Budaya Positif
Oleh
Diyana Fitriyah
Pendidikan merupakan hal yang esensial dalam kehidupan manusia. Pendidikan membuat seseorang memiliki bekal untuk menjalani kehidupan dan mewujudkan impiannya. Pendidikan tidak hanya tentang materi ilmiah saja tetapi termasuk tata krama dan budaya positif. Selain menjadi bekal bagi kehidupan pribadi, pendidikan juga menjadi bekal bagi generasi penerus bangsa.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan haruslah holistik, mencakup aspek fisik, intelektual, emosional, dan spiritual. Ia percaya bahwa pendidikan bukan hanya tentang pemberian pengetahuan akademis semata, tetapi juga melibatkan pengembangan kepribadian dan karakter individu.
Dalam era digitalisasi dan teknologi informasi yang terus berkembang, pendidikan di Indonesia juga perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Integrasi teknologi dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan aksesibilitas dan efektivitas pendidikan.
Pendidikan di Indonesia adalah investasi masa depan bagi bangsa ini. Dengan menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama serta menjalankan prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran menurut Ki Hadjar Dewantara, diharapkan Indonesia dapat melahirkan generasi yang cerdas, berdaya saing, dan mampu menghadapi tantangan global di masa depan tanpa meninggalkan kodrat mereka.
Budaya positif di sekolah ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan- kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Sekolah sebagai institusi pembentukan karakter pada anak menjadi peluang bagi  sekolah terutama guru sebagai pendidik dalam membangun budaya positif di sekolah
Sekolah idealnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi murid. Hal ini sejalan dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu pembelajaran di sekolah harus dapat membawa murid memperoleh kebahagiaan setinggi-tingginya melalui merdeka belajar.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan membangun budaya positif.
Akhir- akhir ini banyak sekali masalah yang muncul di publik tentang bulliying, tentang hukuman, maupun tentang prilaku tidak disiplin di sekolah yang cukup menyita banyak perhatian, tentu hal ini tidak bisa kita selesaikan sendiri melainkan perlu berkolaborasi dan bersinergi dengan semua elemen pendidikan di sekolah dan seluruh pemangku kebijakan dalam dunia pendidikan untuk bersama-sama terus menumbuhkan dan menyuburkan budaya positif di semua elemen sehingga terwujud murid yang merdeka.
Disiplin yang kuat adalah syarat utama mencapai kemerdekaan, Dalam konteks pendidikan untuk menciptakan murid yang merdeka diperlukan disiplin yang kuat
Yaitu disiplin diri dan motivasi internal. merdeka menurut Kihajar Dewantara adalah tidak hanya terepas dari perintah akan tetapi cakap memerintah diri sendiri. Diane Gossen dalam teorinya disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada suatu tujuan yang dihargai dan bermakna. sebagai pendiidk kita sebaiknya menerapkan cara yang lebih positif ketika meminta murid melakukan sesuatu tanpa harus dipaksa, hal ini bisa dilakukan dengan  mengajak atau mendrong murid melakukan kegiatan yang membuat mereka senang, membantu murid menemukan inspirasinya, membuka ruang dialog dengan murid.
Menurut James Q Wilson dalam bukunya The Moral Sense menyebutkan  bahwa seseorang menunjukkan prilaku tertentu karena dilatar belakangi oleh tiga level motivasi yaitu menghindari rasa sakit atau hukuman, mendapatkan penghargaan dan penghormatan, dan mengharai diri sendiri. Selain setiap manusia mempunyai cita-cita untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Dalam teory choice yang disampaikan oleh Glasser bahwa setiap manusia mempunya 5 kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan bertahan hidup (survival), kebebasan (freedom), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), penguasaan (power), kesenangan (fun).
Setiap orang pada dasarnya selalu berusaha memnuhi kebutuhannya dengan berbagai cara bahkan ada yang melanggar peraturan. Hal ini juga sama dengan siswa, bahwa siswa mempunyai kebutuhan dasar yang berusaha mereka penuhi dengan berbagai perilaku. Sehingga penting bagi kita seorang pendidik dapat mengidentifikasi kebutuhan yang berusaha dipenuhi oelh seorang siswa yang mendorong sebuah perilaku baik positif maupun negatif.
Dalam menjalankan tugas sebagai pendidik dalam menumbuhkan budaya positif, kita perlu juga memahami tentang posisi kontrol yang bisa dilakukan oleh guru dalam membangun disiplin positif yang dimulai di dalam kelas. Ada lima posisi kontrol seorang guru dalam melaksanakan tugas managemen di dalam kelas yaitu; posisi kontrol penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau dan juga manager.
Posisi manager adalah posisi yang paling penting untuk kita pahami dan kita terapkan dalam menumbuhkan disiplin positif di dalam kelas, posisi kontrol ini mengupayakan sebuah diskusi subtantif yang dilakuakn guru terhadap murid, dengan tidak secara langsung menghakimi perilaku negatif yang dilakukan seorang siswa, melainkan siswa diajak untuk dapat menumbuhkan tanggung jawab dan kesadaran atas niali-nilai universal yang diyakini. Siswa akan diarahkan untuk membuat pilihan dalam mengambil solusi terbaik berdasarkan nilai-nilai yang diyakini. Seorang manager tidak akan membangun gaps antar siswa, melainkan akan membimbng siswa untuk dapat mengatur dirinya sehingga menjadi pribadi yang lebih kuat dan bertanggung jawab saat kembali pada kelompoknya.
Dalam menghadapi sebuah permasalahan, posisi kontrol manajer berfokus pada solusi dengan menerapkan segitiga restitusi. Segitiga restitusi ini bertujuan untuk membentuk siswa dnegan disiplin positif dan bertanggung jawab. Segitiga restitusi dilakukan dengan tiga tahap utama yaitu; 1) menstabilkan identitas, hal ini bertujuan untuk mengembalikan siswa yang merasa gagal menjadi pribadi yang sukses. 2) validasi tindakan yang salah, hal ini bertujuan untuk membangun kesadaran siswa atas perilaku yang telah dilakukan sehingga dia tidak akan mengulangi perilkau tersebut lagi. 3) menanyakan keyakinan. enting menanyakan ke anak tentang kehidupan ke depan yang dia inginkan. Ketika mereka sudah menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu mereka untuk tetap fokus pada gambarannya. Melalui segitiga restitusi kita dapat mewujudkan mereka menjadi murid yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI