Dian Rosie, No. 92
Â
[caption caption="DR Photography"][/caption]
Â
Â
Belalang Berkaki Buntung
Â
Namanya Belalang, hidup bersama ibunya pada sebuah rumah yang terbuat dari dua buah daun ilalang yang menempel kedua sisinya. Suatu hari dia menangis sepulang bermain. Dia melihat ibunya memotong daun ilalang. Mendengar suara tangis anaknya, Sang Ibu khawatir.
"Kenapa anakku, Sayang?" tanyanya
"I... bu, aku takut se... ka... li..., aku dan teman-teman dimasukkan ke dalam air kuali, temanku yang berada di bawah kaki tenggelam. Ibu, a... ku... langsung berdoa semoga bisa bertemu ibu lagi," Belalang bercerita dengan wajah ketakutan, "tiba-tiba kudengar Manusia Gemuk yang menangkap kami menggerutui ayam yang masuk dapur. Ayam itu tiba-tiba menjatuhkan bilahan kayu dan menimpa kuali wadah tempat kami akan dimasak. Dia terus saja menggerutu, kami-pun segera meloloskan diri, terbang. Ibu, a... ku... takut!" Belalang ingin melompat, namun tidak bisa melakukannya.
"Itu tidak akan terjadi lagi, Nak.... Apalagi jika kamu menjaga dirimu, lebih berhati-hatilah mulai sekarang." Ibu Belalang meneteskan air mata, dieluslah punggung anaknya, berharap supaya hatinya juga tenang karena kejadian yang menakutkan. Bagaimana jika Belalang tidak meloloskan diri dari Manusia Gemuk yang diceritakan anaknya? Dia khawatir kehilangan Belalang.
"Iya, Ibu. Ibu, lihatlah paha dan kakiku sudah tidak ada lagi...."
Belalang menangis, memeluk erat ibunya. Mereka berpelukan lama. Sambil menunggu tangis anaknya reda, dia mengelus dada. Diluruskan bagian sayap yang robek, kemudian dijahit menggunakan urat daun ilalang.
"Ibu, apakah aku bisa terbang lagi? Apa kakiku akan tumbuh lagi?" tanyanya
Sang ibu berusaha menahan air mata. Pertanyaan Belalang tidak dijawab. Dia malah menyuruh Belalang menaiki punggungnya. Entah, akan dibawa ke mana. Dalam perjalanan, belalang mendengarkan ibunya bercerita tentang rumah baru mereka. Perasaan Belalang menjadi terhibur. Sampailah mereka ke tepi sungai. Sebuah rumah berpemandangan indah, ada banyak bunga yang mekar di sana. Aromanya sangat wangi. Warnanya putih berseri. Itulah, melati. Ibunya berjanji akan membawanya ke rumah baru setiap daun mulai mengering atau ketika pemangsa mulai mengintai. Selain itu, dia diingatkan Sang Ibu untuk tidak khawatir meski tidak memiliki kaki, karena sayapnya bisa pulih dan bisa digerakkan jika selalu makan yang sehat juga berolahraga.
"Baikah, Ibu. Aku akan membantu memotong dedauan dengan gigiku ini. Aku akan berolahraga dan makan banyak supaya sehat, kuat, sepertimu, Ibu. Aku akan menjadi belalang jantan tangguh, bukan? Doakanku selalu ya, Bu."
Wajah Belalang berubah, yang tadinya pucat menjadi berseri karena perkataan sang ibu. Akhirnya mereka pun tinggal di rumah baru, setiap pagi mereka minum air embun dan juga memotong dedauan sebagai makanan sehari-hari. Saat mereka terbang selalu sambil bernyanyi.
"Kami belalang, belalang terbang...
Terbang ke sana, terbang ke mari...
Menjaga diri, berhati-hati!"
Tamat
Â
NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
http://m.kompasiana.com/androgini
Â
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community
Â
https://m.facebook.com/groups/175201439229892?refid=27
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H