Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pindang Tetel Kuliner Khas Pekalongan yang Mulai Langka

6 Januari 2018   22:01 Diperbarui: 9 Januari 2018   07:48 2742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang mungkin lebih banyak mengenal Taoto daripada Pindang Tetel sebagai makanan khas Pekalongan. Tidak banyak orang mengenal Pindang Tetel karena memang 'hanya' ada di Pekalongan, lebih khusus lagi di daerah Kecamatan Kedungwuni dan sekitarnya. Beberapa kali saya googling namun tidak menemukan warung yang menjual Pindang Tetel di Jakarta atau kota besar lainnya. Dulu memang pernah ada di Jakarta, tapi karena tidak laku pindang tetel hilang dari daftar menu.

Bentuk Pindang Tetel sendiri agak mirip dengan rawon, tapi kuahnya lebih encer dan menggunakan kluwek sebagai bahan dasarnya. Walau bernama pindang, tapi dagingnya bukan berasal dari ikan pindang tapi dari jerohan/tetelan sapi atau kerbau. Makannya disertai dengan krupuk 'usek' yang digoreng dengan menggunakan pasir. Enaknya memang dimakan tanpa nasi atau lontong, tapi langsung seperti makan bakso tanpa mie. Kuahnya terasa gurih dengan sedikit agak manis rasanya

Pindang Tetel (Kiri) Disajikan dengan Krupuk Usek (kanan) (Dokpri)
Pindang Tetel (Kiri) Disajikan dengan Krupuk Usek (kanan) (Dokpri)
Sewaktu kecil dulu, saat pulang kampung saya selalu menunggu tukang pindang tetel yang lewat depan rumah nenek. Hampir setiap hari saya makan Pindang Tetel sampai bosan. Kadang kalau tidak lewat saya berusaha jalan-jalan untuk mencari warung penjual Pindang Tetel di sekitar kampung. Namun saat pulang kampung kemarin, sudah tidak tampak lagi penjual Pindang Tetel yang bersepeda. Demikian juga warung yang biasa menjual Pindang Tetel sudah tutup. 

Setelah berkeliling di sepanjang jalan Pekalongan - Kedungwuni, saya hanya menemukan dua - tiga warung saja. Itupun rasanya sudah jauh berbeda dengan yang saya rasakan saat kecil dulu, sedikit hambar dan hanya sekedar memuaskan rasa penasaran saja. Bisa jadi konsumennya berkurang sehingga Pindang Tetel kurang laku di pasaran, kalah dengan makanan modern yang mulai menjamur di kampung halaman.

Derasnya arus makanan franchise bisa jadi menggerus pasar makanan khas yang semakin terpinggirkan. Budaya pragmatis turut mempercepat proses kepunahan suatu makanan. Membuat Pindang Tetel cenderung lebih rumit dan tradisional daripada makanan modern yang sudah dibumbui dan tinggal memasak saja.

Bila dibiarkan, lama kelamaan Pindang Tetel akan punah ditelan zaman di tengah arus modernisasi makanan saat ini. Apalagi kuliner jenis ini tidak ada di kota lain, bahkan di kecamatan lainpun di Pekalongan nyaris tidak ada. Alangkah sayangnya kuliner tradisional kita lama kelamaan punah karena tidak ada orang yang mau melestarikannya. Hanya tinggal resep di atas kertas saja yang tersisa. Kalau pembaca ada info warung yang jual Pindang Tetel terutama di Jabodetabek mohon info di kolom komentar, terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun