Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benarkah Orang Indonesia Malas?

7 Februari 2018   14:44 Diperbarui: 7 Februari 2018   18:37 2230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (KOMPAS.com/DEA ANDRIANI)

Malas mungkin sudah menjadi fitrah manusia, kalau sudah dapat enak, untuk apa mencari yang susah. Kalau bisa kerja sedikit dapat uang banyak buat jalan-jalan. Pengalaman saya hidup di Indonesia, berkeliling Nusantara dan Asia, menunjukkan bahwa fenomena malas di negeri ini memang sudah menggejala dan cenderung terjadi pembiaran. Di negeri lain sifat malas juga ada, tapi aturan yang ketatlah serta masyarakat yang masih menjaga etika yang membatasi kemalasan itu. Beberapa sifat malas yang saya amati antara lain:

1. Malas Jalan Kaki

Di sini ojek atau pesan makanan online laku keras karena orang malas jalan kaki walau hanya satu kilometer saja, bahkan untuk mencari makanan sekalipun. Mending bayar lebih daripada harus keluar panas-panas atau kaki pegal-pegal. Angkutan umum bisa distop sembarangan dan hanya ruas jalan tertentu saja yang benar-benar bisa diterapkan berhenti di halte bis seperti di Thamrin atau naik busway. Kalau ada lift dan tangga orang lebih suka memilih naik lift walau harus mengantri ketimbang naik tangga yang jauh lebih sehat. Tumbuhnya PKL di trotoar juga kalau diperhatikan akibat para pembeli malas naik ke pertokoan yang sesak dan panas serta harus berjalan kaki jauh dari tempat pemberhentian angkot.

2. Malas Putar Balik

Sudah sering terjadi terutama pengendara motor yang menerabas lawan arah hanya karena malas berputar balik. Akibatnya sering terjadi kecelakaan karena lengah dan bertabrakan dengan kendaraan yang justru benar arahnya. Yang lebih lucu lagi dan viral adalah ketika mobil masuk tol dengan mundur hanya karena mungkin malas bayar atau malas mengantri di pintu tol. Hal ini tentu mengganggu kenyamanan orang lain dan dapat berakibat fatal.

3. Malas Membaca

Fenomena hoax sekarang ini semakin menguatkan dugaan bahwa orang kita memang benar-benar malas membaca. Hanya melihat judul langsung share ditambah kata-kata penuh kebencian tanpa dicek terlebih dahulu kebenarannya. Hal yang paling fatal dan sempat viral adalah ketika ratusan orang salah membeli barang online, dikira gawai padahal cuma screen protector satu set isi 100 buah karena harganya memang benar-benar murah. Sudah itu pada protes lagi, padahal jelas-jelas disebutkan bahwa barang yang sudah dibeli tak bisa dikembalikan lagi. Makanya baca dulu brader.

4. Malas Bekerja

Di beberapa daerah tertentu, saya menemukan sendiri orang-orang yang hanya mau bekerja kalau dibayar di muka, lalu cuma seminggu kerja, sisanya izin ada pesta dan itu bisa berlangsung hingga dua minggu. Tapi kalau diganti orang luar mereka marah karena dianggap saingan. Sedikit-sedikit pesta, pesta koq cuma sedikit. Memang tradisi pesta ini dibawa oleh bangsa Eropa yang menjajah ke Indonesia untuk melanggengkan jajahan mereka. Jadi wajarlah kalau pekerjaan tukang parkir, calo (apapun bentuknya), pengemis, pengamen, menjadi incaran karena tidak perlu capek bekerja duit sudah tersedia di depan mata.

5. Malas Tepat Waktu

Ngaret tentu sudah menjadi kebiasaan yang sangat-sangat sulit diberantas. Sudah menjadi rahasia umum kalau undangan rapat dimulai jam 9 pagi, maka pembukaannya dipastikan baru jam 10 pagi, paling cepat 9.30. Masuk kantorpun juga demikian, walau sudah ada aturan jam 8 hingga jam 4 sore, tetap saja datangnya jam 8.30 - 9.00 pagi, alasannya klasik, macet. Padahal belum tentu macet juga tapi lebih karena malas bangun pagi saja.

* * * *

Tidak semua orang Indonesia benar-benar pemalas, masih banyak koq yang rajin. Tapi jika dibiarkan keadaannya seperti ini akan semakin bertambah jumlah orang yang malas. Saya tidak membayangkan suatu saat negeri kita seperti New Delhi yang semrawut tak beraturan karena malas untuk hidup teratur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun