Suatu bisnis didirikan dengan maksud menyediakan sesuatu yang diperlukan oleh manusia dan memperoleh keuntungan atas usahanya. Pemeo yang berlaku di dunia bisnis adalah modal sekecil-kecilnya dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan efisiensi dalam berbagai hal mulai dari penggunaan material, manusia, dan uang (money) seminim mungkin dengan kualitas produk yang semaksimal mungkin.
Di sisi lain, seperti ungkapan ustadz (alm) Zainuddin MZ, perubahan adalah sebuah keniscayaan, dan yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Artinya bahwa suatu produk yang dihasilkan pada suatu masa tertentu memerlukan perubahan baik bentuk fisik, kualitas, maupun fungsi agar dapat terus digunakan pada masa setelahnya, atau bakal terlibas oleh zaman. Telepon merupakan contoh produk yang paling cepat berubah dalam dekade terakhir ini, yang telah menimbulkan banyak korban perusahaan bangkrut karena tidak mampu beradaptasi melawan perubahan.
Demikian pula dengan Toyota sebagai pemasok kendaraan bermotor terbesar di dunia, hampir 10 juta unit pada tahun 2012 (hal. 2). Hal ini tak lepas dari sebuah proses yang dinamakan QCC atau Quality Control System yang telah dijalankan melalui program TPS (Toyota Production System) (hal. 2-3). Program ini mengutamakan perampingan produksi yang meminimalkan waste atau pemborosan yang tidak perlu serta meningkatkan efisiensi dan kualitas produk (hal. 3). Untuk mencapai hal tersebut, maka Toyota lebih mengutamakan membangun kemampuan karyawan sebelum menciptakan suatu produk baru (We Make People Before We Make Product) (hal. 27).
Saya tidak akan membahas atau meresensi isi buku karena kita bisa membaca sendiri bagaimana proses QCC itu berlangsung yang dijelaskan secara gamblang dalam buku setebal 147 halaman tersebut. Namun yang menarik dari diskusi peluncuran buku ini adalah munculnya dua kata yang saya ambil sebagai judul di atas, yaitu kejujuran dan konsistensi. Kedua kata itulah sebenarnya merupakan kunci keberhasilan proses QCC yang dijalani Toyota selama bertahun-tahun hingga saat ini.
Denmark bisa maju seperti sekarang ini karena menganut nilai-nilai kejujuran dalam bekerja. Kejujuran dalam arti bahwa kita tidak malu mengakui ada kekurangan atau kesalahan dalam sebuah proses penciptaan produk yang berpotensi menyebabkan waste.
Proses disini tidak hanya terkait langsung dengan proses produksi, tetapi juga hal-hal lain yang sepintas tidak terkait langsung dengan produksi tapi dengan manusia yang terlibat di dalamnya. Dicontohkan dalam pengelolaan toilet kantor, para wanita ternyata selalu melakukan dua kali flush yang berpotensi memboroskan air bersih. Oleh karena itu setelah dilakukan QCC, ternyata dapat dihemat sekitar 12 Juta Rupiah per bulan untuk pengeluaran air buat membersihkan toilet tersebut.
Selain itu juga dalam proses servis kendaraan yang dahulu bisa memakan waktu hampir empat jam lebih, sekarang bisa menjadi di bawah dua jam. Hal ini tak lepas dari prinsip kejujuran dalam melaksanakan QCC, dimana ternyata ditemukan beberapa penyebab lamanya waktu servis sehingga ada beberapa prosedur yang bisa dipangkas untuk meminimalkan waktu servis, dengan menambahkan alat baru atau tenaga kerja dengan spesialisasi khusus sehingga mempercepat proses pemeriksaan awal sebelum dilakukan penggantian suku cadang.
Suatu proses akan berjalan dengan baik bila dilakukan dengan konsisten, artinya dilakukan secara terus menerus tanpa henti berinovasi. Suatu proses yang terhenti di tengah jalan akan menyebabkan jeda atau kekosongan waktu yang akan dimanfaatkan oleh pesaing melibas bisnis yang kita jalankan.
Banyak perusahaan, terutama di bidang telekomunikasi dan informatika saat ini gulung tikar karena merasa sudah cukup puas berinovasi sehingga berhenti melakukan proses QCC. Padahal kelengahan sedikit saja akan diserobot pesaing yang lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produknya.
Toyota sendiri cukup konsisten dalam melakukan proses QCC yang menghasilkan produk-produk inovatif kendaraan bermotornya. Kita bisa melihat evolusi Toyota KIjang dari model kotak sabun kala pertama kali keluar tahun 1984 hingga berubah menjadi premium melalui model Innova terbarunya, setelah melalui era Kijang Super tahun 1990an dan Kijang Kapsul tahun 2000an.
Demikian pula dengan Avanza yang sudah beberapa kali berganti model, terakhir Veloz walau sempat nyaris terlibas oleh pesaingnya S*z*k* Er*i*a dan H*nd* M*b*li*. Kini untuk menyaingi kedua produk tersebut Toyota mengeluarkan produk Sienta agar tetap mampu bersaing dengan spesifikasi yang hampir serupa.
Terakhir, yang menarik adalah cover buku dan background panggung yang didominasi perpaduan warna merah dan gradasi oranye. Ini menggambarkan sebuah evolusi yang berlangsung perlahan namun pasti melalui proses QCC yang konsisten dan berkesinambungan ditunjang oleh sikap jujur para pelakunya. Semoga proses ini tidak hanya bisa diterapkan di sektor swasta, tetapi juga di sektor birokrasi yang cenderung kaku dan reluktan terhadap perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H