Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tersesat di Manila

24 Februari 2015   23:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:34 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_399149" align="aligncenter" width="252" caption="Kilometer Nol Philipina (kolpri)"][/caption]

Pertama kali mendarat di Manila, kepala langsung geleng-geleng. Betapa tidak, parkir pesawat tidak lagi paralel seperti sering kita lihat di Soetta atau bandara internasional lainnya, tapi berbaris seperti bis di terminal Kampung Rambutan. Masuk imigrasi, ditanya-tanya pekerjaan segala, mana minta ditunjukkan ID card pegawai lagi, padahal sudah jelas di kartu imigrasi tertulis vacation alias liburan. Sudah begitu cuma didata doang, ga ada peninggalan cap sama sekali. Sempat kuatir juga kalau tiba-tiba ditanya pas keluar nanti, tapi biarlah tinggal dijawab aja petugasnya kelupaan mencap. Berhubung keluar di terminal 4, kondisinya lebih parah dari Bandara Husein Sastranegara, sangat darurat dan hanya terdapat dua konter imigrasi saja.

[caption id="attachment_399137" align="aligncenter" width="448" caption="Antrian Pesawat Seperti Bis (Kolpri)"]

14247695791647069864
14247695791647069864
[/caption]

Seperti dibaca di blog sebelum berangkat, stoplah taksi di luar bandara supaya dapat murah. Benar saja, setelah menukar uang dengan makan malam di resto cepat saji, ongkos dari bandara ke Ermita tempat saya menginap cuma 130 PHP saja, digenapkan jadi 200 PHP karena ga ada kembalian. Jauh lebih murah kalau naik taksi resmi dari bandara sebesar 350 PHP. Saya memilih menginap di daerah Ermita karena dekat dengan Rizal Park dan Intramuros, landmark-nya Kota Manila. Di Rizal Park terdapat miniatur pulau-pulau Philipina seperti di TMII. Tapi tetap saja Monas jauh lebih besar dan megah ketimbang taman Rizal yang menjadi ikon wisata Manila. Sebenarnya serba tanggung sih mau jalan kaki atau naik tricycle, semacam bentor untuk menuju Intramuros, namun karena takut tertipu, mending jalan kaki biar tetap sehat.

[caption id="attachment_399138" align="aligncenter" width="448" caption="Miniatur Philipina (kolpri)"]

14247696381323389864
14247696381323389864
[/caption]

[caption id="attachment_399148" align="aligncenter" width="448" caption="Rizal Monument yang Dijaga Dua Tentara (Kolpri)"]

14247711631823511524
14247711631823511524
[/caption]

Setelah berjalan kaki dari Rizal Park selama 15 menit ke arah utara, sampailah saya di gerbang Intramuros. Mirip-miriplah dengan Jokteng di Jogja, dimana dulunya merupakan kota di dalam benteng. Bedanya, disini tembok bentengnya masih utuh dan tidak boleh dibangun apapun di tepi benteng. Di dalam benteng tersebut terdapat bangunan-bangunan tua seperti gereja dan perkantoran yang masih tetap dipertahankan bentuknya. Sementara di ujung benteng terdapat Fort Santiago yang merupakan pos penjagaan tentara Spanyol di tepi sungai Pasig. Untuk masuk ke dalam Fort Santiago kita harus bayar 75 PHP alias 23 Ribu Rupiah saja. Di dalam terdapat jejak kaki Jose Rizal menjelang pelaksanaan eksekusi. Tidak ada yang terlalu istimewa di seputaran Rizal Park dan Intramuros kecuali bangunan bersejarah dan patung-patung para pahlawan Filipina. Hanya di Rizal Monument dijaga ketat oleh dua orang tentara dan tidak boleh mendekat ke tepi tugu.

[caption id="attachment_399140" align="aligncenter" width="448" caption="Gerbang Intramuros (Kolpri)"]

14247696671227136344
14247696671227136344
[/caption]

[caption id="attachment_399141" align="aligncenter" width="448" caption="Gereja Katedral Manila (kolpri)"]

14247697291875040590
14247697291875040590
[/caption]

Kejadian seru justru saat hendak sholat Jumat di Golden Mosque. Kalau lihat di peta sih jaraknya sekitar 2,3 Km dari hotel, tapi karena panas dan ga tahu rute angkot serta takut ditipu ojek, terpaksa saya jalan kaki hampir sepanjang 2 Km. Tapi karena terlanjur lelah dan azan sudah terdengar, terpaksa saya stop tricycle yang sedang lewat. Untungnya mau ditawar dari 90 menjadi 60 PHP alias 19 Ribu Rupiah. Ternyata dari tempat naik tricycle ke masjid tidak terlalu jauh, dan rupanya masjid tersebut terletak di Quiapo yang merupakan terminal Jeepney, padahal di depan hotel banyak Jeepney jurusan Quiapo lewat. Quiapo sendiri merupakan perkampungan Muslim di Manila sekaligus pusat perdagangan seperti di Senen. Di sini juga bisa cari oleh-oleh asal bisa nawar karena harganya relatif murah dibandingkan di Mall of Asia.

[caption id="attachment_399142" align="aligncenter" width="448" caption="Golden Mosque (kolpri)"]

1424769804857669392
1424769804857669392
[/caption]

[caption id="attachment_399143" align="aligncenter" width="448" caption="Demo Bangsa Moro (Kolpri)"]

14247698401696883377
14247698401696883377
[/caption]

Setelah Jumatan, sempat terjadi demo yang ditandai orasi oleh salah seorang demonstran asal Mindanao. Berhubung ga ngerti apa yang disampaikan dalam bahasa Tagalog, saya langsung ngacir hendak ke terminal bis menuju Alaminos. Disinilah saya mulai kesasar. Saat baca peta, terminal bisnya ada di daerah Araneta, Cubao, lalu saya stoplah Jeepney dan tanya supir apakah menuju Araneta. Beliau mengangguk dan saya langsung naik. Disini cara bayarnya unik, penumpang mengoper uangnya sambil mengatakan 'bayarpo' ke supir. Ternyata kata tersebut sama artinya, bayar angkot. Jeepney disini hampir mirip dengan mikrolet di Jakarta, hanya disini warnanya bebas dan ukurannya lebih panjang serta naiknya dari belakang. Dan yang lebih penting adalah tersedia tempat sampah sehingga tidak perlu buang kotoran sembarangan di dalam Jeepney. Sebenarnya bisa saja naik MRT, namun stasiunnya agak jauh dari Quiapo dan padat penumpang pula, lagipula saya ingin merasakan sensasi naik Jeepney di Manila.

[caption id="attachment_399144" align="aligncenter" width="448" caption="Jeepney Ngetem Rebutan Penumpang (Kolpri)"]

14247699711427847731
14247699711427847731
[/caption]

Jalanan di Manila hampir sama seperti di Jakarta, macet padat merayap. Dan penyebabnya juga sama, Jeepney ngetem nyari penumpang dan lampu merah. Begitu lewat pos ngetem, jalanan lancar sudah. Tapi pas nge-track di google, koq agak menjauh dari Araneta. Akhirnya saya turun di sebuah perempatan yang kebetulan ada tulisan Araneta Center. Di situ saya tanya calo yang teriak-teriak di tepi halte, dan dia menjawab dalam bahasa Tagalog, dikira saya Filipino, padahal sudah bertanya dalam bahasa Inggris. Untung dibantu mbah google maps jadi kita naik angkot lurus sampai perempatan EDSA, terus turun ganti naik bus menuju terminal. Di bus lagi-lagi saya ditagih ongkos dalam bahasa Tagalog, padahal sudah dijelaskan kalau saya bukan Pinoy. Akhirnya dia menyobek karcis dan menunjukkan angka 12 PHP, barulah saya bayar. Di sini bis kota ada yang AC atau biasa, tapi pintu masuknya cuma dari depan saja.

[caption id="attachment_399151" align="aligncenter" width="448" caption="Tempat Sampah di Dalam Jeepney (Kolpri)"]

1424771264282805124
1424771264282805124
[/caption]

Di sini terminalnya juga aneh, setiap perusahaan bus punya terminal sendiri-sendiri dan letaknya berdekatan satu sama lain di daerah Cubao. Sebenarnya ada juga sih terminal bis umum, tapi hanya untuk tujuan lokal saja. Menurut googling, naiklah Victory Liner atau Five Star kalau hendak ke Alaminos. Kondisi busnya mirip di Indonesia, seat 2-2 ber-AC, hanya tidak ada pintu belakang kecuali pintu darurat. Bayarnyapun di atas bis walaupun ada sebagian rute bisa dibeli di loket. Kondisi terminalnya sendiri mirip pool bus S***r J**a di Tambun, ada ruang tunggu dan kantin serta toilet. Disini tidak usah bingung cari toilet pria, karena diatasnya ada tulisan Lalaki.

[caption id="attachment_399154" align="aligncenter" width="448" caption="Terminal Bis Victory Liner (kolpri)"]

142477159035333423
142477159035333423
[/caption]

[caption id="attachment_399155" align="aligncenter" width="448" caption="Bus Victory Liner (kolpri)"]

14247716242077966830
14247716242077966830
[/caption]

Secara umum, kondisi Manila hampir sama seperti kota-kota besar lainnya di ASEAN seperti Bangkok dan Jakarta, ramai dan macet. Namun bedanya jalanan di sini relatif teratur, bentuk jalannya seperti jaring laba-laba sehingga mudah untuk ditelusuri kalau tersesat. Beda dengan Kuala Lumpur, Jakarta atau Bandung yang bentuk jalannya ruwet sehingga susah dihapal. Lagipula orang sini agak ramah dan mau menjelaskan kalau kita kesasar, beda dengan negara lain yang cuek asal tunjuk arah saja. Mereka juga sebagian besar cukup fasih berbahasa Inggris karena bekas jajahan Amerika. Namun karena wajah kita mirip mereka, walaupun saya sudah berusaha menjelaskan dalam bahasa Inggris, tetap saja mereka menjawab dalam bahasa Tagalog. Saya cuma bisa meraba kata-kata yang mirip seperti bayar, terminal, bus, ramai, itu saja. Tarif angkutan umum juga murah (bis AC cuma 4000 Rupiah untuk jarak dekat, Jeepney 3000 Rupiah untuk jarak jauh) walaupun bensin mahal (sekitar 12 Ribu Rupiah per liter).

(bersambung)

[caption id="attachment_399156" align="aligncenter" width="448" caption="Patung Cory dan Ninoy Aquino (kolpri)"]

14247717202042710992
14247717202042710992
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun