Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Garuda Perlu Belajar dari Malaysia Airlines

23 Juni 2018   11:37 Diperbarui: 16 Juli 2019   17:36 9734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesawat MAS Berbadan Besar (Dokpri)

Sejujurnya saya agak kaget mendengar Garuda terus merugi dari tahun ke tahun. Sudah itu menjelang lebaran kemarin para pilotnya mengancam mogok pula.

Untunglah ancaman tersebut tidak terjadi dan nyatanya Garuda tetap terbang dengan selamat mengantarkan para penumpang mudik dan balik.

Sebagai pelanggan tetap Garuda, sejak bekerja di pusat, rasanya saya belum pernah menemukan kursi Garuda kurang dari 80% load factor-nya.

Pesawat MAS Berbadan Besar (Dokpri)
Pesawat MAS Berbadan Besar (Dokpri)
Memang harus diakui sebagian besar penumpang Garuda merupakan pegawai negeri atau BUMN yang ngga mau rugi harus mengembalikan uang tiket karena sekarang diberlakukan ticket at-cost alias tidak bisa menabung dari kelebihan sisa uang tiket.

Lihat saja kalau hari kerja, penumpangnya didominasi seragam putih, atau kalau malu-malu dibungkus jaket atau rompi, atau pakai baju batik agar tidak terlalu mencolok.

MAS Siap Terbang Menuju London (Dokpri)
MAS Siap Terbang Menuju London (Dokpri)
Sepanjang pengetahuan saya, beberapa tahun terakhir ini penerbangan Garuda cukup aman, tidak ada kecelakaan besar terjadi seperti pesawat jatuh atau gagal lepas landas.

Paling-paling kecelakaan minor seperti terpeleset dari landasan atau ban pecah yang tidak terlalu mengganggu stabilitas keuangan.

Jadi cukup aneh bila terus menerus rugi, kecuali ada kebijakan pemerintah melarang pegawainya naik Garuda.

Set Menu Lengkap MAS (Dokpri)
Set Menu Lengkap MAS (Dokpri)
Nah, melihat persoalan itu, seharusnya Garuda berkaca pada maskapai penerbangan negeri tetangga yang empat tahun lalu kena musibah beruntun.

Pertama, pesawat MH-370 menghilang tanpa jejak di udara setelah lepas landas dari bandara KLIA menuju Beijing dengan membawa 230 orang termasuk awak dan penumpang. Ditambah hingga saat ini kehilangan tersebut masih misteri, hasil investigasi terakhir menyatakan kemungkinan pilotnya melakukan kamikaze alias bunuh diri.

Kedua, selang beberapa bulan kemudian MH-17 dari Amsterdam menuju KLIA dihajar rudal pemberontak Krimea di atas langit Ukraina, kabar terakhir ternyata rudal dimiliki oleh salah satu brigade Rusia (sumber di sini).

Kejadian itu berdampak dengan tewasnya penumpang dan awak yang berjumlah 298 orang, dan bangkai pesawatnya bertebaran di Torez, tak jauh dari kota Donetsk, Ukraina.

Kedua musibah dalam waktu hampir bersamaan tentu membuat limbung Malaysia Airlines, bukan hanya sekedar kehilangan pesawat tapi juga harus menyelesaikan urusan dengan para penumpangnya, walau tentu sudah di-cover sebagian lewat asuransi.

Namun hebatnya, dalam kurun waktu empat tahun terakhir ini, Malaysia Airlines kembali bangkit dengan bendera baru Malaysia Airlines Berhad di bawah kendali Khazanah Nasional yang merupakan grup BUMN terbesar di Malaysia.

Konter MAS di Terminal 2 Soetta Dulu (Dokpri)
Konter MAS di Terminal 2 Soetta Dulu (Dokpri)
Pelajaran yang perlu diambil dari kebangkitan Malaysia Airlines antar lain:

1. Sempat Menggunakan CEO Asing

Untuk mengejar ketertinggalan akibat musibah beruntun tadi, MAB merekrut Christoph Mueller yang telah berpengalaman di dunia penerbangan selama lebih dari 20 tahun sebagai CEO.

Namun hanya setahun bertahan, Mueller diganti koleganya yang juga ikut bersamanya membangun MAB, Peter Bellew yang berasal dari Irlandia.

Di tangan Bellew Malaysia Airlines berubah total menjadi perusahaan yang mulai memperoleh keuntungan dari awalnya yang selalu merugi.

Memang penggunaan CEO asing juga sempat ditentang oleh kalangan tertentu di Malaysia, namun seiring dengan majunya perusahaan, konflik tersebut reda dengan sendirinya.

Sayangnya Bellew hanya bertahan satu setengah tahun sebelum digantikan oleh orang lokal yang juga mantan direksi MAS.

2. Harga tiket murah

Sejak ditangani Bellew dan penerusnya, harga tiket Malaysia Airlines terutama saat promo memang benar-benar murah, bahkan lebih murah dari Air Asia atau low budget carrier lainnya.

Padahal fasilitas yang diberikan tetap sama, ada makanan, hiburan dalam pesawat dan bagasi gratis hingga 20 kg, bahkan sekarang ditingkatkan menjadi 30 kg.

Sebagai perbandingan, Jakarta - KL PP bisa dibawah Satu Juta Rupiah, sementara Garuda saja baru sekali jalan. 

Contoh Harga Tiket MAS Lebih Murah dari AA (Dokpri)
Contoh Harga Tiket MAS Lebih Murah dari AA (Dokpri)
Untuk harga tiket dalam negeri saja, misal KL - Penang atau KL - Langkawi bisa diperoleh kurang dari 500 Ribu Rupiah.

Padahal dengan jarak yang sama, misal Jakarta - Semarang atau Jakarta - Jogja, Garuda belum pernah menjual tiket di bawah 500 Ribu Rupiah.

Ini tentu sebuah ironi mengingat load factor Malaysia Airlines masih sekitar 77% tahun 2017, jauh di bawah Garuda yang masih di atas 80%. Saya sendiri pernah naik dari Langkawi ke KL pesawatnya hanya terisi sekitar 60% saja.

3. Fasilitas Premium

Walau berani menjual harga tiket murah, namun fasilitasnya tidak murahan. Untuk penerbangan jarak menengah dan jarak jauh, makanannya cukup lengkap, mulai dari nasi lemak, kacang garing, buah, hingga minuman, hampir sama dengan Garuda.

Keunggulannya di fasilitas hiburan, selain menunya lebih variatif, juga terdapat colokan USB buat mengisi baterai hape yang tidak ada di pesawat Garuda.

Kadang-kadang bagasinya juga lebih banyak, 30 kg dibanding Garuda cuma 20 kg. Saat ini bahkan Garuda sudah menghilangkan tisu basah dan permen di dalam pesawat, padahal dulu selalu tersedia.

Colokan USB yang Tidak Ada di Garuda (Dokpri)
Colokan USB yang Tidak Ada di Garuda (Dokpri)
* * * *

Kita tidak perlu takut menggunakan CEO asing asal memang benar-benar berpengalaman dan tahu apa yang harus dilakukan.

Selain itu perlu adanya efisiensi seperti yang dilakukan MAS dengan mengurangi jumlah karyawan hingga 6000 orang walau sempat menimbulkan gejolak.

Kita tidak usah malu belajar dari negeri tetangga, toh mereka juga dulu banyak belajar dari kita dan sekarang ilmunya malah dipakai di negerinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun