Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Orang Kaya Bermental Kere dan Tamak

25 November 2009   11:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:11 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_29695" align="alignleft" width="300" caption="shutterstock"][/caption] Membaca berita hari ini di kompas.com (lihat sumber berita dibawah), membuat hati semakin miris melihat mental sebagian bangsa kita. Orang-orang, yang notabene sebagian diantaranya, dianggap mampu, rela untuk berdesak-desakan, bahkan berani menyewa calo, hanya untuk memperoleh HP seharga 99.000 dari harga normal 299.000. Bahkan saking banyaknya pengantri, copetpun ikut beraksi dan berhasil menggondol HP yang lebih mahal dari yang ditunggu (tulisan disini). Memang harga tidak mengenal kasta, barang murah apalagi bagus akan diburu orang. Yang menyedihkan disini, antri bukanlah budaya lokal, semua orang berebut manakala barang datang dan langsung menyerbu lapak tanpa peduli sekelilingnya, yang berakibat robohnya pagar (berita disini). Sudah itu tidak tahu malu lagi, malah berdemo ke kantor pusat operator seluler penyelenggara, demi tetap memeroleh HP murah tersebut (berita disini). Berdasarkan pengalaman penulis waktu pernah ikut ngantri serupa, ternyata orang-orang kaya menyewa calo atau menyuruh office boy untuk mengantri, dan bukan sekali dua mereka antri, bahkan bolak balik hingga menenteng lebih dari lima HP sekaligus. Jadi bukan semata-mata mencari barang murah, tapi memang ketamakan melupakan untung yang tidak seberapa besar dengan mengorbankan orang-orang di sekitarnya. Wajarlah kalau bangsa ini tidak pernah maju, karena tidak pernah menghargai orang lain. Kita hanya bisa mengorbankan orang lain demi kepentingan sesaat, walau untung tak seberapa. Menyedihkan memang, seperti ketika BLT dibagikan, semua mendadak miskin dan kalau bisa seluruh keluarganya mendapatkan kartu BLT, tanpa peduli ada yang lebih berhak memerolehnya. Sumber berita: disini, disini, dan disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun