Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jujurnya Pedagang Makanan di Negeri Tetangga

26 Januari 2015   03:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:22 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14221923461460141135

[caption id="attachment_393219" align="aligncenter" width="448" caption="Kedai Sate Tusuk di Jalan Alor (Kolpri)"][/caption]

Beberapa hari belakangan ini kita dihebohkan posting di sosmed mengenai Siomay Cu-Nyuk yang dikabarkan mengandung unsur babi di dalamnya. Hingga hari ini belum ada klarifikasi dari pemilik siomay terkait dengan dagangannya yang mengandung daging babi tersebut. Demikian pula sebuah merk roti terkenal yang dikabarkan ternyata belum memperoleh sertifikasi halal dan akhirnya mencabut label halal dari produknya. Lepas benar tidaknya informasi tersebut, lagi-lagi kita perlu belajar etika berdagang makanan dari negeri tetangga.

Ketika saya dan istri yang menggunakan jilbab hendak membeli makanan sosis panggang di Jalan Alor, Kuala Lumpur, si pedagang mengingatkan jangan mengambil makanan yang tersaji di barisan bawah. Ambillah yang di barisan pertama karena berasal dari ikan atau barisan kedua yang berasal dari ayam. Demikian pula ketika berkunjung ke kedai terkenal McD***** di Macau, pelayannya mengingatkan untuk tidak memilih paket tertentu karena mengandung babi, saat melihat istri saya menggunakan jilbab. "Why?" tanya saya kepada pelayan. "Cause you're Moslem," jawab pelayan singkat.

Di negeri yang sudah kenyang, pedagang makanan berjualan bukan semata cari duit, tapi lebih kepada passion atau memang keinginan sendiri untuk berdagang. Mereka tidak semata-mata mencari keuntungan, tapi tetap menjaga etika berdagang, tahu mana yang boleh maupun tidak bagi pelanggannya. Di sini, mohon maaf, masih ada pedagang makanan yang berjualan hanya mengejar keuntungan semata, tanpa peduli halal haram bagi pelanggannya. Mereka masih lapar sehingga apapun dilakukan asal laku, seperti mengganti daging ayam jadi tikus, memakai formalin, atau pewarna tekstil, padahal bahan-bahan tersebut jelas sangat berbahaya. Etika berdagang sudah terabaikan, tak peduli pengusaha kecil atau besar. Yang dikejar hanyalah keuntungan materi saja tanpa memikirkan apakah rezeki yang diterima itu halal atau haram.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun