Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Jakarta Tak Lagi Primitif Berkat MRT

18 Maret 2019   12:28 Diperbarui: 26 Maret 2019   19:02 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Papan Petunjuk Rute di Bundaran HI (Dokpri)

Sebagai ibukota negara, Jakarta termasuk kota terbesar di wilayah ASEAN, di atas Manila, Bangkok, KL maupun Singapura. Namun untuk urusan transportasi massal, Jakarta justru jauh tertinggal dari para ibukota negara lain di Asia Tenggara. Mereka telah lebih dulu memiliki jaringan transportasi massal berbasis kereta terutama MRT sejak belasan bahkan puluhan tahun lalu, sementara Jakarta baru saja akan diresmikan MRT-nya akhir bulan ini.

Rangkaian MRT Siap Dioperasikan di Depo Lebak Bulus (Dokpri)
Rangkaian MRT Siap Dioperasikan di Depo Lebak Bulus (Dokpri)
Walau ujicoba sudah berlangsung seminggu, baru kali ini saya berkesempatan menjajal MRT Jakarta karena baru dapat jadwal kosong minggu ini. Inginnya sih membawa serta rombongan, namun apa daya hari Sabtu - Minggu sudah penuh sementara hari biasa hanya sampai jam 16.00, sementara bocah-bocah baru selesai sekolah. Apa boleh buat saya berangkat sendiri dulu, mungkin kalau sudah berbayar baru diangkut semuanya.

Penumpang Antusias Menanti MRT di Lebak Bulus (Dokpri)
Penumpang Antusias Menanti MRT di Lebak Bulus (Dokpri)
Awalnya saya memang sempat skeptis dengan moda transportasi MRT karena sudah terlalu lama direncanakan namun tak kunjung diwujudkan. Begitu hendak diwujudkan segalanya sudah sangat mahal sehingga untuk tahap pertama ini baru bisa membangun sebatas Lebak Bulus hingga Bundaran HI saja. Namun tekad bulat pemerintah baik pusat maupun DKI Jakarta patut diapresiasi dalam mewujudkan MRT walau harus menelan biaya cukup besar, sekitar 16 Trilyun Rupiah.

Stasiun Sisingamangaraja (Dokpri)
Stasiun Sisingamangaraja (Dokpri)
Kebetulan salah satu haltenya dekat dengan kantor sehingga saya cukup berjalan kaki saja menuju stasiun Sisingamangaraja. Stasiunnya sendiri masih dalam tahap finishing alias baru sekitar 90% rampung, masih tampak ada pekerjaan di sana sini terutama lift dan eskalator yang belum berjalan, namun secara umum sudah dapat digunakan melalui tangga yang dibuka di sisi selatan. 

Loket Pembelian Tiket (Dokpri)
Loket Pembelian Tiket (Dokpri)
Tak perlu menunggu lama, sekitar lima menit MRT tiba dan saya langsung naik kereta yang tampak tidak terlalu ramai. Saya agak heran juga mengingat animo masyarakat yang besar untuk mencoba MRT, tapi ternyata sepi. Mungkin karena hari kerja jadi tidak banyak warga masyarakat yang menjajal MRT, atau bisa jadi karena penumpangnya naik turun di setiap stasiun.

Daleman MRT Masih Kinyis-Kinyis (Dokpri)
Daleman MRT Masih Kinyis-Kinyis (Dokpri)
Keretanya sendiri tampak baru masih kinyis-kinyis, berbeda dengan KRL yang merupakan kereta bekas dari Jepang. Pendingin udaranya lumayan terasa, mungkin karena sepi penumpang sehingga suhu sekitar 22 derajat serasa menusuk kulit. Dilihat dari jadwal, interval kereta sekitar 10 menit, jadi kalau ketinggalan kereta kita harus menunggu 9 menit lagi untuk menaiki kereta berikutnya. Mungkin karena masih ujicoba sehingga belum semua kereta keluar dari kandangnya.

Platform Tempat Mengantri Naik Turun Penumpang (Dokpri)
Platform Tempat Mengantri Naik Turun Penumpang (Dokpri)
Perjalanan berlangsung cukup nyaman dan sesuai jadwal yang tertera di papan petunjuk, berangkat pukul 08.35 dan tiba di bundaran HI pukul 8.47 atau sekitar 12 menit saja. Bandingkan bila menggunakan busway bisa memakan waktu sekitar setengah jam karena terhalang macet di beberapa titik. Dari bundaran HI saya berangkat lagi menuju stasiun Lebak Bulus untuk mencoba keseluruhan rute supaya puas menjajal MRT.

Stasiun Bundaran HI Seperti di Singapura (Dokpri)
Stasiun Bundaran HI Seperti di Singapura (Dokpri)
Kereta yang sama berangkat pukul 08.53 dan tiba di stasiun Lebak Bulus pukul 09.21 atau sekitar 28 menit perjalanan. Lalu dengan kereta yang belum berganti saya kembali naik menuju halte Sisingamangaraja untuk kembali ke kantor pukul 09.30 atau sekitar 9 menit dari waktu tiba. Agak membingungkan juga karena interval waktu di Bundaran HI hanya 6 menit saja, selisih 3 menit dengan di stasiun Lebak Bulus. Kali ini penumpang mulai ramai karena bermula dari stasiun awal. Suhu udara di dalam keretapun meningkat dari 22 menjadi 24 derajat celcius.

Papan Petunjuk Rute di Bundaran HI (Dokpri)
Papan Petunjuk Rute di Bundaran HI (Dokpri)
Saya tiba di stasiun Sisingamangaraja pukul 09.44 atau sekitar 14 menit dari Lebak Bulus. Ini tentu relatif cepat ketimbang menggunakan bis umum yang bisa memakan waktu 40-60 menit untuk rute yang sama. Dengan menggunakan MRT, waktu tempuhnya jauh lebih cepat dan kita bisa memperkirakan waktu keberangkatan dan ketibaan sehingga tidak perlu khawatir lagi terjebak macet dalam perjalanan.

Petunjuk Digital di Dalam Gerbong (Dokpri)
Petunjuk Digital di Dalam Gerbong (Dokpri)
Secara umum, kondisi stasiunnya sudah mirip dengan Singapura atau KL punya dan dijaga ketat oleh petugas keamanan. Keretanya sendiri tampak sudah siap melayani penumpang. Petunjuknya sudah digital sehingga kita bisa memperkirakan stasiun berikutnya, ditambah dengan pengumuman dalam dua bahasa cukup membantu para penumpang terutama warga negara asing yang menaiki MRT tersebut. Petunjuk keselamatanpun sudah terpasang termasuk petunjuk dalam keadaan darurat. Pintu penghubung antar kereta berbentuk kaca sehingga kita bisa melihat bangku kosong di gerbong sebelah.

Petunjuk Evakuasi Dalam Keadaan Darurat (Dokpri)
Petunjuk Evakuasi Dalam Keadaan Darurat (Dokpri)
Hanya ada sedikit kekurangan, kondekturnya perlu membiasakan diri mengatur pengereman agar tidak terasa ajrut-ajrutan. Mungkin karena belum terbiasa mengatur waktu keberangkatan dan ketibaan, jadi bila terlalu cepat tiba-tiba terasa kereta hendak mengerem, lalu bila agak terlambat kereta dipacu lebih cepat. Repotnya menjelang stasiun pengeremannya seperti mendadak dan dilepas lalu diinjak sehingga agak sedikit mengganggu kenyamanan penumpang, apalagi yang berdiri.

Selain itu, belum semua operator telekomunikasi memasang sinyal terutama di terowongan sehingga tidak bisa berkomunikasi di dalam kereta. Sayapun tidak bisa update status karena sinyal blank alias gelap, jadi cuma bisa foto sana sini saja dan bikin video seputar kereta di dalam terowongan. Mudah-mudahan ke depan ditambah kekuatan sinyalnya hingga menembus terowongan. Satu lagi ditunggu kehadiran kios makanan dan minuman karena terkadang lupa sarapan sehingga harus beli makan dulu sebelum naik kereta.

Pintu Kereta Terbuat dari Kaca (Dokpri)
Pintu Kereta Terbuat dari Kaca (Dokpri)
Sekarang Jakarta sudah tidak primitif lagi dengan adanya MRT, sejajar dengan Singapura, KL, Bangkok, dan Manila sebagai sesama negara ASEAN yang telah lebih dulu mengoperasikan MRT sejak lama. Kita tak perlu lagi ke luar negeri hanya untuk menjajal MRT karena sudah tersedia di negeri sendiri. Tinggal konsistensi perawatan dan pemeliharaan kereta saja yang perlu dijaga agar tidak tampak kumuh di kemudian hari. Sayangnya, stiker yang ditempel waktu naik MRT harus dikembalikan lagi saat keluar stasiun, padahal mestinya buat kenang-kenangan pernah ikut ujicoba MRT.

Stiker Ujicoba MRT (Dokpri)
Stiker Ujicoba MRT (Dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun