Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Balada Hidup di Negeri Mager

13 Juni 2019   08:34 Diperbarui: 13 Juni 2019   21:00 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Mager telah menjadi gaya hidup, tapi jangan sampai membunuh kehidupan

Pada dasarnya dari zaman dahulu masyarakat negeri ini memang termasuk jenis makhluk yang mager alias malas bergerak. Kebiasaan menyetop angkot di depan rumah bukan di halte atau tempat yang bertanda berhenti, atau ke warung yang jaraknya cuma ratusan meter naik motor, merupakan contoh betapa magernya orang kita.

Kemajuan teknologi ternyata semakin membuat mager berjaya. Lapar, tinggal pencet gawai dan tidak sampai setengah jam makanan sudah tersaji di depan mata. Butuh barang tapi malas ke warung, tinggal klik marketplace dan pilih barang yang dibutuhkan, tunggu pintu rumah diketok kurir yang mengantarkan barang pesanan, beres segala urusan. Bayar tagihan telpon, listrik, isi pulsa, dan tetek bengek lainnya tak perlu lagi datang ke loket dan mengantri panjang, cukup buka e-banking dan semua tagihan lunas dibayar.

Mau pergi tapi malas nyupir atau bawa motor sendiri, tinggal klik aplikasi ojek online, beberapa saat kemudian muncul kendaraan yang akan mengantar kita ke tempat tujuan, tidak perlu lagi ke pinggir jalan besar untuk menyetop taksi. Bayarnyapun bisa pakai gawai, ga harus tunai. Kita tidak perlu khawatir lagi kemalaman di tengah jalan, karena mereka sedia setiap saat 24 jam sehari tujuh hari seminggu.

Nonton TV atau film, sudah ada remote, tinggal klik sambil tiduran langsung tayang apa yang kita inginkan. Tak perlu jauh-jauh ke bioskop, cukup buka aplikasi video, sudah tersedia apa yang mau ditonton. Suasana ala bioskop juga sudah bisa dibuat di rumah atau kantor, tinggal pasang proyektor, langsung tayang. Nontonnyapun bisa sambil ngopi atau ngetik tanpa harus mengganggu penonton yang lain.

Mager (Sumber: suaramerdeka.com)
Mager (Sumber: suaramerdeka.com)
Apalagi sekarang hampir setiap ruangan berpendingin udara, semakin lengkap sudah gaya hidup mager mendominasi kehidupan. Sepanas apapun cuaca rasanya tetap dingin di dalam ruangan. Pendingin udara ada di mana-mana, di kantor, di ruang kerja, di rumah, di kamar, di mal, bahkan di tukang pijat sekalipun. Toilet saja sekarang rata-rata sudah berpendingin udara, apa gak hebat tuh. Makanya wajar saja banyak orang betah berlama-lama di kubikel toilet padahal cuma sekedar BAB saja.

Ga punya duit, ada fintech yang siap sedia menalangi, tinggal resiko bayar bunga tinggi saja yang harus ditanggung. Kalau mau aman, tinggal telpon teman atau saudara minta transfer uang, tanpa bunga dengan jaminan kepercayaan saja. Kalau kepepet juga, bikin urunan massal lewat aplikasi tertentu untuk membantu kita, bahkan terkadang jumlah bantuannya lebih besar dari yang diperlukan.

Konsekuensinya, penyakit gara-gara mager bermunculan, mulai dari kolesterol tinggi, darah tinggi, diabetes, jantung, dan sejenisnya menjangkiti masyarakat. BPJS pun kelimpungan mengurus ribuan klaim akibat penyakit yang ditimbulkan oleh mager. Banyak orang sekarang mati muda karena penyakit-penyakit di atas, padahal usianya masih produktif, kalah dari orang-orang tua yang masih segar bugar hingga saat ini.

Itu baru penyakit fisik, lebih berbahaya lagi penyakit ingin berbelanja yang tak lagi sesuai kebutuhan tapi lebih kepada keinginan. Setiap hape baru keluar rasanya gatel kalau tidak menjadi pembeli pertama. 

Godaan pre-order kadang membuat mata jadi gelap, kartu kreditpun menjadi solusinya, apalagi bila cicilan nol persen, tanpa bunga atau riba. Punya banyak uang apalagi, barangnya bukan lagi hape tapi mobil atau rumah baru dengan alasan investasi. Padahal jual mobil, apalagi rumah juga bukan hal yang mudah kalau harganya tidak jatuh.

Percuma rasanya menggalakkan orang untuk naik angkutan umum, selama masih dimanja dengan kredit murah dan jalan tol yang semakin terkoneksi antar provinsi. Percuma juga melarang ojek online selama kebutuhan semakin meningkat. Fintech juga semakin berkibar walau banyak yang ilegal namun masih bebas berkeliaran di hape tanpa ada upaya untuk memblokirnya.

Penyakit malas baca dan asal sharing juga menghinggapi masyarakat di era mager ini. Akibatnya hoax bertebaran dimana-mana tanpa terkendali. Ini jauh lebih berbahaya ketimbang penyakit fisik atau belanja karena tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga merugikan orang lain. Tak terhitung lagi kejadian orang bermusuhan gara-gara asal sharing. Banyak pula yang akhirnya berurusan dengan aparat hukum karena dampak hoax yang disebarkan sudah sangat membahayakan persatuan.

Oleh karena itu perlu kedewasaan dalam bersikap dan bertindak di era yang serba mager ini. Fisik harus tetap dijaga dan tetap bergerak walau suasana mendukung untuk mager. Penggunaan uang juga harus terkontrol agar tidak bablas di aplikasi karena wujudnya tak terlihat. Apalagi jari-jari harus lebih selektif lagi membaca sebelum benar-benar penting untuk dibagikan informasinya. Mager telah menjadi gaya hidup, tapi jangan sampai membunuh kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun