Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengintip Stonehenge Petilasan Tjilik Riwut Lewat Jalan Rusia

4 November 2018   10:54 Diperbarui: 4 November 2018   19:56 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilihan Maskapai dan Jadwal (Sumber: Aplikasi Pegipegi)

Wisata Indonesia memang kaya dan beragam jenis mulai dari wisata alam, budaya, sejarah hingga kuliner yang tersebar dari barat hingga timur, utara hingga selatan. Tidak cuma Inggris yang punya stonehenge, Indonesia juga ternyata punya tempat sejenis.

Akhir bulan lalu saya memanfaatkan waktu libur pendek untuk mengunjungi tempat wisata yang anti mainstream namun memiliki nilai sejarah besar yaitu Palangkaraya. Kota ini merupakan ibukota provinsi Kalimantan Tengah dan sebenarnya memang bukan kota tujuan wisata seperti Bali atau Lombok. Bahkan untuk perjalanan dinas sekalipun Palangkaraya bukanlah tujuan utama, berbeda dengan Medan, Batam, atau Makassar yang menjadi favorit untuk rapat koordinasi.

Tiang Pancang Pertama Ibukota Negara (Dokpri)
Tiang Pancang Pertama Ibukota Negara (Dokpri)
Walau bukan merupakan tempat wisata, namun Palangkaraya menyimpang potensi wisata alam dan budaya yang tak kalah dengan daerah lain. 

Presiden Soekarno pernah menyatakan untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke Palangkaraya, dan prasasti peresmiannya masih ada hingga saat ini di tepi sungai Kahayan. 

Tata ruang kotanya berbentuk grid menandakan sebuah kota modern yang sudah disiapkan oleh Bung Karno sebagai ibukota negara. Sungai Kahayan beserta jembatannya juga merupakan obyek wisata yang tak kalah dengan Sungai Barito, Sungai Kapuas, Sungai Mahakam, dan sungai-sungai besar lainnya di Kalimantan.

Pintu Masuk Bukit Batu (Dokpri)
Pintu Masuk Bukit Batu (Dokpri)
Namun ada satu tempat wisata yang bikin saya penasaran, apalagi kalau bukan Bukit Batu Katingan yang terletak sekitar 60 Km di sebelah barat Palangkaraya. Tempat ini pernah menjadi petilasan alias tempat bertapa Tjilik Riwut yang menjadi Gubernur Kalimantan Tengah pertama serta orang tuanya. Saat bertugas ke Sampit, saya hanya bisa lewat di depannya karena harus mengejar waktu hari kerja, sementara saat kembali ke Palangkaraya sudah terlalu sore dan sudah tutup tempat wisatanya.

Halaman Muka Aplikasi (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Halaman Muka Aplikasi (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Sekarang bepergian tak lagi rumit seperti dulu, sudah ada aplikasi yang menyiapkan tiket pesawat dan hotel sekaligus seperti Pegipegi. Melalui aplikasi Pegipegi saya membeli tiket pesawat menuju Palangkaraya dan memesan hotel untuk menginap. Ternyata penerbangan ke Palangkaraya juga diakomodasi oleh aplikasi Pegipegi, tidak hanya kota-kota besar di Indonesia saja. Namun memang jumlah penerbangannya terbatas, tak sampai 10 penerbangan langsung dari Jakarta per hari.

Cara Memesan Tiket Pesawat (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Cara Memesan Tiket Pesawat (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Cara pemesanan juga cukup mudah, tinggal install aplikasi bagi yang belum punya, lalu daftar akun email kita dan langsung login untuk mempermudah pemesanan. Kemudian klik aplikasi Pegipegi, kemudian muncul halaman pertama berupa pilihan pemesanan, terdiri dari hotel, tiket pesawat, dan tiket kereta api. Selain itu di bawahnya juga tersedia promo untuk menghemat biaya travelling, serta pemesanan saya untuk mengingatkan tiket atau hotel yang sudah dipesan, dan travel tips berupa rekomendasi tempat travel menarik.

Pilihan Maskapai dan Jadwal (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Pilihan Maskapai dan Jadwal (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Untuk pesawat, tinggal klik  "tiket pesawat", lalu masukkan kota asal dan tujuan, tanggal keberangkatan (pulang pergi atau sekali jalan), jumlah orang, kemudian klik "cari tiket", muncul alternatif pilihan maskapai, jam, beserta harganya. Saya pilih tiket pesawat pagi hari dan murah pulang pergi, lalu klik jadwal berangkat, kemudian muncul alternatif jadwal pulang, klik yang paling sore dan murah. Setelah itu masuk ke halaman konfirmasi pesanan, klik pesan, dan muncullah metode pembayaran.

Pilihan Metode Pembayaran (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Pilihan Metode Pembayaran (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Ada tiga pilihan pembayaran, bisa lewat ATM (termasuk mobile banking), kartu kredit, dan internet banking (khusus BCA). Saya bayar lewat ATM dan diberi waktu 30 menit untuk segera melunasi pembayaran di ATM terdekat atau dari ponsel. Karena hendak memesan hotel, pembayaran saya tunda dulu biar sekalian memesan hotel di Pegipegi. Buat yang memiliki kartu kredit ada tambahan biaya yang besarnya bervariasi tergantung penerbitnya.

Cara Pemesanan Hotel (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Cara Pemesanan Hotel (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Untuk pemesanan hotel juga tidak sulit, tinggal klik "hotel", lalu masukkan kota Palangkaraya dan tanggal menginap (check in dan check out) serta jumlah kamar. Kemudian muncullah alternatif hotel berikut harga termurahnya. 

Saya pilih sebuah hotel bintang tiga karena butuh sedikit kenyamanan untuk berlibur. Setelah itu saya pilih kamar dengan sarapan, lalu klik tombol "pesan" lalu muncul detail pemesanan. 

Setelah dicek semua benar, klik "lanjut pembayaran" dan tampil halaman pembayaran sama seperti pemesanan tiket pesawat. Proses selanjutnya sama dengan tiket pesawat, kita diberi waktu 30 menit untuk melunasinya.

Pilihan Hotel yang Tersedia (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Pilihan Hotel yang Tersedia (Sumber: Aplikasi Pegipegi)
Saya segera pergi ke ATM untuk melunasi semua pembayaran. Tanda bukti pembayaran langsung dikirim ke email dan SMS yang harus ditunjukkan ke konter check in pesawat dan resepsionis hotel. Tak perlu dicetak buktinya, cukup dengan membuka attachment dan tunjukkan kepada petugas. 

Petugas di bandara rupanya sudah familiar dengan aplikasi Pegipegi sehingga tak butuh waktu lama untuk mencetak boarding pass. Sayapun bersiap berlibur weekend di Palangkaraya. Setiba di Palangkaraya saya sudah dijemput kendaraan yang saya pesan sendiri melalui internet.

Jembatan Sungai Kahayan (Dokpri)
Jembatan Sungai Kahayan (Dokpri)
Mengingat waktu masih pagi dan belum bisa check in, saya sempatkan dulu keliling kota mengunjungi monumen peresmian ibukota dan tepian sungai Kahayan, serta mampir ke pasar untuk berburu oleh-oleh. Maklum saya hanya sewa kendaraan sehari, jadi sayang kalau besok harus kembali jalan-jalan. 

Siangnya saya check in di hotel yang telah dipesan, dan resepsionis sudah menyiapkan berkas pemesanan yang tinggal ditandatangani dan fotokopi identitas diri. Setelah check in hotel saya bergegas menuju Bukit Batu agar tidak kesorean sampai di lokasi.

Kondisi Jalan Rusia yang Mulus (Dokpri)
Kondisi Jalan Rusia yang Mulus (Dokpri)
Perjalanan sekitar 60 km ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam melalui jalan trans Kalimantan yang dikenal dengan sebutan 'jalan Rusia' oleh penduduk setempat. Jalan tersebut dinamai 'jalan Rusia' karena waktu itu dibangun oleh insinyur Rusia yang didatangkan khusus oleh Bung Karno dalam rangka membangun Trans Kalimantan. Selain di Kalteng, jalan Rusia juga sebagian ada di trase Balikpapan-Samarinda, namun jalan di Kalteng inilah yang konstruksinya sangat-sangat kuat.

Kondisi Jalan Lokal Bergelombang (Dokpri)
Kondisi Jalan Lokal Bergelombang (Dokpri)
Jalan Rusia membentang sepanjang 34 Km dari Kota Palangkaraya hingga Tangkiling, lalu dilanjutkan dengan jalan buatan lokal hingga menjelang batas Kalimantan Barat. 

Perbedaannya sangat jauh, jalan Rusia selain mulus juga kuat dan rata sehingga kita bisa tidur nyenyak saat melintasi jalan tersebut. Nyaris tak ada lobang besar dan jalan benar-benar mulus tanpa goncangan berarti. 

Berbeda selepas Tangkiling dan memasuki jalan lokal, walaupun kondisi jalan tampak mulus, namun goncangan kerap terjadi dan mobil seperti ajrut-ajrutan karena permukaannya bergelombang. 

Pembeda jalan Rusia dengan jalan lokal adalah pondasi jalannya lebih kuat karena lapisan gambutnya tipis (2 meter) dikeruk dan ditibun sirtu, sementara setelah Tangkiling lapisan gambutnya tebal sehingga harus menggunakan tiang pancang yang harganya jauh lebih mahal.

Saung di Tengah Bukit (Dokpri)
Saung di Tengah Bukit (Dokpri)
Tak terasa sekitar jam tiga sore saya tiba di Bukit Batu, setelah membayar retribusi sebesar 3000 Rupiah dan parkir 1500 Rupiah di gerbang mobilpun parkir tak jauh dari tepian bukit batunya. 

Begitu turun dari mobil saya langsung berdecak kagum melihat lapisan batuan tersusun rapi dan berwarna hitam membentuk sebuah perbukitan kecil di tengah hutan. Sayapun langsung menuju tepian bukit untuk mulai mendaki. Di pintu masuk bukit terdapat saung tempat berteduh dan batu selamat datang berdiri menjulang di depannya.

Batu Bertuliskan Isen Mulang (Dokpri)
Batu Bertuliskan Isen Mulang (Dokpri)
Di depan saung terdapat sebuah batu bertuliskan "petehku isen mulang" tertanda Tjilik Riwut berwarna kuning yang bermakna "Maju tak Gentar". Mungkin disinilah beliau bertapa untuk memperoleh wangsit atau petunjuk demi perjuangan meraih kemerdekaan. Setelah itu satu demi satu bebatuan saya daki untuk menuju puncak bukit batu. Di puncak inilah terdapat beberapa batu yang letaknya tergantung dengan pijakan batu lain di bawahnya. Melihat besarnya, rasanya tak mungkin manusia mengangkat atau memindahkan batu tersebut ke atas batu lainnya.

Bukit Berbatu (Dokpri)
Bukit Berbatu (Dokpri)
Susunan batu bertumpuk tersebut tampak alami dan setiap batu memiliki nama sendiri-sendiri, ada batu raja, batu gaib, batu darung bawan, dan sebagainya. Di sini juga terdapat petilasan yang ditandai dengan pemasangan kain kuning membentang di atas batu dan pepohonan yang muncul di depannya. 

Dari puncak bukit ini kita bisa melihat pemandangan sebagian pulau Kalimantan yang tampak datar dengan hutannya yang masih cukup rimbun. Di dekat petilasan tersebut juga terdapat kolam kecil yang disebut Kameloh, konon bila cuci muka disini akan tampak lebih muda.

Stonehenge atau Batu Bergantung (Dokpri)
Stonehenge atau Batu Bergantung (Dokpri)
Konon tempat ini menyimpan misteri tentang Tjilik Riwut dan orang tuanya yang menginginkan anak laki-laki (silakan googling untuk mengetahui lebih lanjut ceritanya). Suasananya memang tampak angker, apalagi kalau hanya berkunjung sendiri, walau di hari libur ada pengunjung lain menemani. 

Saya tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan cerita angker tersebut dan memilih untuk menikmati keindahan bebatuan yang terbentuk secara alamiah tersebut. Memang tampak aneh ada seonggok bebatuan membentuk bukit di tengah hutan yang rimbun, padahal pulau Kalimantan didominasi oleh tanah gambut yang datar dan jarang sekali perbukitan kecuali di sebelah utara dekat perbatasan Malaysia.

Coretan di Batu (Dokpri)
Coretan di Batu (Dokpri)
Sayangnya, orang kita memang susah untuk merawat kebersihan dan keindahan obyek wisata. Banyak batu yang dicorat coret di sana sini sehingga merusak permukaan batu karena sebagian besar dipahat kasar coretannya. Sampah juga dapat ditemui di sela-sela batu tanpa ada yang berusaha membuangnya ke tempat sampah.

Kolam Kameloh (Dokpri)
Kolam Kameloh (Dokpri)
Itulah keunikan tempat yang masih jarang dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara ini, kecuali hanya wisatawan lokal yang mendominasi kunjungan hari itu. Ada bukit batu di tengah tanah datar, lalu susunan batunya membentuk stonehenge alias batu bertumpuk yang tersusun secara alamiah. Selain itu suasana angker yang membuat bulu kuduk berdiri turut menghiasi serunya petualangan kali ini. Lengkap sudah obyek wisata ini menjadi tempat antimainstream yang layak dikunjungi.

Pemandangan dari Atas Bukit (Dokpri)
Pemandangan dari Atas Bukit (Dokpri)
Tak terasa waktu sudah semakin sore dan sudah akan ditutup oleh pengelola. Setelah beristirahat sejenak di sebuah warung yang tersedia dekat tempat parkir, sayapun kembali ke kota Palangkaraya. Malamnya saya nangkring di warung kopi yang terletak di tepian sungai Kahayan ditemani kacang rebus. Bagi travellers yang antimainstream, sesekali bolehlah Libur Akhir Tahun dan Libur Tahun Baru menyusuri Kalimatan Tengah mulai dari Banjarmasin ke arah Palangkaraya menyusuri jalan Trans Kalimantan hingga ke arah Pangkalan Bun, lalu ke utara ke arah hulu sungai Barito seperti Muara Teweh dan Barito Utara serta mengunjungi taman nasional Tanjung Puting yang terkenal dengan orang utannya.

Batu Tergantung di Petilasan (Dokpri)
Batu Tergantung di Petilasan (Dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun