Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mimpi Indah bersama Kereta Tidur ala Thai

3 Februari 2016   07:15 Diperbarui: 3 Februari 2016   16:11 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah kontroversi kereta cepat yang sedang hangat saat ini, ada jenis kereta lain yang masih menjadi mimpi, apalagi kalau bukan kereta tidur atau sleeper train. Dulu pernah ada kereta Bima di zaman orde baru yang menyediakan tempat tidur, namun mungkin karena terlalu mahal, maka jenis kereta tersebut dihapuskan dan diganti dengan kursi eksekutif dengan nama sama. Padahal jarak tempuhnya lumayan jauh dan memutar dari Jakarta melalui Purwokerto - Jogja - Solo menuju Surabaya sepanjang seribu kilometer lebih. Dengan jarak seperti itu, seharusnya kereta tidur menjadi alternatif agar penumpang bisa beristirahat lebih nyenyak.

Sejenak lupakanlah mimpi tersebut dan cobalah menjajal kereta serupa di negeri jiran. Di Malaysia dan Thailand, kereta tidur atau sleeper train masih beroperasi, dan kami beruntung bisa menikmati mimpi indah bersama kereta tidur tersebut. Saat liburan kemarin, kami sekeluarga mencoba naik kereta tidur dari Bangkok menuju Hat Yai (Thailand Selatan). Di sini kereta tidak diberikan nama seperti Bima, Argo Wilis, atau kalau di Malaysia seperti Senandung Langkawi, Senandung Sutera, dan Ekspress Rakyat, tetapi diberi nomor sesuai dengan tujuannya. Untuk ke arah Hat Yai sendiri ada beberapa jurusan, seperti Bangkok - Butterworth (No. 35), Bangkok - Sungai Kolok (No. 37), atau Bangkok - Yala (No. 41). Untuk kereta tidurnya sendiri hanya tersedia pada kereta No. 35 dan No. 37 (kelas 2), sementara untuk kereta tidur khusus (Kelas 1) dengan kamar sendiri hanya pada No. 37 saja. Kami sendiri naik kereta No. 37 dengan kelas 2, karena harga untuk kelas 1 lebih mahal dari pesawat terbang tujuan sama.

Kereta api berangkat dari stasiun Hua Lamphong yang merupakan stasiun terbesar di Thailand, bentuknya agak mirip seperti stasiun Jakarta Kota. Namun untuk urusan kenyamanan dan kebersihan, saat ini Indonesia jauh lebih unggul dibanding negeri tetangga. Di stasiun Hua Lamphong suasananya mirip stasiun kereta jaman dulu, masih banyak orang tiduran di emperan dan di dalam gedung stasiun menanti kereta esok pagi, dan tampak kusam seperti kurang terawat. Orang masih bebas keluar masuk stasiun tanpa ada peron atau pemeriksaan karcis seperti di stasiun kereta api di Indonesia. Soal ketepatan jadwal juga masih ngaret, karena memang sedang ada penambahan jaringan rel di sekitar Bangkok.

Urusan tiket tidak bisa pesan secara online, namun bisa pesan online lewat agen travel yang meminta fee cukup mahal, sekitar 200 Baht per tiket, itupun ridak menjamin dapat tiket walaupun uang diganti penuh bila kehabisan tiket. Berhubung saat itu musim liburan, kamipun pesan tiket lewat agen yang diambil saat tiba disana. Untunglah saat diambil ke kantornya kami masih dapat tiket, dan memang benar penuh saat kami naik kereta, tak satupun tampak bangku tersisa. Untuk kereta tidur, bangkunya diisi satu orang satu bangku permanen yang saling berhadapan dan tidak bisa diubah posisi duduknya. Namun saat malam hari tiba kedua bangku tersebut diubah menjadi tempat tidur atas dan bawah oleh pramugara kereta api. Karena kami berangkat sore hari, bangku masih pada posisi semula, belum diubah menjadi tempat tidur.

Kereta berangkat pukul setengah empat, dua puluh menit molor dari jadwal semula. Kami semua duduk di bangku masing-masing sambil bercanda ria. Namun tanpa disadari, listrik di gerbong kami ternyata mati dan baru terasa saat gelap tiba. Lampu utama dan pendingin udara mati sehingga keadaan menjadi panas dan gelap gulita. Tiba di stasiun Petchaburi, gerbong kami dipindah dari bagian depan dekat lokomotif ke bagian belakang dekat dengan kereta generator untuk dibuat shortcut aliran listriknya. Setelah disambungkan listriknya secara langung selama hampir satu jam, barulah gerbong kami menyala dengan normal aliran listriknya.

Berhubung malam tiba, satu demi satu pramugara mengubah bentuk dari kursi duduk menjadi tempat tidur. Hebatnya, satu gerbong yang berisi sekitar 54 penumpang dikerjakan oleh satu orang pramugara saja! Ukuran tempat tidurnya sendiri memang agak sempit, terutama di atas karena lebarnya kurang sekitar 5 senti dari bagian bawah yang lebarnya hanya sekitar 70 cm saja. Sementara panjangnya tak lebih dari dua meter sehingga hanya cukup untuk tidur dan tas kecil. Sementara tas besar bisa diletakkan di samping kursi. Demi keamanan, barang berharga sebaiknya dibawa ke tempat tidur, tidak ditinggal bersama tas besar, karena tempat tidurnya dilengkapi kelambu yang tertutup saat kita tidur.

Urusan makan di kereta api harganya cukup mahal, sekitar 240 Baht seporsi. Untungnya disini masih diperbolehkan pedagang asongan masuk, sehingga kami bisa memperoleh nasi bungkus dan telor dadar dengan harga 20 Baht saja, tambah air minum 10 Baht per botol. Sangat murah bila dibandingkan harga nasi bungkus di Jakarta yang sudah mencapai di atas 10.000 Rupiah. Namun karena ekspress, kereta api hanya berhenti pada stasiun tertentu saja sehingga belum tentu ada pedagang asongan lagi bila terlewat satu stasiun. Perjalanan itu sendiri memakan waktu hampir 16 jam lamanya dari Bangkok menuju Hat Yai, jadi siap-siap bolak balik ke toilet sambil menahan perut agar tidak buang air besar.

Keretanya sendiri masih cukup nyaman, tidak ada hentakan berarti sepanjang perjalanan. Hanya memang suara kereta apinya masih bising, maklum gerbongnya eks-Korea buatan tahun 1996, jadi sudah hampir 20 tahun beroperasi. Malam itu tidur kamipun nyenyak hingga tak terasa sinar mentari mulai menyingsing di pagi hari. Sekitar jam tujuh pagi, pramugara kembali merapikan tempat tidur menjadi kursi duduk kembali. Kamipun kembali duduk seperti sediakala saat baru naik kereta kemarin sorenya. Pemandangan di luar kereta tampak hijau dan indah, perpaduan perbukitan dan persawahan yang dibelah oleh rel kereta api. Satu demi satu penumpang mulai turun di stasiun tujuan, dan tampak sepertiga isi gerbong mulai kosong.

Sekitar pukul setengah sebelas siang, kereta akhirnya tiba di stasiun Hat Yai yang terletak di wilayah selatan Thailand. Selesai sudah perjalanan panjang membelah semenanjung Kra sepanjang 985 Km diiringi dengan mimpi indah di kereta tidur. Seandainya ada di Indonesia, kami lebih senang menggunakan kereta api dengan tempat tidur untuk berlibur ketimbang membawa kendaraan pribadi yang melelahkan. Semoga PT. KAI dan Kementerian Perhubungan mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali KA Bima yang tersohor dengan tempat tidurnya kala itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun