Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Jokowi Berpikir Masa Depan, Prabowo Berpikir Masa Lalu, Siapa Memikirkan Masa Kini?

2 April 2019   10:50 Diperbarui: 2 April 2019   14:55 1084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres 01 dan 02 (Sumber: Antarafoto)

Sudah empat kali debat berlangsung, terakhir seperti mencapai klimaksnya karena masing-masing paslon menampilkan karakter asli yang sesungguhnya. 

Capres 01 kembali tampil kalem, tenang, dan lebih cenderung bertahan, sementara capres 02 tampil lebih garang, sedikit emosional, dan mulai melancarkan serangan terhadap lawannya.

Sayangnya, terutama dalam debat terakhir, masing-masing capres tidak menawarkan solusi terhadap kondisi terkini yang seharusnya perlu ditangani dengan segera. 

Capres 01 terlalu berpikir ke depan dengan teknologi canggih serta industri 4.0 yang selalu digadang-gadang dalam setiap debat, padahal kita tahu bahwa belum semua pihak, terutama dari aparatur negara siap menghadapi tantangan ke depan. 

Seperti pernah saya tulis sebelumnya, ibarat lokomotif shinkansen harus menghela gerbong ekonomi, banyak yang terpontang panting akibat laju kereta yang terlalu cepat.

Sementara capres 02 lebih mengenang romantisme masa lalu ketika beliau bertugas di Timtim. Perang fisik masih mendominasi pikiran beliau sehingga lupa bahwa zaman sudah berubah, perang di masa depan tidak hanya sekadar pertempuran di lapangan antar prajurit, tetapi juga persaingan bisnis antar negara besar serta perebutan sumber daya alam dalam rangka memajukan industri di negara-negara maju.

Dalam debat terakhir, tidak ada satupun calon yang mengajukan materi atau solusi mengatasi persoalan terkini yang dihadapi negara. Persoalan-persoalan tersebut antara lain:

1. Ideologi

Masing-masing capres hanya memastikan bahwa mereka adalah seorang nasionalis sejati dan tidak akan memberi tempat bagi ideologi lain untuk hidup di negeri ini. Tapi tidak ada satupun yang memberikan solusi bagaimana caranya menanamkan ideologi Pancasila sejak dini kepada warga negaranya, seperti misalnya model P4 zaman Orde Baru dulu. Padahal penanaman ideologi sangat penting di tengah maraknya ideologi baru tapi lama yang kembali tumbuh di tanah air.

2. Hubungan Internasional

Tak satupun para capres yang mengungkap bagaimana melindungi warga negara RI di luar negeri, padahal masih banyak warga kita yang terancam hukuman mati maupun yang sedang menjalani hukuman kurungan di luar negeri. Kemudian juga tak ada pembicaraan, apalagi perdebatan mengenai nasib para kombatan ISIS yang berasal dari Indonesia, bagaimana caranya mereka pulang kembali sekaligus deredikalisasi bagi mereka yang ingin kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

3. Pemerintahan

Kasus jual beli jabatan sedikit dilemparkan oleh paslon 02 saat debat keempat kemarin, sayangnya tidak ada jawaban memuaskan dari paslon 01 untuk menanggapi pertanyaan tersebut. 

Padahal kasus ini penting untuk diselesaikan segera seperti pernah saya tulis sebelumnya. Capres 01 hanya memaparkan penggunaan teknologi untuk mempercepat jalannya pemerintahan, tanpa melihat kesiapan sumberdaya manusianya dalam melaksanakan kegiatan yang menggunakan teknologi tersebut.

Kemudian masalah aparatur negara terutama nasib tenaga honorer, apalagi guru yang berada di pedalaman, bagaimana dengan gaji dan tunjangan mereka? Lalu apakah mereka bisa menjadi CPNS tanpa harus melalui tes tapi dilihat dari pengabdiannya.

* * * *

Dari debat kemarin hanya masalah pertahanan keamanan saja yang ramai dibahas, sementara masalah-masalah lain cenderung diabaikan. Demikian pula dengan debat sebelumnya, banyak hal yang belum dibahas tuntas, antara lain: pelanggaran HAM masa lalu yang masih saja menggantung tanpa ada penyelesaian, masalah carut marut BPJS yang tak kunjung usai, pembangunan infrastruktur yang berpotensi mangkrak karena semakin tingginya hutang, dan masalah-masalah terkini lainnya yang luput dari debat.

Padahal masyarakat butuh penyelesaian persoalan jangka pendek, tidak melulu jangka menengah dan jangka panjang. Persoalan pengangguran tak cukup hanya dijawab dengan kartu pra kerja, tapi juga solusi untuk membuka lapangan kerja baru serta industri yang menyerap banyak tenaga kerja sekaligus juga menghasilkan devisa yang besar buat negara. 

Satu kartu juga tak cukup menyelesaikan persoalan tanpa dukungan database yang kuat dan koordinasi antar instansi yang masih lemah hingga saat ini.

Solusi jangka pendek dan kekinian diperlukan oleh masyarakat untuk mengatasi persoalan di akar rumput. Solusi itulah yang seharusnya menjadi materi yang dikampanyekan, bukan sekadar bebas pajak kendaraan roda dua atau SIM seumur hidup yang justru bakal menimbulkan persoalan baru di tempat lain. 

Kita masih perlu mengkombinasikan teknologi 4.0 di masa depan dengan romantisme masa lalu untuk membangun masa kini yang lebih baik, bukan memperdebatkan keduanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun