Saya segera menuju halte bus Havatas (DAMRI nya Istanbul) yang terletak 500 meter dari Taksim. Sepanjang jalan tampak sepi sunyi, padahal Taksim tak jauh dari situ. Tidak tampak orang lalu lalang seperti dua jam lalu, hanya terlihat beberapa orang yang punya tujuan sama menuju bis bandara. Kita sama-sama terbengong belum paham apa yang terjadi. Bis tampak berbaris namun semua mati mesin.
Tampak beberapa supir hanya duduk-duduk saja, sementara seorang penumpang warga Turki menanyakan kenapa bis tak mau jalan. Supir hanya menghamparkan dua tangan saja, tanda tak bisa mengantar ke bandara. Sempat bengong selama beberapa menit, saya lihat satu persatu calon penumpang yang menunggu bus mulai beranjak pergi. Karena tinggal sendiri, sayapun memutuskan kembali ke hotel. Jalan tetap tampak sunyi, tak ada tanda-tanda pergerakan orang walaupun tak jauh dari Taksim.
Pukul 12.20 AM
Saya tiba kembali di hotel, dan tampak resepsionis mengamati berita di TV.Ketika saya tanya ada apa, mereka hanya menjawab, stay at your room, everything will be OK. Mereka tidak mau menjawab apa yang sebenarnyaterjadi, bahkan cenderung menampakkan ketidaksukaannya terhadap pertanyaan saya. Sayapun langsung menuju ke kamar dan membuka siaran TV. Benar saja, tampak tentara bersenjata lengkap seperti siaga hendak menembak siapapun didepan matanya, dan itu terjadi di Taksim, tak jauh dari hotel tempat saya menginap.
Tampak presiden Erdogan melalui video call di hape menyeru kepadarakyat Turki untuk turun ke jalan menghadang pemberontak. Lalu bermuculanlah gambar-gambar eksklusif di tv menayangkan rakyat turki yang turun ke jalan danpara tentara pemberontak yang menutup jembatan Bosphorus. Saya hanya bisa menangis meratapi nasib bakal terkurung disini sampai kondisi normal yang entah kapan akan terjadi, sementara pertempuran baru saja dimulai.
Suasana tampak semakin kacau. Desingan peluru mulai terdengar, suara helikopter menggema berkeliling di atas udara Taksim. Saya penasaran cobamelihat keadaan, namun lagi-lagi ditahan penjaga hotel. Lagi-lagi dia cuma bisabilang stay save in your room, everything will be ok. Namun anehnya tak banyak tampak orang lalu lalang di depan hotel. Saya coba mengintip berita TV di resepsionis, namun sekali lagi penjaga hotel mencoba menenangkansambil mengarahkan saya ke kamar.
Sudah tenang saja, kira-kira begitu lambaiantangannya begitu saya masuk ke kamar. Malam itu juga saya coba hubungi KBRI, dan diterima oleh salah satu staf lokal. Mereka hanya bisa mendata nama dan nomor telepon karena sedang sibuk mengurusi rombongan WNI yang terjebak dibandara Attaturk dan meminta saya tetap menunggu di hotel hingga urusan pemulangan WNI selesai.
Sayapun menelpon Jakarta, mengabarkan kondisi sambil menangis tersedu, sambil memohon doa kepada Alloh agar kondisi ini cepat berakhir. Kesedihan semakin menjadi mendengar suara anak-anak menangis di seberang sana, takut tidak bertemu lagi nanti.
Pukul 01.30 AM
Akhirnya saya coba beranikan diri keluar hotel walaupun masih dicegah oleh petugas hotel. Baru separuh jalan menuju gerbang Taksim dan mencoba mengambil gambar, tampak beberapa orang berlarian ke arah saya, sementara bunyi tembakan kembali menggelegar. Sayapun berbalik arah kembali menuju hotel, dan hanya sempat mengabadikan satu foto saja sebelum lari.
Jujur saja, keberanian saya mengambil foto lenyap sejak saat itu. Penjaga hotel mencoba membantu mencek kondisi bandara, dan tampak semua penerbangan di hari Sabtu langsung dibatalkan. Tidak ada penerbangan pada hari itu. Saya langsung lemas dan membayangkan bakal bertahan lebih dari seminggu lagi di Turki.