Salah satu motivasi saya pergi ke Jepang adalah melihat puncak Gunung Fuji yang dilumuri salju seperti yang tampak di berbagai foto tentang Jepang. Walau waktu kunjungan terbilang pendek, hanya 5 hari saja, namun saya tetap mengupayakan untuk mampir sekedar melihat wujud aslinya. Awalnya saya tempatkan Fuji sebagai kunjungan di hari terakhir, tapi karena bis ke bandara Narita terlalu pagi (hanya ada jam 4 subuh dan jam 1 siang) terpaksa saya pindah ke hari kedua setelah Tokyo.
Jalan Tol Membelah Gedung Tinggi (Dokpri)
Sakit pinggang yang saya alami di malam pertama tidur di Jepang nyaris memusnahkan mimpi untuk keliling Jepang. Tiket bus pagi yang sudah saya pesan terpaksa hangus karena saya harus tidur setelah subuh untuk memulihkan kondisi akibat nyeri sepanjang malam. Jika sakit pinggang tak kunjung sembuh hingga jam 9 pagi, terpaksa saya harus pulang kembali ke Jakarta karena tiada seorangpun kenalan saya di sini. Saya baru sadar pentingnya asuransi kesehatan dalam perjalanan bila mengalami hal seperti ini.
Pemandangan Pegunungan dari Jalan Tol (Dokpri)
Alhamdulillah, sakit pinggang reda setelah bangun dari istirahat. Setelah mandi saya langsung berkemas dan meninggalkan hotel menuju gedung Tekko tempat
ngetem bus menuju Kawaguchiko. Saya harus beli tiket lagi karena tiket pagi tadi tidak dapat dipakai, untungnya masih ada kursi tersisa. Tak lama bus datang dan langsung mengangkut penumpang dengan tujuan sama. Perjalanan menuju Kawaguchiko ditempuh selama kurang dari dua jam, melalui jalan tol yang sempit diantara bangunan tinggi perkotaan namun mulus dan lancar. Di beberapa titik memang terjadi kepadatan namun tidak sampai macet.
Fuji-Q Higland Tempat Wisata Anak (Dokpri)
Selepas Greater Tokyo, jalan mulai agak berkelok dan menembus terowongan karena melintasi
pegunungan nan hijau. Perjalanan cukup lancar dan bus tiba nyaris tepat waktu di Fuji-Q Highland, sebuah taman bermain anak-anak di kaki Gunung Fuji. Setelah menurunkan sebagian penumpang bus kembali berjalan menuju Stasiun Kawaguchiko sebagai titik terakhir perhentian bus sebelum melanjutkan perjalanan ke Kaki Gunung Fuji. Di sini juga terdapat
Danau Kawaguchiko yang indah, namun mepetnya waktu membuat saya harus melewatkan kunjungan ke
danau tersebut.
Stasiun KA dan Terminal Bus Kawaguchiko (Dokpri)
Sebelum melanjutkan perjalanan dengan bus berikutnya tas saya titipkan di loker otomatis yang tersedia di dalam stasiun. Perjalanan sendiri ditempuh dalam waktu satu jam untuk mencapai Stasiun Subaru yang merupakan titik terakhir sebelum melakukan pendakian. Sepanjang perjalanan, bus menembus hutan dan padang rumput, tapi jarang sekali terdapat bangunan yang terlihat sepanjang jalan. Seperti di Tawangmangu atau Kaliurang, pengunjung Gunung Fuji harus bayar laiknya jalan tol atau karcis masuk. Namun harga tiket masuk sudah termasuk harga tiket bus.Â
Pintu Tol Menuju Gunung Fuji (Dokpri)
Suasana Hutan Saat di Perjalanan (Dokpri)
Di Stasiun Subaru terdapat Museum Gunung Fuji dan di dalamnya ternyata tersedia brosur dalam Bahasa Indonesia. Di sekitarnya terdapat beberapa restoran dan toko suvenir. Ada satu kedai es krim yang unik karena bayarnya melalui coin box kemudian baru diambilkan es krim sesuai pesanan. Sayangnya karena baru memasuki musim gugur, tak ada setetes saljupun menyelimuti Puncak Gunung Fuji. Tampak sekali permukaan
gunung yang relatif gundul seperti padang pasir di Bromo. Ada sedikit rasa kecewa karena tidak menemukan salju abadi di puncaknya seperti yang saya idamkan selama ini. Entah kapan ada waktu lagi saat musim salju tiba bisa berkunjung kembali.
Stasiun Subaru 5th (Dokpri)
Papan Petunjuk Stasiun Subaru Gunung Fuji (Dokpri)
Berhubung tidak mendaki sampai puncak, saya kembali turun ke kota dengan bus yang sama. Namun kali berbeda suasananya karena tiba-tiba ramai penumpang yang hendak turun. Maklum sudah jam dua siang sehingga banyak orang mengejar berangkat sore menuju ke Tokyo. Untung saya masih dapat kursi sehingga bisa kembali beristirahat, takut sakit pinggangnya kembali kumat karena harus menempuh waktu satu jam berdiri.Â
Ketika tiba di Kawaguchiko, saya mencoba mengisi sisa waktu tunggu bus berikutnya untuk melihat danau Kawaguchiko. Akan tetapi di perjalanan, gawai saya sempat jatuh sehingga saya harus kehilangan waktu untuk menemukannya kembali. Mengingat waktu tersisa tinggal sepuluh menit, saya terpaksa mengabaikan keinginan untuk mampir ke danau tersebut.Â
Museum Gunung Fuji (Dokpri)
Titik Ketinggian 2305 m (Dokpri)
Disiplin waktu memang sudah menjadi ciri khas bangsa Jepang. Buspun berangkat tepat sesuai jadwal, tak ada toleransi semenitpun. Beruntung saya bisa kembali ke stasiun sekitar empat menit sebelum jadwal bus berangkat sehingga sempat untuk mengambil tas ransel yang dititipkan di loker. Kali ini saya menuju Stasiun
Mishima untuk menjajal kereta Shinkansen menuju Kyoto, karena lebih mempersingkat waktu ketimbang harus kembali ke Tokyo. Kekecewaan tidak melihat danau Kawaguchiko sedikit terobati karena ternyata bus melintasi danau Yamanakako walau tidak berhenti di situ. Dari kaca jendela tampak danau berwarna biru bersih nyaris tanpa ada kotoran atau eceng gondok, serta airnya juga tenang dan bening.
Danau Yamanakako (Dokpri)
Suasana Jalan Perdesaan Jepang (Dokpri)
Perjalanan ke Mishima sekitar dua jam kurang sepuluh menit perjalanan melalui jalan kecil dengan suasana perdesaan khas Jepang yang tenang dan bersih. Mirip seperti kita ke Lembang atau Batu, namun tidak terlalu ramai kendaraan melintas. Macet baru terasa saat memasuki kota Mishima, namun hanya sebentar karena mengantri lampu lalu lintas saja. Tak berapa lama bus tiba di stasiun Mishima, sebuah stasiun kecil namun dilayani juga oleh Shinkansen.
Lihat Travel Story Selengkapnya