Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyambangi Jama Masjid dan Jejak Islam di Delhi

31 Mei 2017   14:19 Diperbarui: 31 Mei 2017   21:43 1127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Red Fort Delhi Berdiri Kokoh (Dokpri)

Lagi-lagi waktu yang sangat terbatas membuat saya tidak bisa berlama-lama di Delhi. Mendarat di Indira Gandhi International Airport pukul 11.40 membuat saya harus berlari-lari kecil menuju Stasiun Aerotrain agar terkejar waktu shalat Jumat di pusat Kota Delhi. Tak sampai setengah jam, kereta tiba di stasiun Delhi dan langsung menyambung kereta Metro menuju Stasiun Chawri Bazaar karena menurut mbah Google, di situlah letak masjid terdekat dari Stasiun Delhi. Tiba di Stasiun Chawri Bazaar hampir menunjukkan pukul 13.00, saya sudah pasrah ga kebagian Jumat karena waktu Zuhur di sana sekitar pukul 12.20. Keluar stasiun, saya langsung kehilangan orientasi karena berada di perlimaan jalan yang sempit, sementara mentari tepat di atas kepala sehingga menyulitkan membaca arah mata angin.

Semrawutnya Jalan Menuju Jama Masjid (Dokpri)
Semrawutnya Jalan Menuju Jama Masjid (Dokpri)
Sempat celingak-celinguk diiringi teriakan para pengemudi rickshaw yang menawarkan jasanya ke Jama Masjid, akhirnya saya melihat beberapa orang bersarung menuju satu tempat. Saya ikuti saja mereka, dan benar saja, tak jauh dari perempatan tampak menara kecil di antara himpitan ruko-ruko di sepanjang jalan. Masjidnya terletak di atas bangunan salah satu ruko, lantai satu buat toko, lantai dua hingga empat menjadi tempat shalat yang sempit. Alhamdulillah, ternyata baru selesai azan dan mulai khotbah, jadi ga ketinggalan amat. Saya hanya bisa duduk termenung mengingat ceramahnya menggunakan bahasa setempat, sambil sesekali mengutip ayat Quran.

Menara Mini Pertanda Masjid di Tengah Pertokoan (Dokpri)
Menara Mini Pertanda Masjid di Tengah Pertokoan (Dokpri)
Selesai Jumatan, saya kembali ke stasiun besar Delhi untuk menitipkan ransel agar beban berkurang saat jalan-jalan sambil menunggu keberangkatan kereta menuju Agra pukul 17.25 sore. Setelah kembali ke Stasiun Metro dan turun di Stasiun Chandhi Chowk untuk menuju Red Fort alias Benteng Merah. Ternyata lumayan jauh juga kalau berjalan kaki, sekitar satu kilometer menurut peta mbah Google. Tambah sesak lagi berjalan di tengah pedagang kaki lima yang rajin menawarkan dagangannya, serta pengemudi rickshaw yang berebut mengantar ke Red Fort. Kita memang harus supercuek dan berjalan agak cepat sedikit untuk menghindari kerumunan orang-orang seperti itu. Jangan pernah berhenti hingga menemukan tempat kosong karena lengah sedikit saja kita akan dikepung mereka.

Red Fort Delhi Berdiri Kokoh (Dokpri)
Red Fort Delhi Berdiri Kokoh (Dokpri)
Red Fort sendiri merupakan benteng termegah di Delhi yang dibangun oleh Sultan Moghul Shah Jahan seperti diceritakan disini. Luasnya hampir dua kalinya Borobudur dan warna temboknya benar-benar merah bata dan masih tampak kokoh berdiri. Berhubung butuh waktu lebih dari tiga jam untuk mengelilingi benteng, saya hanya sempat mengambil foto beberapa sudut benteng dari pintu masuk sebelah barat. Dengan waktu tersisa, saya bergegas menuju Jama Masjid yang merupakan masjid terbesar di Delhi. Lagi-lagi saya harus berhadapan dengan pedagang kaki lima dan pengemudi rickshaw selepas menyeberang jalan. Setelah minum jeruk seharga 20 Rupee sambil beristirahat sejenak, perjalanan kembali dilanjutkan. Cuaca panas terik membuat tubuh cepat dehidrasi dan keringat membanjiri seluruh tubuh, nyaris tak tersisa buat buang air kecil.

Gerbang Utara Jama Masjid (Dokpri)
Gerbang Utara Jama Masjid (Dokpri)
Setelah menempuh jalan kaki selama 20 menit, akhirnya tiba jualah di depan gerbang Jama Masjid. Dengan tertatih-tatih, perlahan kaki beranjak meniti satu per satu tangga menuju bangunan utama masjid. Sialnya, ketika nyaris lolos masuk masjid, ada orang menegur sambil menagih tiket masuk seharga 300 Rupee. Memang kalau mau gratis sebaiknya masuk masjid saat waktu sholat tiba, tapi apa daya tadi sudah keburu Jumatan di masjid lain, takut tidak terkejar ke Jama Masjid. Alas kaki juga harus dititipkan di penitipan yang terletak di samping pintu gerbang tadi. Siang yang menyengat membuat lantai masjid panas sehingga kaki agak sedikit melepuh menahan panas. Untung di tengah terdapat kolam tempat berwudhu sehingga bisa mendinginkan kaki sejenak.

Selasar Bangunan Utama Masjid dan Orang Tiduran (Dokpri)
Selasar Bangunan Utama Masjid dan Orang Tiduran (Dokpri)
Rupanya bangunan utamanya tidak sebesar masjidnya, hanya sekolom selasar mengelilingi pagar tembok masjid. Selebihnya sholat dilakukan di lapangan yang dikelilingi tembok tadi dan kolam wudhu di tengahnya. Jadi, bisa dibayangkan betapa panasnya shalat tanpa atap di siang hari bolong. Di dalam bangunan utama sendiri banyak orang tidur-tiduran tanpa ada yang berani mengusik, dan tidak ada tanda larangan seperti di masjid lainnya. Di setiap sudutnya terdapat menara dan terdapat tiga pintu masuk utama di tengah antar sudut menara. Para pengunjung bercampur baur antara yang sholat dengan yang hanya berwisata sambil menikmati keindahan arsitektur masjid dan ber-selfie ria. Walaupun bersih, tetap tampak kusam dan agak kumuh, seperti kurang terawat dengan baik.

Kolam Tempat Berwudhu (Dokpri)
Kolam Tempat Berwudhu (Dokpri)
Walaupun berdasarkan kesepakatan saat kemerdekaan kaum muslimin membentuk negeri baru bernama Pakistan, ternyata di Delhi sendiri masih terdapat sekitar 12% penduduknya beragama Islam. Apalagi di perkampungan dekat Red Fort dan Jama Masjid ini sangat terasa kental suasana keislamannya. Di sekitar Jama Masjid terdapat beberapa masjid kecil seperti tempat saya sholat Jumat tadi. Apalagi India pernah dikuasai Kekaisaran Moghul yang banyak meninggalkan bangunan bernuansa Islam seperti Jama Masjid ini, juga Taj Mahal di Agra.

MIhrab Masjid (Dokpri)
MIhrab Masjid (Dokpri)
Tak terasa hampir satu jam saya mengambil foto berbagai sudut yang menarik dari masjid ini. Waktu tinggal tersisa dua jam lagi untuk menaiki kereta jurusan Agra dari Stasiun Delhi. Saya pun bergegas meninggalkan masjid menuju Stasiun Metro Chawri Bazaar tempat sholat Jumat tadi. Lumayan jauh juga jaraknya, sekitar 20 menit berjalan kaki di sisi jalan sempit penuh dengan bajaj dan becak berseliweran diiringi raungan klakson bersahut-sahutan silih berganti. Di sisi kiri kanan berdiri bangunan pertokoan sempit dan kumuh melayani para pembeli yang memburu barang murah, mirip seperti Glodok Jakarta. Sampah berserakan di sana-sini, dan terlihat orang seenaknya tiduran di emperan toko tak peduli lalu lalang manusia tanpa takut terinjak sedikit pun.

Semrawutnya Salah Satu Jalan di Delhi (Dokpri)
Semrawutnya Salah Satu Jalan di Delhi (Dokpri)
Suhu panas akhirnya sirna berubah menjadi dingin kala memasuki Stasiun Metro. Lumayan mendinginkan tubuh yang panas akibat cuaca sangat cerah di atas 35 derajat Celsius. Namun tak lama kenikmatan itu segera berlalu kala keluar dari Stasiun Metro berpindah menuju stasiun kereta api Delhi. Tak ada lagi ruangan berpendingin udara, hanya selasar penuh manusia sedang menanti hadirnya kereta yang mengantar mereka ke tempat tujuan. Sialnya lagi, saat tiba di depan penitipan tas, tutup karena masuk waktu istirahat pukul 16.00 - 16.30. Dengan gontai saya tinggalkan tempat penitipan dan berjalan tak tentu arah sambil menunggu buka kembali.

Stasiun Kereta Api Penuh Sesak Manusia (Dokpri)
Stasiun Kereta Api Penuh Sesak Manusia (Dokpri)
Sepuluh menit kemudian saya kembali dan mengambil ransel yang dititipkan tadi. Saya baru ingat kalau naik kereta di India harus melihat tabel untuk mengetahui tempat duduk kita. Celakanya tidak ada satu pun tempelan kertas KA Telangana Express yang akan saya naiki di papan pengumuman. Dengan tergopoh-gopoh terpaksa saya keluar stasiun untuk mengecek nomor kursi di loket pembelian tiket. Antrean cukup panjang, dan seperti biasa ada yang coba-coba nyela antrean dengan berbagai alasan. Untung saya pun mengejar waktu setengah jam lagi boarding, jadi tak ada alasan untuk melangkahi saya.

Daftar Nama Penumpang dan Nomor Kursi (Dokpri)
Daftar Nama Penumpang dan Nomor Kursi (Dokpri)
Usai dapat nomor kursi, saya kembali ke platform 4 dan kereta tampak sudah siap untuk berangkat. Rupanya lembar kertas berisi nomor tempat duduk ditempel di dinding gerbong kereta. Agak kesal juga tadi jauh-jauh ke loket hanya untuk menanyakan nomor kursi. Tapi sudahlah sesal kemudian tiada berguna, lebih baik langsung duduk manis di kereta tidur kelas 1 sambil menikmati pemandangan di luar jendela. Tak berapa lama kereta pun berangkat tepat waktu, meninggalkan kesemrawutan Delhi menuju Agra tempat bersemayamnya Mumtaz Mahal dalam keabadian.

Salah Satu Sudut Red Fort yang Megah
Salah Satu Sudut Red Fort yang Megah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun