Saung di Tengah Bukit (Dokpri)
Tak terasa sekitar jam tiga sore saya tiba di Bukit Batu, setelah membayar retribusi sebesar 3000 Rupiah dan parkir 1500 Rupiah di gerbang mobilpun parkir tak jauh dari tepian bukit batunya.Â
Begitu turun dari mobil saya langsung berdecak kagum melihat lapisan batuan tersusun rapi dan berwarna hitam membentuk sebuah perbukitan kecil di tengah hutan. Sayapun langsung menuju tepian bukit untuk mulai mendaki. Di pintu masuk bukit terdapat saung tempat berteduh dan batu selamat datang berdiri menjulang di depannya.
Batu Bertuliskan Isen Mulang (Dokpri)
Di depan saung terdapat sebuah batu bertuliskan "petehku isen mulang" tertanda Tjilik Riwut berwarna kuning yang bermakna "Maju tak Gentar". Mungkin disinilah beliau bertapa untuk memperoleh wangsit atau petunjuk demi perjuangan meraih kemerdekaan. Setelah itu satu demi satu bebatuan saya daki untuk menuju puncak bukit batu. Di puncak inilah terdapat beberapa batu yang letaknya tergantung dengan pijakan batu lain di bawahnya. Melihat besarnya, rasanya tak mungkin manusia mengangkat atau memindahkan batu tersebut ke atas batu lainnya.
Susunan batu bertumpuk tersebut tampak alami dan setiap batu memiliki nama sendiri-sendiri, ada batu raja, batu gaib, batu darung bawan, dan sebagainya. Di sini juga terdapat petilasan yang ditandai dengan pemasangan kain kuning membentang di atas batu dan pepohonan yang muncul di depannya.Â
Dari puncak bukit ini kita bisa melihat pemandangan sebagian pulau Kalimantan yang tampak datar dengan hutannya yang masih cukup rimbun. Di dekat petilasan tersebut juga terdapat kolam kecil yang disebut Kameloh, konon bila cuci muka disini akan tampak lebih muda.
Stonehenge atau Batu Bergantung (Dokpri)
Konon tempat ini menyimpan misteri tentang Tjilik Riwut dan orang tuanya yang menginginkan anak laki-laki (silakan googling untuk mengetahui lebih lanjut ceritanya). Suasananya memang tampak angker, apalagi kalau hanya berkunjung sendiri, walau di hari libur ada pengunjung lain menemani.Â
Saya tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan cerita angker tersebut dan memilih untuk menikmati keindahan bebatuan yang terbentuk secara alamiah tersebut. Memang tampak aneh ada seonggok bebatuan membentuk bukit di tengah hutan yang rimbun, padahal pulau Kalimantan didominasi oleh tanah gambut yang datar dan jarang sekali perbukitan kecuali di sebelah utara dekat perbatasan Malaysia.
Sayangnya, orang kita memang susah untuk merawat kebersihan dan keindahan obyek wisata. Banyak batu yang dicorat coret di sana sini sehingga merusak permukaan batu karena sebagian besar dipahat kasar coretannya. Sampah juga dapat ditemui di sela-sela batu tanpa ada yang berusaha membuangnya ke tempat sampah.
Itulah keunikan tempat yang masih jarang dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara ini, kecuali hanya wisatawan lokal yang mendominasi kunjungan hari itu. Ada bukit batu di tengah tanah datar, lalu susunan batunya membentuk
stonehenge alias batu bertumpuk yang tersusun secara alamiah. Selain itu suasana angker yang membuat bulu kuduk berdiri turut menghiasi serunya petualangan kali ini. Lengkap sudah obyek wisata ini menjadi tempat
antimainstream yang layak dikunjungi.
Pemandangan dari Atas Bukit (Dokpri)
Tak terasa waktu sudah semakin sore dan sudah akan ditutup oleh pengelola. Setelah beristirahat sejenak di sebuah warung yang tersedia dekat tempat parkir, sayapun kembali ke kota Palangkaraya. Malamnya saya nangkring di warung kopi yang terletak di tepian sungai Kahayan ditemani kacang rebus. Bagi travellers yang
antimainstream, sesekali bolehlah
Libur Akhir Tahun dan
Libur Tahun Baru menyusuri Kalimatan Tengah mulai dari Banjarmasin ke arah Palangkaraya menyusuri jalan Trans Kalimantan hingga ke arah Pangkalan Bun, lalu ke utara ke arah hulu sungai Barito seperti Muara Teweh dan Barito Utara serta mengunjungi taman nasional Tanjung Puting yang terkenal dengan orang utannya.
Batu Tergantung di Petilasan (Dokpri)
Lihat Trip Selengkapnya