Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jadi PNS Harus Pintar-pintar

8 November 2017   10:48 Diperbarui: 8 November 2017   15:05 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Itulah pesan terakhir bos saya sebelum pensiun. Beliau mengingatkan kita bahwa pintar saja tidaklah cukup, tapi harus pintar-pintar. Lalu kita bertanya pintar-pintar seperti apa sih? Beliau cuma tertawa, seperti meminta kita menerjemahkan sendiri apa artinya. Saya harus akui beliau memang hebat, mulai berkarir dari SMA hingga menjadi Kepala Dinas bagi saya merupakan prestasi tersendiri mengingat semakin tinggi jabatan semakin sulit untuk digapai, bahkan oleh seorang lulusan S1 sekalipun.

Saya mencoba menerjemahkan pesan beliau kira-kira seperti ini:

1. Pintar Bergaul

Beliau pernah bercerita kalau pergaulanlah yang membawa beliau pada posisi setinggi itu. Terkadang SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) dalam batas tertentu perlu untuk membuat dia dikenal oleh orang-orang penting. Dengan bergaul kita bisa lebih dikenal orang, dan orang-orang itulah nanti yang akan merekomendasikan kita untuk menduduki posisi tertentu yang lowong. Pintar tapi tidak bergaul sama saja dengan katak dalam tempurung, tidak ada orang yang mengetahui kepintaran kita.

2. Pintar Membaca Situasi

Inilah kemampuan beliau yang jarang dimiliki orang lain. Beliau mampu membaca kapan harus bertindak kapan harus diam sejenak. Beliau juga berusaha untuk tidak ikut terseret dalam satu kelompok tertentu yang sedang berkuasa, walau tetap loyal pada pimpinan. Ketika ada perintah pimpinan namun dirasa bakal menjadi kasus di kemudian hari, beliau berusaha untuk mencari jalan lain sehingga instruksi dapat dijalankan tanpa harus melanggar aturan. Kemampuan ini penting agar kita tidak menjadi korban kebijakan pimpinan yang terkadang tidak mau tahu apa yang terjadi di lapangan. Menurut beliau, banyak orang pintar terjebak arus mengikuti perintah pimpinan tanpa dipelajari terlebih dahulu strategi pelaksanaannya, sehingga akhirnya menjadi korban akibat tidak mampu menerjemahkan keinginan pimpinan.

3. Pintar Bersilat Lidah

Menurut beliau sering ikut rapat dan memberikan pendapat menjadikan kita mudah dikenal oleh orang-orang penting. Kepintaran kita jadi terlihat orang lain dan itu bermanfaat dalam perjalanan karir selanjutnya. Selain itu bersilat lidah diperlukan untuk menghadapi orang-orang yang berseberangan dengan kita atau menghadapi masyarakat yang semakin rewel di era reformasi sekarang ini. Saya kagum dengan kelihaian beliau menghadapi tuntutan masyarakat atau bicara dalam rapat dengan silat lidahnya yang membuat pendengarnya hanya bisa manggut-manggut walau dalam hatinya mungkin belum tentu menerima pandangan beliau.

4. Pintar Mengendalikan Emosi

Terkadang kita harus berhadapan dengan situasi yang mudah memancing emosi baik di kantor atau di lapangan. Disinilah kemampuan mengendalikan emosi kita diuji. Ketidakmampuan mengendalikan emosi dapat membuat nama kita kurang baik di mata pimpinan dan orang lain, walaupun mungkin kita hanya sekedar membela diri dan bukanlah penyebab terjadinya kericuhan. Dalam hal ini beliau hampir tidak pernah terlihat marah, namun tetap menampakkan ketegasan sikap dalam situasi yang memancing emosi. Kadang beliau juga menghindar sementara hingga situasi kembali dingin, baru kemudian diselesaikan permasalahannya. Beliau mengingatkan, banyak orang pintar di instansinya yang karirnya terhambat akibat tidak mampu mengendalikan emosi.

5. Pintar Merangkul Siapapun

Beliau merasa bahwa jabatan yang dipercayakan kepadanya merupakan hasil dukungan dari orang-orang yang pernah dirangkulnya. Tanpa dukungan mereka, mustahil beliau bisa duduk di kursi Kepala Dinas. Cara merangkulnyapun sederhana, hadirlah saat orang tersebut tertimpa musibah, ada undangan pernikahan atau sunatan, mengajak ngopi atau maksi bareng di warteg sambil ngalor ngidul. Tidak harus keluar banyak uang, tapi rebut hatinya, begitu pesan beliau. Beliau pandai melunakkan hati musuhnya hingga menjadi sahabat, walaupun sering ditimpa fitnah sebelumnya.

Itulah mungkin yang bisa saya pelajari selama dipimpin oleh beliau waktu bertugas di Pemda dulu. Banyak suka duka yang dilampaui bersama dan kami merasa kehilangan beliau saat memasuki usia pensiun. Sulit rasanya menemukan orang sehebat dia yang mampu merangkak dari pangkat terendah hingga menjadi pimpinan di sebuah instansi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun