Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kurangi Subsidi Hapus Pungli

1 September 2014   20:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:54 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Isu subsidi BBM kembali mengemuka menjelang pergantian pemerintahan di negeri ini. Kurs Dollar yang semakin meroket turut mendorong kenaikan harga minyak yang berimbas semakin tergerusnya anggaran negara untuk mensuplai kebutuhan energi paling pokok selain listrik ini. Seolah tiada alternatif selain menaikkan harga BBM, kita lupa bahwa ada faktor produksi lain yang tidak terukur namun berpengaruh besar terhadap penentuan harga barang.

Salah satu komponen produksi yang tidak tertulis namun berpengaruh besar adalah pungutan liar alias pungli yang masih saja marak walaupun sudah ada sidak Gubernur Jawa Tengah di jembatan timbang beberapa waktu lalu. Mulai dari proses perizinan, pengiriman, hingga penjualan barang, tak bisa lepas dari pungli. Tak heran muncul anekdot kalau barang dari negeri Tiongkok selalu lebih murah karena tidak ada pungli di tengah laut. Sementara bila melalui darat tak terbayang dari Jakarta hingga Surabaya saja, berapa pos pungli yang harus diberi makan. Wajar bila banyak truk melebihkan muatannya, salah satunya untuk menutup ongkos operasional yang tak terduga tadi alias pungli di tengah jalan.

Subsidi bila tak tepat sasaran memang cenderung memanjakan rakyat sekaligus memperberat beban anggaran negara. Demikian juga pungli cenderung memanjakan oknum aparat sekaligus memperberat beban pengusaha dan karyawan serta konsumennya. Jadi alangkah baiknya bila dua-duanya harus dikurangi, bahkan khusus untuk pungli harus benar-benar dihapus agar tidak membebani pengusaha, yang ujung-ujungnya dibebankan kepada konsumen secara langsung maupun tak langsung.

Mengurangi apalagi menghapus pungli memang bukan hal mudah, apalagi bila dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Perlu diupayakan pembenahan dari dua sisi, baik di sisi birokrat maupun sisi masyarakatnya. Dari sisi birokrat harus dimulai dari tingkat pimpinan terlebih dahulu memberikan contoh teladan untuk tidak menarik 'setoran' dari para bawahannya, serta memberikan anggaran operasional yang cukup dalam pelaksanaan pengendalian di lapangan. Setelah segalanya tercukupi, aparat juga harus berani menolak segala macam pemberian dari masyarakat terkait dengan tugasnya di lapangan. Selain itu, berikan hukuman yang berat bagi aparatur yang terbukti melakukan pelanggaran di lapangan terutama pungli kepada masyarakat.

Dari sisi masyarakat, kemajuan teknologi informasi sangat membantu memberikan bukti nyata terhadap pelanggaran yang dilakukan aparat. Tinggal keberanian masyarakat untuk melaporkan bukti nyata tersebut serta adanya perlindungan hukum dan keamanan bagi para pelapor pelanggaran tersebut. Selama ini masyarakat tidak berani melapor, walaupun sudah cukup bukti, karena tidak adanya perlindungan hukum maupun keamanan dari pemerintah.

Oleh karena itu, daripada sibuk membahas pengurangan subsidi BBM semata yang tak kunjung usai, lebih baik dipatok saja prosentase harga subsidi dibanding harga pasar, misal harga BBM subsidi 80% dari harga pasar bahan bakar sejenis. Bila harga pasar naik, harga BBM subsidi pun otomatis naik, demikian pula sebaliknya. Jadi tidak perlu lagi pembahasan bertele-tele yang memancing pedagang mencuri start naik harga barang. Sejalan dengan itu pemerintah baru harus segera memprioritaskan pemberantasan pungli sebagai langkah awal penghematan uang negara. Tanpa penghapusan pungli, jangan harap harga bisa stabil atau bahkan turun, yang terjadi malah inflasi berkelanjutan yang membuat Rupiah semakin terpuruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun