Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tips Menerbitkan Buku ala Bang Isjet

11 Mei 2018   10:56 Diperbarui: 11 Mei 2018   11:24 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (pixabay.com)

Membaca tulisan dek Maurinta serasa mewakili ribuan, bahkan mungkin jutaan penulis yang mencoba menerbitkan karya untuk pertama kalinya. Kegalauan hati membuncah hingga sampai harus menghubungi UNESCO saking belum ada satupun penerbit yang bersedia untuk memublikasikan karya yang menurut kita sebenarnya layak untuk diterbitkan.

Saya sendiri juga sedang berusaha menerbitkan buku walau dengan genre berbeda. Kebetulan di sebuah acara Kompasiana saya bertemu Bang Isjet dan mengutarakan niat saya untuk menerbitkan buku. Satu pertanyaan Bang Isjet yang menurut saya simpel tapi cukup membuat saya terhenyak:

Apa menariknya isi bukumu sehingga layak diterbitkan?

Menurut beliau, ada dua sisi penulis menerbitkan buku, untuk digunakan sendiri sesuai idealisme kita, atau untuk dijual kepada para pembaca yang berniat membeli. Pertama, kalau untuk digunakan atau diterbitkan sendiri tidak masalah sepanjang ada modal, penerbit tinggal membantu mendistribusikan saja. Urusan selesai, laku ga laku bukan resiko penerbit.

Kedua, kalau memang untuk dijual, tentu harus ada sisi yang membuat pembaca penasaran dan berminat untuk membeli, tidak sekedar menjual idealisme semata. Betul bahwa idealisme harus diperjuangkan, tapi kita juga harus bisa mengakomodasi kebutuhan pasar, atau men-drive pasar agar sesuai dengan idealisme kita.

Ini tentu tidak mudah karena harus riset pasar dulu, tema apakah yang sedang trend saat ini. Sebagai entitas bisnis, tentu penerbit tidak mau rugi donk, makanya mereka juga harus menyesuaikan kebutuhan pasar agar dagangannya laku dan ada keuntungan untuk menghidupi perusahaan beserta karyawannya. Ingat, pasar tidak peduli ideologi, yang penting barang laku dan menarik pembaca untuk membeli.

Bang Isjet memberikan beberapa saran kepada saya yang hendak menerbitkan karya pertama kali:

  • Kalau mengambil sisi pertama, bisa dilakukan secara indie dengan biaya sendiri, mencetak sendiri, jual sendiri, atau mencari sponsor yang sesuai dengan tema. Untuk mencari sponsor tentu kita harus siapkan proposal dan bahan presentasi agar sponsor tertarik untuk membiayai. Penerbit tinggal mencetak dan mendistribusikan ke toko-toku buku. Misalnya untuk tema infrastruktur bisa ke Kementerian PUPR, atau ke perusahaan konstruksi, dan lain sebagainya.
  • Kalau ingin masuk ke penerbit, penulis harus mempersiapkan hal-hal sebagai berikut:
  • Siapkan abstrak, penjelasan ringkas per bab atau sub judul, dari buku yang akan diterbitkan
  • Siapkan bahan presentasi untuk meyakinkan bahwa karya kita memang layak jual, tidak sekedar idealisme semata.
  • Siapkan materi pendukung lainnya yang memperkuat asumsi bahwa karya kita memang mampu melakukan penetrasi pasar, misalnya dengan data dan grafik pembaca di Kompasiana.
  • Siapkan biodata singkat penulis, termasuk karya-karya yang pernah ditulis dan prestasi apa yang pernah kita raih, syukur-syukur pernah diterbitkan untuk meyakinkan bahwa latar belakang kita memang layak untuk diperhatikan.

Walaupun peran orang dalam juga penting, tapi kita tidak boleh berburuk sangka dulu, karena fungsi orang dalam 'hanya' sebagai katalisator saja untuk mempercepat proses mengingat kita belum dikenal. Yang penting adalah kemampuan untuk meyakinkan penerbit beserta editornya bahwa karya kita ini benar-benar bakal meledak di pasaran alias best seller. Siapkan bukti-bukti pendukung seperti tertulis di atas, dan masukkan ke beberapa penerbit sekaligus.

Membuka hutan belantara itu memang tidak mudah dan butuh ketegaran jiwa. Sekali ingat, pasar tidak butuh ideologi, hanya butuh penjual dan pembeli. Jangan pernah menyerah walau ribuan kali ditolak, ingat perjaungan JK Rowlings saat menerbitkan Harry Potter untuk pertama kali. Ribuan penerbit mayor menolaknya, dan hanya satu penerbit kecil yang akhirnya tidak tega untuk menerbitkan karyanya. Ketika karyanya meledak, para penerbit mayor berebut menanti goresan penanya.

Tenang nak, jalan masih panjang, saya yang sudah setengah tua saja masih semangat, apalagi anak muda seperti adik. Jangan langsung patah semangat hanya karena ditolak beberapa penerbit mayor dan UNESCO. Itu masalah kecil, kalau sekedar untuk biaya cetak, bisa kolekanlah dengan teman-teman atau merengek ke ortu, yang penting laku dulu, atau japri ke siapa gitu hehehe ......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun