Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Program Sejuta Rumah, Antara Jargon dan Kenyataan

25 Agustus 2018   19:39 Diperbarui: 26 Agustus 2018   12:06 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah subsidi. (KOMPAS.com / DANI PRABOWO)

Mungkin banyak yang lupa atau tak ingat bahwa hari ini adalah Hari Perumahan Nasional yang dirayakan setiap tanggal 25 Agustus setiap tahunnya. Tanggal 25 Agustus ditetapkan sebagai hari perumahan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 46/KPTS/M/2008 tanggal 6 Agustus 2008 tentang Hari Perumahan Nasional, yang didasarkan pada fakta sejarah dimulainya Kongres Perumahan Rakyat pertama di Bandung pada tanggal 25 Agustus 1950 oleh Bung Hatta.

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapalkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan - Pasal 28 H ayat 1 UUD 45

Rumah atau papan merupakan kebutuhan dasar manusia setelah sandang dan pangan, yang merupakan hak warga negara untuk memerolehnya sesuai dengan Pasal 28 H ayat 1 pada amandemen keempat UUD 1945. 

Pemerintah sendiri telah berupaya mendorong pembangunan rumah guna memenuhi kebutuhan rumah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui Program Sejuta Rumah (PSR) yang dicanangkan Presiden Jokowi tanggal 29 April 2015 di Ungaran dan termasuk dalam PSN.

Dalam perjalanannya, capaian PSR dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, 699.770 unit tahun 2015, 806.169 unit tahun 2016, dan 904.758 unit di tahun 2017. 

Pemerintah sendiri menyiapkan tiga strategi utama yaitu a) pembangunan fisik bangunan rumah yang berkontribusi sekitar 20% dari pasokan, b) pembangunan rumah oleh pengembang dengan dukungan subsidi yang berkontribusi sekitar 30%, dan c) pembangunan rumah non-subsidi oleh pengembang dengan fasilitas kemudahan perizinan dari pemerintah yang berkontribusi 50% lebih terhadap pembangunan rumah di Indonesia.

Dari komposisi tersebut terlihat bahwa program ini lebih merupakan jargon pemerintah untuk lebih memaksimalkan peran swasta atau pengembang dalam pembangunan rumah yaitu sekitar 80% lebih, sementara pemerintah hanya berperan sekitar 20% saja. 

Perumahan yang dibangun Pengembang (Dokpri)
Perumahan yang dibangun Pengembang (Dokpri)
Hal ini bertujuan agar pihak swasta dan masyarakat lebih giat terdorong untuk membangun rumah terutama rumah murah bagi MBR, dengan pemerintah sebagai fasiltator dan katalisator untuk mempercepat proses pembangunan rumah.

Perlu diketahui bahwa tidak semua program pemerintah harus didanai oleh pemerintah atau BUMN milik pemerintah, tapi bisa juga berbentuk jargon untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, apapun bentuknya termasuk rumah. 

Sudah bukan zamannya lagi masyarakat hanya mengadahkan tangan menuntut program dan anggaran dari pemerintah, sementara kemampuan pemerintah mendanai berbagai proyek semakin terbatas dan berpotensi menambah hutang negara.

Kalau di zaman awal kemerdekaan dulu, pemerintah pernah menerapkan strategi pagar betis untuk mengurangi ruang gerak para pemberontak dengan dukungan masyarakat, karena masih terbatasnya jumlah tentara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun