Buncil melanjutkan pekerjaan. Dan memaksa diri membuat lengkungan manis bibir naik seperti pisang masak saat melihat wajah bunda temannya.
Tiba-tiba dia ingat wortel yang dibawa dari rumah. Segera dia mencarinya.
Astaga... dia tidak menemukan wortel dan kentang yang ditaruhnya di pagar halaman rumah Asri. Dia menahan air mata untuk tidak menerobos dari celah kedua mata. Asri datang melihat Buncil di rumahnya, hati kelinci imut itu senang.
"Hai Monyet. Kamu sedang apa di sini, kenapa tidak masuk ke rumah."
Monyet keriting itu menceritakan alasannya datang. Asri, kelinci yang berbulu lebat, putih dan bersih itu pun ikut bersedih.
"Sabar, ya. Mari masuk ke dalam. Bukankah Bunda juga sedang masak, ayo kita bawakan seledri ini masuk. Aku juga membawa pisang dari kebun Kakek."
"Wah, pisang?"
Mata monyet pendek itu berbinar-binar. Dia berpikir, andaikan Ayahnya bisa makan sup, dia pasti akan merasa bahagia juga jika bisa makan pisang. Diusap air matanya.
"Asri, ayo ajak Buncil makan. Masakannya segera siap. Hidangkan makanan lain yang kau bawa, Nak." Asri masuk ke dapur, terdengar mereka berbisik. Dan suara Asri, "Bunda, kenapa tidak bertanya dahulu."
**
Selang beberapa menit kemudian, Asri membawa sebuah bungkusan. Dia menitipkan sesuatu untuk orang tua Buncil si monyet pendek berambut keriting. Sesampai di rumah dia meminta maaf. Dan ketika membuka bungkusan yang dibawanya, begitu terkejutnya mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H