Mungkin tidak banyak orang tahun apa itu Pulau Liwungan dan letaknya di mana. Saya sendiri baru tahu kalau ada pulau tersebut saat menginap di daerah Tanjung Lesung, Kab. Pandeglang, Provinsi Banten ketika membaca papan promosi di restoran. Rupanya ada paket penyewaan kapal untuk menyeberang ke pulau tersebut senilai 750 Ribu untuk 6-8 orang per kapal dari pelabuhan penyeberangan Citeureup yang letaknya tak jauh dari Tanjung Lesung.
Pemandangan Pulau Liwungan dari Kapal (Dokpri)
Orang lebih mengenal Pulau Umang yang terletak di selatan Tanjung Lesung ke arah Ujung Kulon daripada Pulau Liwungan. Saya sendiri penasaran untuk menyeberang ke pulau tersebut. Namun ternyata kapal yang disewakan sudah dipesan orang sehingga saya terpaksa
go show saja ke pelabuhan penyeberangan Citeureup. Kebetulan ada rombongan besar yang hendak menyeberang dan tampaknya telah menyewa kapal. Sayapun bertanya ke ABK apakah masih bisa nebeng di kapal tersebut. Dia menyetujui dengan syarat saya membayar 400 Ribu Rupiah untuk enam orang termasuk bayi. Lumayan murah daripada sewa kapal sendiri.
Kapal Nelayan Berlabuh di Liwungan (Dokpri)
Waktu tempuhnya tak sampai 15 menit menyeberang, namun ombaknya lumayan besar dan menerpa bibir kapal yang penuh dengan manusia. Kapal nyaris oleng, untungnya nahkoda kapal memang sudah berpengalaman, jadi tahu jalur yang aman untuk dilintasi di tengah gelombang besar. Cuaca memang sedang mendung pertanda hujan akan turun. Kami hanya bisa berdoa semoga lekas tiba di pulau untuk menghindari hujan di atas kapal.
Pantai Liwungan yang Bersih (Dokpri)
Kapalpun merapat dan satu demi satu penumpang turun dari kapal. Tampak wajah-wajah mereka agak bingung memandang kami yang tak mereka kenal. Maklum rombongan mereka adalah keluarga besar yang sedang arisan sekaligus silaturahmi disini. Â Untungnya ada satu dua orang yang kami ajak ngobrol di kapal, jadi mereka tidak terlalu curiga, mungkin dianggap salah satu keluarga yang ikut berlayar.
Papan Petunjuk Kepemilikan Pulau Liwungan (Dokpri)
Sejujurnya saya agak kecewa begitu mendarat di Pulau Liwungan. Kami 'hanya' disambut papan pengumuman bahwa pulau tersebut dimiliki oleh Pemda setempat dan diberikan hak pengelolaannya oleh sebuah perusahaan tertentu. Namun ternyata setelah berkeliling tidak ada tanda-tanda obyek
wisata yang dibangun atau dikelola perusahaan tersebut. Hanya ada pos jaga dan dua buah saung, serta warung kopi yang melayani pengunjung. Selebihnya hanya pepohonan rindang yang menutupi permukaan pulau.
Banana Boat Sarana Hiburan Pulau Liwungan (Dokpri)
Pantainya sendiri masih bersih dan enak bermain pasir di atasnya. Kita bisa berenang walau tidak disarankan karena ombaknya cukup besar. Satu-satunya hiburan adalah
banana boat yang dapat diisi oleh enam penumpang. Kalau ingin bersantai sambil membawa tikar dan makanan berat, disinilah tempatnya karena tanahnya masih ditumbuhi rerumputan hijau diselingi pohon yang rindang. Makanya rombongan besar tadi mengadakan arisan sekaligus makan bersama.
Saung dan Tenda Rombongan (Dokpri)
Sayangnya hujan lebat turun sesaat setelah mendarat. Hampir dua jam lamanya kami hanya bisa berteduh di salah satu saung menanti hujan reda sambil memesan kopi panas untuk menghangatkan badan. Sementara rombongan membangun tenda untuk melindungi mereka dan makanannya dari terpaan air hujan. Buyar sudah rencana arisan di pulau tersebut karena rumputnya basah. Untungnya mereka masih sempat berenang dan menikmati
banana boat sebelum menyeberang kembali ke Pulau Jawa.Â
Lagi-lagi saya menemukan potensi wisata yang belum digarap serius oleh pemerintah dan masyarakat. Perlu ada perhatian dari pemerintah baik pusat atau daerah untuk menggerakkan potensi wisata tersebut, tidak hanya sekedar mengalihkan pengelolaan pada swasta yang tak jelas hasilnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya