Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pengalaman Terdampar di Padang Besar

15 Februari 2016   09:55 Diperbarui: 15 Februari 2016   10:12 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah lewat gerbang, seorang Bapak mendekatiku sambil menawarkan jasa menyeberang. Kutolak halus karena kupikir bisa berjalan kaki menyeberang perbatasan seperti di Entikong-Tebedu. Baru saja beberapa langkah, seorang ibu dengan gigihnya menawarkan jasa pengantaran serupa dengan ongkos RM 25 semua. Awalnya kutolak, namun beliau terus setengah memaksa dengan alasan jaraknya jauh dan tak ada orang jalan kaki, nanti dicurigai petugas karena tidak naik kendaraan. Betul juga alasan ibu itu, daripada tidak bisa masuk Malaysia sementara sudah keluar dari Thailand, lebih baik ikuti saja tawaran beliau. "Langsung ke stasiun tak? Kalau langsung 50 Ringgit," Ibu itu menaikkan tawarannya lagi. Ya sudahlah daripada terdampar tak jelas di negeri orang, lagi-lagi kuterima tawarannya.

Apa yang dikatakan ibu calo tadi memang benar. Jarak antar pos perbatasan lumayan jauh hampir satu kilometer dan tak satupun tampak orang berjalan kaki, padahal dari gerbang Thailand tadi sepertinya banyak yang berjalan kaki. Rupanya memang petugas sudah tahu sama tahu dengan mereka para calo pengantaran, sehingga kami tidak lagi diperiksa Polis yang menanti di depan gerbang sebelum masuk ke gedung imigresen Malaysia. Kami hanya turun untuk cap paspor dan hanya ditanya hendak ke mana, saya jawab saja ke Penang untuk liburan. Urusan imigresen lancar, dan barang-barang kami tidak diturunkan dari kendaraan, hanya diperiksa sekilas oleh petugas lain. Selepas imigrasi, ada pemeriksaan Polis kembali namun supir cuma tersenyum dan mereka mengerti sehingga portal langsung dibuka dan sampailah kami di Malaysia dengan aman.

Namun persoalan belum selesai sampai di sini, karena ternyata kereta api menuju Butterworth hanya ada besok pagi, sementara sore ini hanya tersedia kereta langsung ke KL. Matilah kami, pikiranku seketika melayang, bingung hendak kemana lagi. Di halaman parkir tak ada ojek maupun taksi. Hanya ada kereta (mobil) baru datang mengantarkan orang ke stasiun, dan itupun menolak untuk mengantarku dengan alasan tak ada terminal bis di Padang Besar. Rupanya ada dua Padang Besar, satu masuk wilayah Thailand, lainnya masuk wilayah Malaysia. Dan terminal terdekat hanya ada di Changloon yang terletak sekitar 35 Km dari sini. Untunglah sebuah mobil van di belakang juga baru saja antar rombongan bersedia mengantar kami ke kota Padang Besar, selanjutnya dia hubungi temannya pemilik kereta sewa (mobil rental) untuk mengantar kami ke Changloon. Kami ditinggalkan oleh supir tadi di sebuah kedai dengan meninggalkan nomor mobil yang akan menjemput. Sepuluh menit kemudian mobil penjemput tiba dan kamipun langsung berangkat setelah menaruh tas ransel di belakang mobil.

Sepanjang perjalanan terdapat dua kali razia Polis, dan yang dihentikan rata-rata berplat Thailand, sementara plat lokal dibiarkan lolos setelah sang supir hanya tersenyum memandang petugas. Kata supir, razia tersebut untuk menangkal pendatang haram dari arah Thailand. Setelah 40 menit perjalanan, kami tiba di terminal bus Changloon, dan sayapun segera menuju konter bas untuk membeli tiket ke Butterworth. Malangnya, lagi-lagi sudah tak ada tiket ke Butterworth di beberapa loket yang ada. Untungnya pas loket terakhir, saya diantar petugas loket yang menanyakan satu persatu apakah masih ada tiket ke Butterworth. Akhirnya di ujung terminal barulah kami memperoleh tiket bas untuk lima orang setelah berkeliling loket. Untuk menghindari hal yang tak diinginkan, saya konfirmasi hotel saat itu juga, dan mereka siap menunggu kedatangan kami tengah malam nanti.

Karena waktu keberangkatan masih pukul tujuh atau dua jam lagi, kami makan dulu di sebuah kedai tepi jalan. Tak terasa pukul tujuh lewat, sementara bas belum juga tiba. Hati jadi deg-degan lagi takut tiba-tiba dibatalkan, karena masih trauma dengan kejadian siang tadi, apalagi kondisi hari itu yang full booked. Saya kembali memastikan ke petugas loket dan dijawab tunggu saja. Akhirnya setengah jam kemudian bas datang, hati yang sudah panas seperti diguyur es, adem dan tenang. Tapi perjalanan belumlah berakhir, bas sempet ngetem di Alor Setar sebelum melanjutkan perjalanan ke Butterworth, dan sepanjang lebuhraya (jalan tol) kondisi padat merayap dengan kecepatan 30-40 Km per jam hingga menjelang Sungai Petani. Butuh waktu sekitar 3 jam untuk sampai ke terminal terpadu Butterworth. Disebut terminal terpadu karena disamping bas terminal juga terdapat stasiun kereta api dan pelabuhan ferry. Namun jarak dari terminal ke pelabuhan ferry cukup jauh sekitar 300 meter, lumayan berat karena sambil membawa bayi. Bagusnya di ruang tunggu ferry ada tempat duduk khusus jadi tak terasa lelah setiba di pelabuhan. Setengah jam kemudian ferry tiba, kamipun menyeberang selat Penang menuju Georgetown tempat kami menginap. Penderitaan berakhir sudah dan kamipun langsung tertidur lelap setiba di hotel.

Pelajaran yang diperoleh dari peristiwa ini:
  • Pelajari daerah yang akan kita lalui, paling tidak punya gambaran sedikit dari google maps sehingga tidak gelagapan apabila terdampar di suatu kota. Di dekat Hat Yai ada dua pintu perbatasan yang saling berdekatan, yaitu Padang Besar dan Sadao-Bukit Kayu Hitam. Kalau bis dan van biasanya lewat Sadao, kalau kereta api lewat Padang Besar. Jadi kalau kesasar tidak buta peta, paling tidak tahu arah keluar.
  • Di wilayah Malaysia sulit mencari ojek atau angkutan umum jarak pendek, paling mentok ya kereta sewa alias mobil rental. Jadi bila terjadi kondisi seperti ini harus berani bertanya atau sedikit nekat minta tolong antar seperti cerita di atas.
  • Siapkan uang receh dalam Baht maupun Ringgit, bila ada kejadian seperti ini kita sudah siap menghadapinya, dan jangan terlalu pelit untuk kondisi darurat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun