Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Antara Tugu Pahlawan, Siola, dan Bungurasih

12 Juli 2018   21:40 Diperbarui: 13 Juli 2018   08:53 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat Tunggu Bis Bandara di Samping Kedatangan Bis Antarkota (Dokpri)

Setelah mampir sejenak di Kampung Lawas Maspati, perjalanan lanjut ke Tugu Pahlawan yang jaraknya tak terlalu jauh. Sebenarnya saya ingin cerita sedikit tentang Tugu Pahlawan, tapi karena sudah ada yang menulis beberapa waktu lalu, maka saya gabungkan saja cerita di penghujung perjalanan saya sebelum kembali ke Bandung.

Baca juga: Luxury Sleeper Train (Tak) Semewah Iklannya

Tugu Pahlawan (Dokpri)
Tugu Pahlawan (Dokpri)
Tugu Pahlawan merupakan ikon utama kota Surabaya yang wajib dikunjungi. Belum khatam rasanya ke Surabaya kalau tidak mampir ke sini. Walau hari libur, namun karena masih pagi dan sibuk mencoblos, maka taman ini tampak tak terlalu ramai pengunjung. Lagipula panasnya cukup terik walau masih jam delapan pagi. Beberapa orang tampak berteduh di bawah tugu pahlawan dan tugu Soekarno Hatta yang ada di pintu masuk taman.

Gerbang Utama Masuk Tugu Pahlawan (Dokpri)
Gerbang Utama Masuk Tugu Pahlawan (Dokpri)
Tamannya sendiri modelnya seperti alun-alun kota namun dikelilingi tembok sehingga relatif terpelihara dengan baik. Walau ada tiga pintu masuk, hanya satu yang dibuka yaitu dari arah selatan. Hal ini untuk mempermudah kontrol keluar masuk orang sehingga dapat dilacak apabila terjadi sesuatu di dalam taman. Di sekitar taman ditanami pepohonan dan bunga untuk memperindah taman dan menyejukkan udara yang panas akibat sengatan sinar matahari. Di sisi kanan taman seberang jalan terdapat kantor gubernur Jawa Timur yang sedang lowong menunggu hasil pilkada hari itu.

Kantor Gubernur Jawa Timur (Dokpri)
Kantor Gubernur Jawa Timur (Dokpri)

Baca juga: Belajar Sejarah Pergerakan Nasional di Musium Dr. Soetomo

Musium Sepuluh November (Dokpri)
Musium Sepuluh November (Dokpri)
Karena masih pada mencoblos itulah, musium baru buka pukul sepuluh pagi. Padahal jam tersebut saya harus sudah meninggalkan tempat menuju bandara agar tidak ketinggalan pesawat. Akhirnya saya hanya keliling taman saja, melihat dan memotret beberapa peninggalan perang seperti bekas mobil Bung Tomo, meriam yang digunakan tentara sekutu, serta patung para pahlawan yang berjuang dalam peristiwa 10 November 1945. Setengah jam sudah saya berkeliling taman, lalu keluar cari warung kopi dan nangkring sejenak sambil menghela nafas.

Mobil Bung Tomo (Dokpri)
Mobil Bung Tomo (Dokpri)
Setelah ngopi, saya naik angkot menuju gedung bersejarah lain, Siola yang sekarang menjadi musium Surabaya. Jaraknya tidak terlalu jauh, tapi karena panas terpaksa harus naik lin N, sebutan angkot di Surabaya. Lagi-lagi mengingat hari libur musium pun tutup karena berada satu gedung dengan mall layanan satu atap Pemkot Surabaya. Di depan musium terdapat ketel uap dan meriam bekas VOC yang dipajang untuk memperindah musium.

Bemo Angkutan Surabaya Jaman Dulu (Dokpri)
Bemo Angkutan Surabaya Jaman Dulu (Dokpri)
Saya hanya bisa mengambil foto dari kaca jendela yang tembus pandang, memamerkan benda-benda yang pernah hidup berkeliaran di kota Surabaya, seperti bemo, becak, lalu peralatan rumah sakit, ambulans, dan beberapa benda bersejarah yang ikut menghidupkan kota Surabaya di masa lalu. Beruntung kota Surabaya memiliki pemimpin yang peduli sejarah sehingga masih bisa mengumpulkan benda-benda tersebut dalam satu musium tersendiri.

Mal Pelayanan Publik (Dokpri)
Mal Pelayanan Publik (Dokpri)

Baca Juga: Menyusuri Lorong Waktu di Kampung Lawas Maspati

Mesin Ketel Uap di Depan Gedung Siola (Dokpri)
Mesin Ketel Uap di Depan Gedung Siola (Dokpri)
Mumpung masih ada waktu setengah jam, saya sempatkan untuk mampir ke Taman Budaya Jawa Timur yang letaknya tak jauh dari gedung Siola. Taman Budaya ini merupakan bekas kantor pemerintah Kabupaten Surabaya sebelum dilikuidasi. Di depan ada bangunan pendopo, lalu di belakangnya bangunan bekas kantor Bupati yang menjadi gedung Sawunggaling. Lalu di sampingnya tampak seperti bangunan baru bernama gedung Cak Durasim, seorang tokoh ludruk Surabaya yang berjuang bersama Dr. Soetomo dan kawan-kawan untuk meraih kemerdekaan.

Pendopo Taman Budaya Jatim (Dokpri)
Pendopo Taman Budaya Jatim (Dokpri)
Waktu menunjukkan pukul sepuluh, saya harus segera ke terminal Bungurasih untuk naik bus bandara Juanda. Dari Siola saya naik bis kota Damri jurusan Bungurasih yang ber-AC dengan tarif 6000 Rupiah saja. Lumayan dingin di tengah panas teriknya kota Surabaya, sepanas persaingan Cak Imin dengan Bu Khofifah yang akan ditentukan pada hari itu. Bis juga tidak penuh penumpang sehingga berjalan agak lambat dengan harapan bisa menjaring penumpang di halte selanjutnya.

Gedung Terminal Bungurasih (Dokpri)
Gedung Terminal Bungurasih (Dokpri)
Memasuki terminal Bungurasih, saya agak sedikit pangling karena ada sedikit perubahan setelah sepuluh tahun lebih terakhir berkunjung. Bangunan terminal sudah berlantai dua dan calon penumpang diwajibkan naik ke lantai atas untuk turun di platform sesuai jurusan yang dituju. Namun tampaknya masih kurang optimal karena masih banyak penumpang yang menunggu di ujung terminal, serta masih banyaknya calo membuat terminal tersebut tetap kurang nyaman bagi para penumpang.

Jalan Menuju Platform atau Jalur Bis Antarkota (Dokpri)
Jalan Menuju Platform atau Jalur Bis Antarkota (Dokpri)
Untunglah calo-calonya tak seganas dulu. Saya bisa lebih rileks mengelilingi terminal sebelum naik bis Damri tujuan bandara Juanda. Selain gedung bertingkat itu, tidak ada perubahan berarti dalam pengelolaan terminal. Kios penjualan tiket bis antarkota masih dikuasai para calo sehingga malas untuk sekedar bertanya-tanya. Mungkin karena letaknya di Sidoarjo membuat Bu Risma agak segan hendak turun langsung membereskan terminal, walaupun sebenarnya masih menjadi milik bersama Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya.

Tempat Tunggu Bis Bandara di Samping Kedatangan Bis Antarkota (Dokpri)
Tempat Tunggu Bis Bandara di Samping Kedatangan Bis Antarkota (Dokpri)
Setelah puas berkeliling gedung, saya segera naik bis Damri menuju bandara yang letaknya berada di area kedatangan bis antarkota di luar gedung. Sebenarnya rute Damri ini juga tanggung karena jarak dari Bungurasih ke Bandara Juanda tidak terlalu jauh, kalau lancar tak sampai setengah jam sampai, bila macetpun paling lama satu jam lebih sedikit juga sudah tiba. Agak aneh juga mengapa tidak diperpanjang rutenya hingga ke Perak atau Joyoboyo misalnya.

Gedung Bandara Juanda (Dokpri)
Gedung Bandara Juanda (Dokpri)
Benar saja, hanya setengah jam saya sudah sampai bandara Juanda yang semakin tampak tua. Bangunannya mulai kusam pertanda selain tua juga perawatan semakin berkurang. Bandara ini merupakan lapangan terbang teramai kedua setelah Soekarno Hatta, antrian untuk cetak boarding pass pun mengular hingga mendekati pintu pemindaian barang. Karena masih dua jam lagi boarding, saya sempat berkeliling bandara dan nangkring sejenak di sebuah warung kopi di luar bandara. Harganya masih agak murah dibanding Soetta atau Kuala Namu, walau tetap saja mahal bila dibandingkan warung kopi di mall tengah kota Surabaya.

Ruang Check In Bandara (Dokpri)
Ruang Check In Bandara (Dokpri)
Selesailah sudah liburan selama enam jam di Surabaya. Sebenarnya saya masih ingin extend barang sehari lagi, namun panggilan mendadak membuat saya harus segera berangkat ke Bandung untuk melaksankan tugas rutin. Di zaman modern ini, jarak tak lagi menjadi halangan untuk bepergian. Sekarang ke Surabaya rasanya tak jauh beda dengan ke Monas atau ke Taman Mini misalnya. Banyak moda transportasi cepat dan mudah untuk mencapai ke sana.

Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Beruntunglah Surabaya dipimpin oleh orang yang peduli terhadap sejarah bangsa. Beberapa bangunan dan gedung maupun kampung yang masih tersisa dijadikan obyek wisata sekaligus tempat menyimpan benda-benda bersejarah. Semoga ke depan langkah beliau ditiru oleh pemimpin daerah lainnya di negeri ini.

(selesai)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun