Seperti biasa saat hendak bertransaksi online, saya selalu mencek saldo terakhir apakah masih cukup atau tidak untuk membayar tagihannya. Kadang-kadang saya juga menskrinsyut saldo terakhir tersebut dan selama ini selalu berjalan normal. Hampir tidak ada masalah, kalaupun ternyata transaksi gagal, saldo dikembalikan utuh beberapa menit kemudian, tak sampai satu jam.
Namun pagi tadi saya tersentak kaget ketika mencek saldo tabungan di Bank Mandiri ternyata berkurang sekitar empat juta Rupiah. Setelah dicek tak ada transaksi keluar uang, tapi saldo turun drastis. Untunglah saya punya skrinsyut rekening dan saya telusuri satu per satu debit dan kreditnya. Ternyata memang benar ada pengurangan saldo yang tak tercatat dalam rekening.
Tak berapa lama seorang kawan membagikan skrinsyut twit seorang nasabah yang juga mengalami nasib sama. Lalu beberapa menit kemudian disusul link berita yang mengabarkan kalau sistem Bank Mandiri sedang error sehingga banyak nasabah komplain, yang pasti berkurangnya jumlah saldo, tapi ternyata ada juga yang justru bertambah saldonya. Rupanya kejadian tersebut tidak hanya menimpa saya sendiri tapi juga banyak nasabah lainnya mengalami hal serupa.
Mengingat banyaknya komplain, Bank Mandiri buru-buru mengadakan konpers untuk menenangkan para nasabahnya. Menurut Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas, kesalahan jumlah saldo disebabkan oleh gangguan sistem IT saat melakukan back-up system, bukan karena fraud dan sejenisnya (1).
* * * *
Kemajuan  teknologi di satu sisi memang sangat memudahkan masyarakat untuk bertransaksi dengan berbagai  cara, mulai dari ATM hingga mobile banking dan internet banking. Namun di sisi lain justru bahaya semakin banyak mengintai, mulai dari kesalahan sistem hingga fraud dan pembobolan rekening. Kemudahan akses internet membuat banyak cara untuk 'merampok' uang nasabah tanpa harus melukai pemiliknya.
Zaman dulu, orang menyimpan uang di bawah bantal atau lemari besi yang dikunci rapat agar tidak ada orang yang bisa mengambilnya. Hanya orang yang tahu saja yang dapat mengambil uang dalam lemari besi tersebut. Sementara orang lain yang tidak tahu menahu tidak bakal mengambil uang tersebut. Untuk mengambilnya perampok harus membuka paksa gembok dan bila perlu melukai pemiliknya.
Sekarang caranya lebih mudah, bahkan sangat mudah. Bila kita mengetahui nomor pin ATM atau internet banking seseorang, selesai sudah segala urusan. Cara mendapatkannya bisa bermacam-macam modusnya dan sudah banyak diceritakan di mbah gugel. Dalam skala besar bisa juga dilakukan penjebolan sistem IT perbankan oleh para hacker yang bisa seenaknya memindahkan rekening tanpa terendus firewall.
Walau sistemnya semakin diperketat dan berlapis, tetap saja ada kerentanan untuk jebol. Serangan terhadap sistem IT setiap saat berlangsung, semakin canggih bentengnya semakin canggih pula cara menjebolnya.
Para intruder hampir setiap hari menyambangi situs-situs bank untuk diretas, sementara para IT Analyst di bank tersebut sibuk mencegah serangan yang bertubi-tubi tersebut. Mereka menjadi defender terakhir dari serangan para intruder, bila jebol maka hancurlah kredibilitas bank tersebut.
* * * *
Baca Juga: Menabung di Bank (Tak) Lagi Menguntungkan
Kadang-kadang saya jadi berpikir kembali ke masa lalu untuk sebagian kasus menjadi solusinya, termasuk menabung di bawah bantal. Rekening bank hanya digunakan  untuk menampung gaji dan transaksi elektronik untuk pembelian barang-barang melalui marketplace. Sisanya diambil lalu disimpan dalam lemari besi yang jelas lebih aman. Toh menabung di bank juga tidak lagi untung karena bunganya sangat kecil sekali, malah kadang-kadang buntung karena tergerus biaya administrasi dan pajak pula.
Bukan berarti saya tidak perlu rekening lagi, tapi cukuplah rekening tersebut buat lalulintas transaksi saja, bukan untuk menyimpan uang dalam jumlah besar. Mau tak mau, suka tak suka, kita tetap membutuhkan rekening karena berbagai kemudahan yang ada di dalamnya.
Namun di balik kemudahan tersebut kita harus waspada terhadap berbagai aksi 'pencurian' rekening. Paling tidak harus rajin mencek dan men-skrinsyut saldo terakhir agar bisa dikomplain jika kejadian seperti barusan tadi terjadi kembali. Selain itu kita juga harus rajin mencetak buku tabungan sebagai bukti fisik apabila terjadi kesalahan jumlah saldo tabungan.
Kalau ada rezeki sedikit besar, memang lebih baik diinvestasikan dalam bentuk lain seperti membeli emas, saham, atau barang-barang koleksi yang nilainya bakal tinggi dan mudah untuk dijual kembali dalam jangka pendek. Bisa juga membeli barang sebagai aset untuk tabungan jangka panjang seperti tanah, kendaraan, bangunan, yang nantinya bisa diwariskan ke anak cucu atau dipindahtangankan bila membutuhkan uang.
Lagipula nilai uang terus menurun dan tidak tergantikan oleh bunga yang ditawarkan bank sehingga kurang tepat untuk ditabung dalam jangka waktu lama.
Teknologi selalu memiliki dua sisi mata uang yang saling berkontradiksi, di satu sisi memudahkan namun di sisi lain justru menyulitkan. Kata kuncinya cuma satu: Waspadalah!
Sumber: (1)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H