negeri terdekat. Uniknya, di salah satu sudut sekitar Rukun Syami terasa hembusan angin segar seperti berasal dari pendiingin udara, padahal tidak ada AC di bawah dan cuaca cukup panas.

Desakan kembali menguat saat memasuki sudut Rukun Yamani karena orang-orang berebutan hendak memegang Hajar Aswad di sudut berikutnya.

Baca Juga: Selamat Datang Tamu Allah Di Tanah Suci

Tenggorokan mulai kering ketika memasuki putaran kelima, sementara desakan semakin kencang. Beberapa kali tubuh kami nyaris gepeng akibat terhimpit orang bule dan kulit hitam yang tinggi besar. Semakin sore lautan manusia semakin padat, sehingga untuk sholat sunnah di Multazam pun sulit.

Akhirnya kami menepi di sudut dekat Multazam untuk melaksanakan sunnah setelah thawaf. Itupun dengan spasi yang sempit dan harus bergantian dengan istri untuk menjaga tidak ada orang lewat saat sujud.

Baru saja berdoa, tiba-tiba seperti ada benda nemplok di kain ihram dan muka. Alangkah terkejutnya ketika melihat templokan berwarna hijau mengotori kain.

Ibarat Enola Gay melontarkan bom atom ke Hiroshima, seperti itulah kira-kira burung dara yang bebas terbang di atas Masjidil Haram 'membom' kami. Pertanda apa, entahlah, yang jelas saya sedang mendoakan kesembuhan putri seorang kawan ketika 'bom' mendarat di kain ihram.

Selesai berdoa kami bergegas menuju keran air zam-zam untuk membersihkan kotoran sekaligus minum. Alhamdulillah, kotoran tadi benar-benar hilang walau dicuci tanpa sabun. Padahal lumayan tebal kotorannya sehingga beberapa kali harus dibilas untuk memastikan kain ihram benar-benar bersih.

Selesai dibersihkan lanjut lagi untuk Sa'i sebagai rangkaian terakhir. Kami melalui sebuah lorong panjang mencari dimana bukit Safa berada untuk memulai Sa'i. Di tengah kebingungan dalam lorong tersebut ada petugas berbendera Indonesia sedang duduk menanti azan Maghrib.

Setelah saya tanya, ternyata lorong yang barusan dilalui adalah tempat Sa'i. Walhasil kami terpaksa kembali ke ujung lorong untuk memulai dari Safa, padahal tempat bertanya tadi sudah berjarak satu tiang saja dari Marwah.

Sempat lemas juga mendengarnya akibat sudah terlanjur melangkah sekali dan harus diulangi dari awal karena belum berniat Sa'i. Menjelang titik start di Safa azan Maghrib berkumandang, kamipun berhenti sejenak untuk ikut shalat berjamaah.

Usai sholat ibadah Sa'i dimulai dengan berrputar sebanyak 7 kali dari Safa ke Marwah hingga menjelang Isya. Ibadah diakhiri dengan tahallul yaitu mencukur sehelai rambut sebagai tanda untuk mengakhiri ihram atau larangan selama beribadah haji sejak mengenakan pakaian ihram.

Setelah itu kami menuju lantai dua untuk shalat Isya sekaligus melihat-lihat masjid dari atas. Area thawaf di bawah sudah sangat padat dan ditutup oleh petugas karena sudah tidak muat lagi. Sebagian dialihkan ke lantai satu hingga tiga, itupun penuh juga dengan orang thawaf.

Kamipun menyusuri lorong lantai satu, yang ternyata menjadi tempat Sa'i di atas untuk menampung jamaah apabila lorong di bawah penuh.

Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh malam ketika kami ingin kembali ke hotel untuk berganti pakaian dan istirahat. Ternyata saking luasnya cukup membingungkan mencari pintu keluar.

Melihat banyak orang keluar kami ikut saja, tapi ternyata salah arah menuju ke selatan ke Menarra Mekah, padahal posisi terminal di sebelah utara. Sementara di luar padatnya manusia sungguh luar biasa, mengalahkan padatnya manusia pada acara 212 di Monas.

Petugas atau askar tidak banyak membantu karena tidak mengerti bahasa Inggris, sementara kita tidak bisa diam di tempat lama-lama karena dorongan dari orang lain di sekitar kita.

Akhirnya saya putuskan masuk kembali ke masjid menuju ke arah utara. Perjalanan cukup panjang dan berliku mencari pintu keluar sesuai nomor, karena di selatan baru masuk pintu 31 sementara pintu keluar ke terminal masih 130 tiang lagi.

Itupun tidak selalu berurutan, kadang disela oleh ruangan dan masih disekat akibat sedang perluasan masjid sehingga harus berputar mencari jalan lain. Alhamdulillah setelah setengah jam jalan ketemu juga pintu nomor 164. Lega rasanya menemukan jalan keluar di tengah labirin masjid yang luasnya melebihi lapangan Monas.

Selesailah sudah rangkaian awal ibadah haji dengan melaksanakan umroh wajib di hari pertama. Kenikmatan mengelilingi Ka'bah dan mengeksplorasi Masjidil Haram mengalahkan rasa lelah setelah seharian penuh berada dalam pesawat dan bis tanpa istirahat cukup. Tidurpun nyenyak untuk persiapan wukuf di Arafah pada hari Sabtu besok. Kotoran burung jadi kenangan tak terlupakan selama beribadah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun