Kadang lagi enak tidur tengah malam, bos menelpon minta bantuan siapkan bahan paparan untuk besok pagi, atau misal ada bencana di suatu daerah, malam itu juga bisa diperintahkan untuk berangkat tanpa kecuali. Walau jam kerja resminya mulai dari jam 8.00 - 16.30 setiap harinya, tapi kenyataannya waktu pulang bisa lebih dari itu, bahkan bisa lewat tengah malam dan harus masuk pagi seperti biasa.Â
Jadi Anda harus siap secara fisik dan mental untuk bekerja siang malam tanpa kenal waktu dan tempat, tanpa berharap dapat uang lembur atau honor yang kadang ada kadang tidak. Contohnya seperti CPNS baru di sebuah kementerian yang langsung dikirim ke medan gempa untuk membantu percepatan pemulihan kembali wilayah tersebut.
3. Siap mengerjakan apa saja dengan segala kondisinya
PNS terutama di struktural harus siap bekerja apa saja, bahkan jadi supir tembak sekalipun walau kita ini adalah tukang insinyur. Saya pernah membuat konsep surat sendiri, mengetik sendiri, paraf sendiri, sampai melipat dan mengantar surat itu sendiri, cuma tanda tangan saja yang tak boleh saya kerjakan karena itu wewenang bos.Â
Kadang kalau supir bos sakit atau izin terpaksa kita harus gantikan untuk mengantar beliau rapat ke tempat lain. Jadi Anda harus siap dengan keahlian lain yang diperlukan mendadak, seperti jadi EO, atau mandor, atau ojol dan sebagainya kalau ingin cepat dikenal pimpinan dan rekan sejawatnya.Â
Kita tak bisa memilih pekerjaan dan memilih bos, apapun risikonya harus dihadapi dengan lapang dada. Kondisi kantor tak nyaman, bos yang seenaknya, harus siap dihadapi kalau memang tetap ingin jadi PNS.
4. Siap dikritisi dan didemo masyarakat
Seperti telah ditulis di atas, zaman sekarang ini masyarakat lebih banyak menuntut hak daripada melaksanakan kewajiban. Sebagai abdi negara, Anda harus siap melayani tuntutan masyarakat mulai dari yang halus hingga paling kasar sekalipun dengan tetap senyum dan santun.Â
Repotnya masyarakat kadang tak memahami aturan atau prosedur langsung mendatangi kantor begitu saja dan tak mau tahu siapa sebenarnya yang berwenang menangani kasusnya. Misal yang rusak jalan kabupaten, tapi protesnya ke presiden, padahal wewenang perbaikan jalan ada di bupati.Â
Kadang-kadang protes tersebut berlanjut jadi demo, bukan hanya sekedar mengkritisi bahkan juga kadang jadi persekusi oknum massa pada aparat yang sedang menjalankan tugasnya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!