Hampir semua orang, terutama para pakar bola di Kompasiana ini terbelalak melihat penampilan Belgia dan Kroasia yang tanpa diduga berhasil menembus empat besar. Bahkan beberapa kawan kita sudah berani menjagokan Belgia vs Kroasia di final Piala Dunia 2018 di Stadion Luzhniki, Moskwa. Penampilan yang impresif memang menyihir sebagian pengamat untuk menjagokan mereka berdua tampil di final, mengalahkan tim yang sudah biasa atau pernah tampil di partai puncak.
Saya sendiri malah menjagokan mereka bakal bertarung di final yang satu lagi, di Saint Petersburg untuk memperebutkan tempat ketiga. Mengapa? Jangan lupa, semakin ke ujung faktor penampilan teknis akan semakin menurun, berbanding terbalik dengan faktor psikologis pemain. Mirip seperti piramid pekerjaan, semakin tinggi kedudukan maka kemampuan di level teknis semakin berkurang namun di level manajerial semakin meningkat.
Berdasarkan catatan sejarah, hanya tim Inggris yang pernah memuncaki piala dunia tanpa pernah berprestasi, bahkan masuk empat besar sekalipun pada turnamen besar. Itupun Inggris tertolong faktor sebagai tuan rumah yang diuntungkan oleh dukungan penonton dan ratu Inggris. Perancis dan Spanyol sebelum jadi juara dunia pernah menjadi juara Eropa. Lagipula Spanyol saat menjadi juara dunia sekaligus juara Eropa memiliki liga yang sedang bagus-bagusnya sehingga pemainnya sudah terbiasa mengalami tekanan tinggi saat pertandingan penting.
Pertarungan seru justru terjadi antara Belgia dan Perancis, dua saudara kandung. Seimbangnya skill pemain dan kolektivitas tim membuat faktor psikologis lebih banyak menentukan pemenang pertandingan nantinya. Pengalaman bertanding dalam tekanan tinggi akan menjadi faktor penentu mengingat kedua tim belum pernah menang di atas waktu normal. Kelemahan pemain belakang Belgia yang tak juga diperbaiki setelah usai melawan Jepang dan Brasil bakal dimanfaatkan Perancis untuk menembus gawang Courtois.
Pada akhirnya, jam terbanglah yang akan menjadi penentu kemenangan. Kematangan tim Perancis dan Inggris akan lebih bermanfaat untuk membawa mereka berdua ke partai puncak ketimbang Belgia dan Kroasia yang hanya mengandalkan kemampuan teknis belaka. Jadi, final ideal bakal terjadi antara Perancis vs Inggris, dua seteru abadi pada masa kolonisasi perebutan wilayah Afrika dan Asia yang berlanjut di lapangan bola. Hasil kolonisasi itulah yang menjelma menjadi tim sepakbola nasional yang berisi pemain multi ras dari daerah jajahannya dulu maupun induk semangnya.
Kroasia dan Belgia, cukuplah untuk meraih final ketiga yang berlangsung di stadion Saint Petersburg. Buat kedua tim ini sudah merupakan prestasi besar, menyamai tahun 1986 untuk Belgia dan 1998 untuk Kroasia. Lagipula kasihan para bandar tahun ini sudah banyak kalah karena tim-tim besar pada pulang kampung duluan.
Ingat, jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda. Nantikan partai puncak di stadion Luzhniki, Moskow tanggal 15 Juli 2018 antara (semoga) Perancis melawan Inggris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H