Alam Papua menyimpan banyak potensi wisata baik alam maupun budaya yang berpotensi menjadi pesona Indonesia. Salah satunya adalah rumahHonai yang merupakan tempat tinggal asli Papua. Saya sendiri berkesempatan untuk mengintip isi dari rumah Honai tersebut saat berkunjung ke Wamena tiga tahun lalu. Waktu itu kebetulan baru saja terjadi penembakan pesawat di Wamena menjelang ulang tahun OPM 1 Desember, jadi agak ngeri-ngeri sedap ketika hendak mendarat di bandara Wamena. Alhamdulillah pesawat mendarat dengan selamat dan kamipun langsung melanjutkan perjalanan ke salah satu lokasi proyek di Wamena.
Selesai meninjau proyek, kebetulan di samping lokasi terdapat rumah adat asli Wamena yaitu rumah Honai. Tanpa menyia-nyiakan waktu, kami sempatkan untuk mampir menengok seperti apa isi dari rumah Honai tersebut yang kebetulan milik ketua adat setempat. Rumahhonai merupakan sebuah blok yang berukuran tidak terlalu luas, berukuran kurang lebih sekitar 10 x 10 meter saja dan ditumbuhi rerumputan serta dipagari kayu setinggi kurang lebih 2 meter. Pintu masuknya hanya satu dan sempit yang hanya bisa dilalui untuk satu anak kecil sehingga harus merunduk untuk bisa masuk ke dalamnya.
Di dalam blok tersebut terdapat dua rumah bulat dan satu rumah panjang serta halaman di tengah yang ditumbuhi rerumputan. Rumah bulat untuk tempat memasak, makan, dan tidur orang tua dan anak-anak. Sementara rumah panjang untuk menyimpan bahan makanan, ranting, serta ternak. Ketiga rumah tersebut dibuat dari kayu yang terdapat di sekitar lokasi serta beratapkan jerami yang tersusun rapi. Posisi rumah bulat berada di dua sudut kiri dan kanan pagar, sementara rumah panjang berada di pagar sebelah kanan.
Di dalam rumah bulat, di bagian bawah terdapat kuali serta tungku untuk memasak sekaligus menghangatkan tubuh. Maklum hawa di Wamena cukup dingin walau di siang hari seperti di Puncak. Kondisinya sendiri agak terlihat sumpek dan gelap sehingga agak menyulitkan mengambil gambar. Boleh dibilang ventilasi udaranya minim sehingga terasa agak berbau apek dan tidak cepat tersedot ke luar. Di bagian atas terdapat tempat tidur beralaskan tikar untuk beristirahat di malam hari. Tampak cukup nyaman walaupun terkesan sempit. Baik rumah bulat pertama maupun kedua isinya hampir sama, hanya beda penempatan saja, satu untuk orang tua, yang lain untuk anak-anaknya.
Di dalam rumah panjang tampak lebih lapang dan luas sehingga dapat menampung anak-anak serta menyimpan perbekalan selama beberapa bulan. Maklum, mereka makan dari hasil bercocok tanam di sekitar rumah, sehingga perlu disimpan agar tidak cepat habis. Selain sebagai tempat menyimpan perbekalan dan kayu bakar, juga terdapat tungku untuk memasak sekaligus menghangatkan badan, serta tempat penyimpanan air untuk cuci. Jadi ketika kumpul keluarga besar, mereka memasak dan makan di rumah panjang ini. Di sini juga tampak jemuran dan gantungan untuk tas dan pakaian. Rumah panjang sendiri beralaskan rumput yang empuk dan beratapkan jerami. Di rumah panjang ventilasinya agak baik karena susunan kayunya agak longgar sehingga udara dan cahaya bisa menembus ruangan.
Setelah menengok satu demi satu rumah Honai serta berbincang-bincang dengan pemiliknya, kami undur diri untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Jayapura. Semoga rumah Honai tersebut dapat tetap terpelihara karena di sekitarnya telah dibangun kompleks perumahan modern yang sewaktu-waktu dapat menggusur keberadaan rumah tradisional tersebut. Rumah Honai merupakan salah satu Pesona Indonesia yang harus dilestarikan agar anak cucu kita dapat belajar sejarah darinya.