Seperti biasa setiap libur panjang saya dan keluarga selalu berusaha menyempatkan diri untuk berlibur walau hanya jarak dekat saja. Kali ini saya menyambangi Kawah Darajat yang berjarak sekitar 25 Km dari Kota Garut. Saya sengaja tidak mencari info dari internet biar tambah penasaran, tentu dengan risiko bakal terkena scam mengingat baru pertama kali berkunjung ke kawah tersebut.
Jalan Alternatif Sisi Kalimalang (Dokpri)
Kami berangkat setelah subuh menuju Garut melalui Bandung, dan terpaksa harus menyusuri Kalimalang karena jalan tol macet total hingga KM 53 karena padatnya kendaraan yang hendak liburan ditambah adanya kecelakaan tunggal. Jalanan relatif bagus dan sebagian besar sudah dibeton hingga menjelang Karawang Barat kondisi jalan mulai rusak. Situasi jalan ramai lancar, sesekali macet sekitar 15-20 menit karena ada perempatan tanpa lampu bangjo hingga nyaris tidak ada yang mau mengalah.
Pemandangan Perkampungan di Sekitar Kawah (Dokpri)
Setelah masuk pintu tol Karawang Timur jalanan mulai lancar hingga ke Bandung dengan total waktu tempuh hampir enam jam! Setelah sholat Jumat perjalanan dilanjutkan kembali menuju Garut dengan kondisi lalu lintas lancar, hanya sedikit terhambat di depan pabrik di daerah Rancaekek. Dari Garut kendaraan berbelok ke kanan arah barat menuju Samarang. Sekitar 40 menit kami sampai di sebuah hotel di kawasan Darajat Pass untuk beristirahat sambil berenang.
Pohon Tumbang Menimpa Pipa Gas (Dokpri)
Angin ribut mulai terasa di malam hari sebagai dampak dari siklon Dahlia. Suasana semakin mencekam karena listrik PLN pun mati total seharian hingga esok paginya sehingga harus digantikan genset dengan suara bising yang mengganggu tidur di samping suara angin ribut yang semakin kencang. Paginya dalam perjalanan menuju Kawah Darajat tampak beberapa pohon tumbang, dan satu pohon besar nyaris memotong pipa gas andai tidak segera diantisipasi petugas.
Tukang Ojek Memandu di Depan (Dokpri)
Saya mulai curiga ketika ada seorang tukang ojek memberi aba-aba menepi dan mendekati saya. Dia mengatakan bahwa ini kawasan obyek vital jadi harus dipandu dan ada biaya masuk sebesar 125 ribu per mobil plus pemandu seikhlasnya. Dalam pikiran saya kawasan kawah ini seperti di Dieng yang cukup luas, jadi
worthed-lah dengan biaya sebesar itu dengan jumlah kepala 8 orang (rata-rata sekitar 15.000 per orang). Tanpa pikir panjang saya iyakan saja kemauan orang itu dan saya mulai mengikuti dari belakang.
Papan Penanda Kawasan Cagar Alam (Dokpri)
Papan Penanda Obyek Vital (Dokpri)
Kecurigaan semakin terasa ketika ternyata ada beberapa mobil melintas tanpa pemandu, dan sampai di gerbang kawah tidak ada konter tiket, hanya ada tukang parkir yang memungut biaya masuk. Kawahnya sendiri tidak terlalu jauh dari tepi jalan, hanya sekitar 50 meter saja. Kawah pertama itu yang paling dingin, sekitar 60 derajat saja suhunya. Sementara dua kawah berikutnya bisa mencapai 350 derajat suhunya, bisa membuat telor langsung matang begitu direbus di dalamnya. Pernah ada petugas nyaris tenggelam ke dalam kawah namun dapat diselamatkan dengan kondisi kulit melepuh hampir di seluruh tubuhnya.
Kawah Pertama yang Dingin (Dokpri)
Ada satu kawah lagi di lokasi tersebut namun karena kondisi cuaca dan agak jauh berjalan kaki sehingga kami urungkan niat untuk menuju ke sana. Sesampai di atas, pemandu tersebut tampak diam saja, tidak ada tanda-tanda hendak mengantar ke tempat lain. Demikian juga pengunjung lainnya yang langsung pulang begitu selesai menikmati indahnya kawah. Sepertinya hanya di lokasi tersebut yang kawahnya dapat dikunjungi wisatawan. Selebihnya merupakan objek vital yang terlarang bagi wisatawan karena merupakan kawasan pertambangan gas yang dikelola Pertamina bekerja sama dengan pihak lain.
Kawah Bersuhu Tinggi (Dokpri)
Modus
scam dengan memanfaatkan obyek vital merupakan cara penduduk lokal untuk mencari penghasilan tambahan dengan menjadi pemandu dadakan. Namun melihat lokasi kawah yang diperbolehkan dikunjungi hanya seluas itu, rasanya tidak sepadan dengan nilai uang yang dikeluarkan. Seharusnya ada ketegasan dari Pertamina maupun Kementerian Kehutanan yang mengelola kawah tersebut, apakah memang boleh dikunjungi wisatawan atau tidak.Â
Air Panas Menggelegak (Dokpri)
Bila menjadi objek
wisata seharusnya ada gerbang khusus untuk membayar tiket masuk, apakah di depan pintu masuk kawah atau di jalan masuk seperti di Kaliurang. Namun bila memang tidak diperbolehkan sebaiknya ditutup saja demi keamanan negara, daripada dibiarkan begitu saja karena dapat menjadi preseden buruk bagi wisatawan yang berkunjung ke Garut khususnya Kawah Darajat. Persoalan
scam memang cukup mengganggu wisatawan terutama di negara berkembang. Untuk itu perlu pengelolaan pariwisata yang melibatkan penduduk lokal agar saling menguntungkan semua pihak.
Pemandu di Depan Mobil (Dokpri)
Lihat Travel Story Selengkapnya