Mohon tunggu...
Diyah Arum
Diyah Arum Mohon Tunggu... -

aQ suka sekali menulis,,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

~ Kerelaan Aruni ~

8 November 2012   20:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:44 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13523876201226068995

… Kerelaan Aruni …

" Apa kabar, Ar ? Apa kau sehat ? Wajahmu semakin tirus dan pucat. Apakah aku masih menyisakan duka di hatimu ?"
Bimo menegur Aruni. Aruni terdiam, hanya tatapan kosong tanpa expresi di wajahnya yang bulat. Padahal Bimo sudah memberikan senyum termanisnya, yang dulu pernah membuat Aruni mabuk dibuatnya.

" Ar, jawablah pertanyaanku..."
Bimo membujuk Aruni. Ia meraih telapak tangan Aruni, diusapnya tangan Aruni, lalu dengan lembut Bimo menciumnya.
" Ar, maafkan aku..." sekali lagi Bimo memaksa Aruni bersuara. Ia menggenggam erat tangan Aruni, kekasihnya,, dulu.
" Aruni, aku tak menyangka, bahwa keputusanku untuk memintamu pergi dan melupakan aku, akan berakibat seperti ini. Maafkan aku, Aruni..." Bimo menghela nafas dalam-dalam.
" Sekarang aku menyadari, besarnya cintamu kepadaku. Tapi sepertinya sudah terlambat. " Bimo meremas telapak tangan Aruni.
" Tapi Ar.. Aku benar-benar bimbang dengan hubungan kita. Aku sudah lelah dengan sepak terjangmu. Aku lelah menghadapi sikapmu. Kau pemberontak. Kau tak pernah mengikuti apa kataku...atau apa yang aku mau."

Aruni diam... Perlahan air matanya luruh, membasahi pipinya.

" Ar, bicaralah. Aku mohon, Ar.. " Bimo memeluk tubuh Aruni.

Bahu Aruni bergetar. Pecahlah tangis Aruni. Sesaat kemudian... Aruni menghentakkan tangan Bimo yang memeluknya hangat.
" Pergi kau, Bimo ! Aku tak lagi membutuhkanmu. Walaupun dalam hati aku menginginkanmu. Bahagiamu bukan denganku. Aku sadar, siapa aku. Jangan lagi kau pinjamkan bahumu padaku. Atau jemarimu menghapus air mataku. Jangan lagi membuat aku jatuh cinta padamu, lagi dan lagi. Jangan Bimo,, aku mohon..."

Aruni tertunduk lesu. Jemari tangannya mengusap air mata yang kesekian kalinya terpaksa terkuras lagi karena Bimo.

" Pergilah Bim.. Aku tak ingin menahanmu lagi kali ini. Kau tahu, aku benar-benar mencintaimu. Tapi, pergilah... Mungkin kita memang tidak berjodoh." Tubuh Aruni menggigil, menahan amarah dan kekecewaan. Bimo lelaki yang dicintainya, lelaki yang didambakannya, harus ia lupakan.

Bimo membungkukkan badannya. Ia meraih kembali tangan Aruni.
" Aruni... Dengarkan aku. " Bimo terdiam. Ia tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Kilatan mata Aruni menghujamnya.
Sakit dan kemarahan Aruni terlihat di sana.

Aruni menarik tangannya. " Pergilah,, Bimo. Aku merelakanmu. Jauhi aku. Kita memang berbeda, harusnya aku menyadari sebelum aku benar-benar jatuh cinta kepadamu. Aku anggap, ini hanya intermezo kita. Pergilah..."
Aruni memalingkan wajahnya. Menyembunyikan kesedihannya.

Bimo berdiri, sebelum ia beranjak pergi, " Jaga dirimu Aruni. Semoga kebahagiaan dan kebaikan akan selalu bersamamu. Jika ada kabar tentangmu atau keluargamu, tolong kabari aku. Aku mohon..."
Lalu Bimo berjalan meninggalkan Aruni.

Aruni menatap punggung Bimo, lelaki yang merajai
hatinya. Bimo pergi. Meninggalkan kenangan untuk Aruni. Aruni menarik nafas dalam. Matanya terpejam. Ia menggumam, " Ya Rabb,, jangan pernah KAU buka lagi hatiku untuk siapapun. Amiin..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun