"sudah tahu akan bertemu tanjakan yang seakan tanpa ujung, capek, tidak nyaman, kaki serasa putus, tapi entah kenapa aku mengulangi kembali untuk ikut lari-lari ke perbukitan."Â
Hari itu tanggal 24 Agustus 2019, kami sudah sepakat dengan tujuan kami, Puncak Palasari yang berada di ketinggian 1852 mdpl. Baru kali itu aku mendengar namanya, belum lagi membayangkan ketinggiannya saja sudah malas, apalagi harus melangkahkan kaki sampai ke puncak.
Sebagai pemula tentu ada saja pikiran yang mencemaskan, sanggup tidak aku mengikuti rute sepanjang 25km dengan tanjakan yang seolah menjadi teman dalam perjalanan. Mengingat kami akan memulai perjalanan pada ketinggian kurang lebih 900mdpl menuju 1852 mdpl. Artinya kami akan melangkahkan kaki menuju ketinggian 900mdpl lebih. Belum lagi muncul rasa ragu akan kondisi fisik.
Minggu sebelumnya aku juga melakukan aktivitas yang sama dan alhasil kedua kaki menjerit minta berhenti ketika sampai di km 18. Kram di bagian betis dan paha kaki sebelah kanan membuatku hanya sanggup berjalan sampai tempat kami memulainya.
Pengalaman itu membuatku sedikit ciut, tapi paling tidak aku telah melakukan beberapa persiapan untuk meminimalkan beberapa resiko selama perjalanan. 1,5 liter air minum tersedia dalam rompi lariku, cairan garam dalam botol kecil juga aku sertakan. Ya rasa khawatir sebelumnya harus aku jawab dengan kesiapan.
Alarm di ponselku menyala pukul 4.45, cukup untukku bersiap hingga dijemput seorang kawan jam 5.30. Setengah jam waktu yang cukup untuk sampai di tempat berkumpul kami nanti. Jam 6 aku sudah berada di kawasan parkir taman hutan rakyat atau biasa disebut TAHURA, tempat kita bertemu sebelum memulai acara hari itu. Cukup lama aku dan beberapa kawan menunggu yang lainnya. Akhirnya sekitar jam 7 kurang, 10 orang sudah berkumpul siap memulai petualangan seru hari itu.
5km pertama adalah rute yang tidak asing bagi orang Bandung yang gemar bersepeda atau sekedar hiking. Rute yang biasa dilalui wisatawan jika hendak berkunjung ke Tebing Keraton, kawasan wisata yang berada di ketinggian dan kita dapat langsung melihat keindahan alam yang menakjubkan. Berfoto diatas batu menghadap ke pemandangan perbukitan adalah ciri khas yang hampir tak terlewatkan oleh wisatawan.
Kami memulai petualangan ini dengan berjalan kaki, sekaligus pemanasan buat kami. Udara pagi itu cukup membuat telapak tangan seperti menyentuh air dingin, cukup dingin dan matahari belum sepenuhnya menyapa kami dengan kehangatan sinarnya. Kami berjalan sambil membiasakan kaki dahulu. Jalanan dari tahura sampai tebing keraton saat ini sudah begitu memadai, tidak hanya mobil, bus pariwisatapun kerap melintas di kawasan ini.
Para pesepeda juga mulai berkeliaran di rute ini, karena rute ini dinilai pas bagi mereka pecinta tanjakan. Terdapat dua tempat pemberhentian yang terkenal bagi para pesepeda, pertama warung nangka (walaupun tidak menyajikan nangka dalam dagangannya) dan warung bandrek, warung yang menjual minuman bandrek khas Jawa Barat.
"Lari kecil, jalan, lari lagi dan jalan lagi"