[caption id="attachment_366415" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi: Para penumpang memadati Terminal 1A Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, beberapa waktu lalu. (KOMPAS.com/Yohanes de Britho Neonnub)"][/caption]
Rupanya kemunduran tak hanya terjadi di bidang politik di mana pemilukada dikembalikan lagi kepada DPRD. Sektor pelayanan publik khususnya penerbangan juga terjadi kemunduran, terutama pada tiket salah satu maskapai penerbangan nasional milik pemerintah yang kembali memisahkan airport tax dari harga tiket. Tepatnya mulai 1 Oktober 2014 lalu, semua penerbangan domestik Garuda Indonesia mengharuskan pembayaran airport tax tersendiri di luar harga tiket seperti diumumkan dalam situsnya disini. Padahal hampir selama dua tahun lebih penumpang menikmati kemudahan untuk tidak membayar airport tax terpisah dari harga tiket yang bertujuan untuk mengurangi antrian dan waktu check in. Efisiensi yang diharapkan dari kebijakan sebelumnya ternyata malah tidak diikuti maskapai lain sehingga membuat Garuda terpaksa memutuskan untuk kembali memisahkan airport tax dari harga tiket.
Walaupun di Bandara Soetta airport tax dapat dibayarkan langsung di konter check in, namun tetap saja harus menambah waktu mengeluarkan uang dari dalam dompet. Sementara di bandara lainnya, penumpang Garuda Indonesia harus kembali ikut mengantri pembayaran airport tax, yang terkadang juga ditebengi retribusi Pemda di beberapa daerah, padahal pemerintah sudah berupaya untuk mengurangi pungutan-pungutan lain yang tidak perlu dan tidak terkait langsung dengan pengelolaan bandara. Pungutan tersebut walaupun kecil nilainya, tapi tidak jelas penggunaannya karena pengelolaan bandara sepenuhnya berada di tangan PT. Angkasa Pura I dan II, atau Kementerian Perhubungan untuk bandara perintis atau di daerah terpencil. Beberapa Pemda rupanya sudah mencium kebijakan ini sehingga mereka memberlakukan kembali pungutan yang tidak seharusnya, walaupun disamarkan dengan kata 'sumbangan' tapi sifatnya wajib.
Menyedihkan memang melihat kondisi seperti ini, di mana di negara lain airport tax sudah disatukan dengan harga tiket sehingga penumpang tidak perlu antri lagi untuk membayarnya di konter lain. Penyatuan airport tax dengan harga tiket, di samping mengurangi antrian, juga menghemat biaya cetak stiker airport tax dan mengurangi sampah bekas stiker. Di saat negara-negara lain sedang berlomba-lomba mengefisienkan pelayanan publik, di negeri ini malah sebaliknya. Semoga pemerintahan mendatang lebih peka terhadap kebijakan yang tidak efisien untuk segera dihapuskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H