Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kado Spesial untuk Pakde Jokowi

21 Juni 2019   09:16 Diperbarui: 21 Juni 2019   10:00 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat Ultah Pak Dhe Jokowi (Sumber: gkjokowijogja.com)

SELAMAT ULANG TAHUN KE-58 PAK DHE JOKOWI

Hari ini merupakan hari bersejarah bagi dua tokoh nasional, pertama hari wafatnya Presiden pertama RI Soekarno, kedua hari ulang tahun Presiden ketujuh RI Joko Widodo. 

Untuk Bung Karno semoga bapak tidur tenang di alam sana menanti sangkakala bertiup di hari akhir nanti, sementara untuk pak dhe Jokowi semoga tetap sehat selalu dalam memimpin bangsa ini.

Walau pak dhe belum dilantik karena masih menunggu proses persidangan di MK, namun melihat kondisi terakhir, rasanya sulit untuk membendung langkah pak dhe menuju periode kedua. 

Oleh karena itu di hari spesial ini perkenankanlah saya mempersembahkan kado spesial untuk pak dhe, yaitu PR (pekerjaan rumah) yang harus diselesaikan selama lima tahun ke depan. 

Pertama: Rekonsiliasi bangsa

Perpecahan antar anak bangsa yang terjadi sejak pilpres 2014 yang ternyata masih berkepanjangan hingga saat ini tentu merupakan pekerjaan rumah paling utama yang harus segera dituntaskan. Persatuan merupakan harga mati yang tak bisa ditawar lagi karena sulit untuk bekerja membangun bangsa tanpa adanya kerjasama yang baik antar komponen bangsa.

Ingat pak, persoalan mendasar yang menyebabkan perpecahan ini adalah kebencian terhadap partai yang mengusung pak dhe menjadi presiden. Saya percaya bahwa para pembenci sekalipun sebenarnya tak ada persoalan pribadi dengan pak dhe, bahkan beberapa di antara mereka sebenarnya sangat menghormati pak dhe. Namun karena pak dhe bernaung di bawah partai yang mereka benci, maka otomatis kebencian itu merembet ke arah personal.

Ada satu pribahasa yang bisa pak dhe pegang, bahwa benci dan cinta itu bedanya setipis benang. Pembenci bisa berubah jadi cinta bila pak dhe bisa menanamkan kasih sayang pada mereka, bukan hanya mengandalkan penegakan hukum semata. Penegakan hukum tanpa rasa cinta hanya akan menambah dalam rasa kebencian, bukan menyelesaikan persoalan.

Ibarat anak, mereka tidak cuma butuh infrastruktur, tapi juga kasih sayang. Jangan selalu beranggapan bahwa penyediaan infrastruktur menyelesaikan semua masalah, tapi rasa cinta dan kasih sayang itulah solusinya. 

Masyarakat Sumbar atau Jabar tidak cuma butuh jalan tol, tapi perhatian lebih dan komunikasi intensif pak dhe dengan mereka. Duduklah bersama satu meja agar satu persatu kebencian terurai berganti menjadi cinta.

Kedua: Tumbuhkan produksi kurangi konsumsi

Benar bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran angka plus minus 5%, suatu angka yang cukup baik setelah sempat turun di angka 4 koma sekian persen pada periode sebelumnya. 

Sayangnya angka ini lebih dipicu oleh pertumbuhan konsumsi daripada produksi. Bahkan neraca perdagangan Indonesia bulan April lalu merupakan yang terburuk sepanjang sejarah (1). Padahal tahun-tahun sebelumnya kita masih mengalami surplus neraca yang mendatangkan devisa ke tanah air.

Investasi asing mungkin hanya memberikan aliran dana masuk sementara, namun bila sudah berhasil tentu akan mengalir keluar kembali, jauh lebih besar daripada yang masuk. 

Oleh karena itu ketimbang mengharapkan investasi asing lebih baik tingkatkan produksi dalam negeri dan ekspor ke luar negeri untuk meningkatkan devisa negara. 

Jadi jangan lagi mengejar-kejar investor asing untuk masuk, tapi doronglah anak-anak muda negeri ini untuk bersaing menciptakan produk yang layak jual bahkan ekspor.

Tumbuhkan ribuan wirausaha dan start-up baru untuk mengurangi ketergantungan pekerjaan pada investor asing. Siapkan negeri ini mandiri secara ekonomi, tidak lagi bergantung pada barang impor tapi juga mampu mengekspor barang ke luar negeri. Kurangi ketergantungan terhadap barang-barang impor dengan meningkatkan kualitas barang produksi dalam negeri.

Ketiga: Optimalkan pembangunan infrastruktur

Pembangunan infrastruktur besar-besaran memang cukup berhasil mengatasi berbagai permasalahan yang membelit negeri ini. Misalnya pembangunan jalan tol mengurangi tingkat kemacetan, bendungan mengurangi defisit air dan meningkatkan produksi pertanian, tol laut menghubungkan antar pulau, dan sebagainya.

Namun jangan lupa bahwa ternyata belum semua infrastruktur yang dibangun benar-benar bermanfaat. Jalan tol hanya ramai saat lebaran dan tahun baru saja, sementara hari-hari biasa cenderung sepi karena tarif tol masih mahal dan hampir dipastikan selalu naik setiap dua tahun sekali. Tentu ini memberatkan pengguna jalan, apalagi bila niatnya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Kebayang truk-truk pengangkut barang-barang kebutuhan harus membayar lebih mahal daripada kendaraan pribadi yang hanya digunakan untuk berlibur. 

Seharusnya tarif tol untuk kegiatan produksi lebih murah daripada untuk konsumsi, jangan sebaliknya agar para pengemudi truk lebih semangat untuk lewat jalan tol.

Jangan lupa juga bandara Kertajati yang ternyata masih sepi karena berada di tengah sawah. Bapak harus segera menuntaskan tol Cisumdawu dan melarang pesawat berbadan besar mendarat di Bandara Husein (2) dan pindahkan ke Kertajati, serta menyiapkan transportasi umum dari Kertajati menuju Bandung dan Cirebon.

Belum lagi infrastruktur yang berpotensi mangkrak seperti kereta cepat yang baru saja dimulai kembali setelah redup selama hampir tiga tahun sejak ground breaking di Walini. 

Lalu proyek kereta api di Sulsel yang mandeg akibat sulitnya pembebasan lahan, dan jalur kereta di Kalimantan yang masih belum juga bergerak. Pembangunan infrastruktur seyogyanya juga disesuaikan dengan kebutuhan, bukan sekedar mercusuar yang akhirnya bakal mangkrak karena tidak ekonomis.

Keempat: Peningkatan kemampuan SDM dan deradikalisasi ideologi asing

Sebenarnya SDM kita secara IQ sudah banyak yang pintar dan cerdas, namun sayangnya minim etika. Contoh paling terkini adalah nekatnya anak-anak muda membajak busway hingga terjepit di terowongan, lalu nekatnya penumpang mengambil alih kemudi yang akhirnya menyebabkan kecelakaan beruntun di jalan tol. Ini akibat kurangnya pendidikan etika yang jelas-jelas melarang orang untuk naik di atas bus atau memaksa turun di tengah jalan.

Jadi PR bapak di bidang SDM bukan hanya sekedar meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan motorik saja, tapi juga memperbaiki akhlak dan etika masyarakat yang semakin menurun. 

Pendidikan moral dan etika sudah seharusnya masuk dalam kurikulum, bukan sekedar tempelan pada pelajaran agama saja. BPIP yang bapak hidupkan kembali seharusnya sudah bergerak ke sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya, bukan sekedar lembaga tanpa gigi seperti sekarang ini. 

BPIP juga seharusnya mampu menangkal ideologi asing yang berpotensi menciptakan disintegrasi bangsa. Paling tidak lembaga itu bisa bekerja sama dengan BNPT untuk melakukan kegiatan deradikalisasi serta menyebarkan ideologi Pancasila sampai ke tingkat desa untuk mencegah infiltrasi ideologi asing yang semakin jauh ke pedalaman. 

Ciptakan juga wirausahawan handal dari orang-orang pintar dan cerdas itu agar tidak terjadi brain drain, yang dapat kesempatan sekolah di luar negeri tak mau pulang kembali karena penghargaan di negeri sendiri rendah. 

Kurangi juga TKI atau ekspor tenaga kasar ke luar negeri, tapi berdayakan mereka untuk berkiprah di dalam negeri dengan membantu para wirausahawan muda.

Kelima: Kembalikan swasembada pangan dan energi

Indonesia merupakan negeri yang kaya sumberdaya alam, sayangnya masih belum dioptimalkan karena minimnya penetrasi dan budaya konsumsi yang serba instan. 

Selama ini kita hanya mengeruk batubara dan impor minyak untuk mengatasi kekurangan energi, serta impor bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Tentu ini sebuah ironi mengingat masih luasnya lahan yang belum dimanfaatkan untuk pengembangan sumber pangan abadi. Sayangnya lahan-lahan produktif tersebut justru berubah menjadi lahan beton yang memakan energi, bukan menghasilkan pangan. 

Demikian pula tambang-tambang batubara dan minyak yang malah dikuras habis sampai ke akar-akarnya hingga tak bersisa dan meninggalkan lubang besar.

Oleh karena itu, perlu ada gerakan kembali ke desa. Dana desa yang sudah dikucurkan seharusnya dimanfaatkan untuk mengolah hasil pangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan sendiri, bukan untuk sekedar menghias desa saja. 

Selain itu juga dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk menciptakan energi terbarukan seperti mikrohidro, energi surya, bayu agar desa tersebut lebih mandiri, tidak lagi ketergantungan pada PLN yang masih mengandalkan batubara dan solar yang semakin menipis.

Sudah saatnya kita manfaatkan potensi sumberdaya alam yang melimpah tersebut menjadi energi baru terbarukan (EBT) dan lumbung padi serta pangan lainnya sehingga bisa kembali swasembada pangan dan energi, tidak lagi tergantung pada sumberdaya tambang yang semakin habis dan impor yang mengganggu neraca perdagangan.

* * * *

Demikian kado saya buat pak dhe yang Insya Alloh akan kembali memerintah Indonesia selama lima tahun mendatang. Semoga amanah yang dipercayakan kepada pak dhe selama lima tahun mendatang dapat dilaksanakan dengan baik. 

Sebagai rakyat saya harus mendukung apapun kebijakan pak dhe selama bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, dan saya tetap akan mengkritik bila ada hal-hal yang kurang berkenan. Semoga Tuhan melindungi dan memberkahi pak dhe dalam menjalankan amanah rakyat Indonesia tercinta ini. Amiin.

Sumber: (1) (2)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun