Awalnya kami lewat jalan tol menuju Kadikoy, namun baru setengah jalan, tampak di depan kemacetan luar biasa sehingga kami pindah ke jalan non tol yang lebih lancar. Kasihan juga supir taksi tadi terjebak macet di Bosphorus setelah mengantar saya. Sejam kemudian kami tiba di pelabuhan ferry Kadikoy, dan supir taksinya lebih bersahabat, saya membayar sesuai tarif, 106 TR plus 15 TR untuk tol, dan dia senang sekali ketika saya beri 125 TR tanpa kembali. Sayapun menghubungi Pak Dandy, Konjen RI di Istanbul untuk mengabarkan bahwa saya sudah di pelabuhan. Beliau membalas sms agar saya menuju Taksim karena beliau sedang memantau keadaan di sana.
Sampai di Taksim, ternyata Pak Dandy baru saja meluncur ke Konjen RI, saya diarahkan untuk menyusul kesana. Kondisi Taksim sendiri sore itu mulai tampak ramai seperti sebelum kudeta, tidak ada tanda-tanda kecemasan penduduk dan hanya terlihat beberapa polisi saja berjaga-jaga. Tidak ada penjagaan berlebihan di sana, hanya tiga mobil polisi parkir di sudut taman.
Akhirnya setelah 15 menit berjalan dan sempat sedikit nyasar, saya tiba di depan kantor Konjen RI Istanbul. Saya gedor-gedor gerbang dan berteriak karena pintu sudah ditutup dan kondisi agak panik. Pintu dibuka dan salah seorang staf lokal menghampiri. Saya sampaikan kalau saya dari Indonesia dan mohon untuk ketemu Bapak Konjen. Setelah menunggu sebentar, Pak Dandy langsung menemui saya dan mempersilakan saya masuk. Rupanya di dalam sudah ada beberapa mahasiswa yang tadinya terjebak di bandara Attaturk dan ditampung di Konjen. Selain itu ada seorang lagi ABK kapal pesiar yang juga terjebak menyusul ke Konjen.Â
Saya sendiri masih deg-degan karena hingga pagi tiket yang dipesan adik saya masih pending, hingga akhirnya batal karena KK adik tidak bisa digunakan untuk membeli tiket. Sempat lemas juga mendengar kabar itu, saya langsung cari situs tiket online dan mencari tiket menuju negara yang bisa dimasuki tanpa visa sebelum tiba di Jakarta dengan bantuan akses wifi di Konjen.Â
Akhirnya pilihan jatuh ke Bangkok karena itulah penerbangan paling murah hari itu (MInggu 16/7) dan terjangkau oleh limit KK saya. Saya pilih transit di Bahrain karena paling cepat (14 jam) dibanding Astana atau Amman karena lebih dari satu hari transit. Setelah dapat tiket Istanbul-Bangkok, saya segera pesan tiket Bangkok-Jakarta keesokan harinya (Selasa 18/7) serta menginap semalam di Bangkok.
Padahal beberapa jam sebelumnya jalanan masih macet total akibat hanya satu jalur yang dibuka menuju bandara. Kali ini bandara sudah benar-benar dibuka, walaupun masih tampak demo warga merayakan kemenangan demokrasi. Tidak tampak lagi tank atau kontainer penghalang jalan seperti di bandara Sabiha.