Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menelusuri Jejak Tiga Penjajah di Fort Kochi

4 Juni 2017   22:43 Diperbarui: 6 Juni 2017   08:06 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aspinwall House Peninggalan Inggris (Dokpri)

Kochi atau sebelumnya disebut dengan Cochin adalah sebuah kota yang terletak di selatan India sebelah barat. Kota ini bernilai strategis karena terletak di tepi Laut Arabia dan menjadi pelabuhan utama sejak ditemukannya rempah-rempah oleh penjelajah dari Arab. Kota ini menjadi perebutan tiga penjajah besar yaitu Portugis, Belanda dan Inggris yang silih berganti menguasai kota tersebut seperti diceritakan di sini.

Bandara Internasional Kochi (Dokpri)
Bandara Internasional Kochi (Dokpri)
Setelah menginap semalam di Delhi selepas mengunjugi Agra, esoknya saya terbang ke Kochi untuk menelusuri jejak ketiga penjajah tersebut. Dari bandara Kochi saya menitipkan tas sebelum menuju Fort Kochi dengan menggunakan bus bandara. Perjalanan memakan waktu sekitar satu setengah jam dari bandara hingga tiba di Fort Kochi. Bus berhenti tepat di terminal dekat dengan pantai yang menyuguhkan pemandangan indah pulau-pulau kecil di depannya.

Masjid Juma Calvathy (Dokpri)
Masjid Juma Calvathy (Dokpri)
Kakipun melangkah menuju arah timur di mana terdapat pasar rempah-rempah di Bazaar Road yang berjarak sekitar satu setengah kilometer. Di setengah perjalanan terdapat Masjid Calvathy yang konon telah berdiri sejak tahun 1384 Masehi. Sejenak saya menumpang sholat sambil minum air gratis yang tersedia di dalam masjid. Bangunannya sendiri sudah direnovasi, menyisakan makam tua di belakang masjid pertanda benar bahwa masjid ini telah berusia ratusan tahun. 

Di seberang masjid terdapat bangunan Aspiwall House yang merupakan bangunan peninggalan Inggris. Aspinwall sendiri merupakan perusahaan asal Inggris yang telah berdiri sejak tahun 1863 dan menjadi pengekspor rempah-rempah terbesar di Kochi.

Aspinwall House Peninggalan Inggris (Dokpri)
Aspinwall House Peninggalan Inggris (Dokpri)
Usai sholat saya kembali berjalan menuju Bazaar Road. Sayangnya hari Minggu semua toko tutup sehingga terpaksa kembali ke arah pantai. Sempat mampir sebentar di pelabuhan ferry tujuan Ernakulam, namun karena terlalu lama menunggu kapal, saya urungkan niat untuk menyeberang dan berjalan kembali ke tempat semula. 

Setiba di pantai, terdapat jaring ikan Tiongkok atau China Fishing Nets yang sudah terpasang sejak berabad-abad lalu ketika pendatang dari Tiongkok turut mencari ikan hingga ke Kochi. Konon nama Kochi atau Cochin sendiri berasal dari singkatan Co China atau Seperti Cina.

Pasar Rempah di Bazaar Road Tutup Hari Minggu (Dokpri)
Pasar Rempah di Bazaar Road Tutup Hari Minggu (Dokpri)
Selepas jaring ikan saya menuju arah barat ke Vasco da Gama Square sebagai tanda penjajah Portugis pernah menduduki Kochi. Kondisi tamannya sendiri cenderung kumuh dan tidak terawat, serta dipenuhi oleh pedagang kaki lima. Tak jauh dari situ terdapat pantai Mahatma Gandhi yang menghadap ke arah barat. Saya terus berjalan hingga menemukan lapangan dan sejenak singgah di rumah makan untuk makan siang. Di sekeliling lapangan terdapat beberapa bangunan tua peninggalan Portugis dan Belanda. 

Salah satunya adalah Gereja St. Francis yang merupakan peninggalan Portugis dan Bastion Village yang menjadi peninggalan Belanda. Jadi lengkap sudah jejak peninggalan ketiga penjajah disini.

Jaring Ikan Tiongkok (Dokpri)
Jaring Ikan Tiongkok (Dokpri)
Awalnya saya hendak menyeberang menuju Pulau Vyppin yang terletak di seberang Fort Kochi. Sayangnya bus terakhir ke bandara berangkat pukul 17.30 sehingga terpaksa batal berangkat karena kapal tak kunjung tiba. Sunsetpun terlewatkan karena baru akan mulai sekitar pukul 18.30, padahal cuaca hari itu cerah sekali. Kalau nekad menggunakan taksi biayanya cukup mahal, sekitar 1500 Rupee, sementara menggunakan bus cukup membayar 85 Rupee saja.
Bastion Bungalow Peninggalan Belanda (Dokpri)
Bastion Bungalow Peninggalan Belanda (Dokpri)
Secara umum kondisi Fort Kochi dan pantainya nampak kusam dan kurang terawat. Banyak bangunan kuno yang masih dipertahankan sebagai bagian dari warisan sejarah masa lampau. Di sini juga tersedia restoran halal dan penginapan yang cukup memadai sehingga tidak menyulitkan kaum Muslim untuk berkunjung ke sini. Sayangnya waktu saya terbatas karena malam harinya harus terbang ke Jakarta, jadi Fort Kochi ini hanya sebagai transit semata sebelum kembali pulang.
Vasco dan Gama Square Penuh Pedagang Kaki Lima (Dokpri)
Vasco dan Gama Square Penuh Pedagang Kaki Lima (Dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun