Pernikahan Dini; Benarkah Menjadi Jalan Pintas Pergaulan Bebas ?
ilustrasi : radarkediri.jawapos.com
Manusia itu diciptakan oleh Allah dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Mengapa? Agar mereka saling mengenal satu sama lain, agar mereka mampu membangun relasi antar sesamanya, saling membantu dan toleransi. Dan manusia juga diciptakan untuk berpasang - pasangan. Maksud dari konteks berpasang - pasangan disini merupakan hubungan yang memang sudah terjalin dan terikat atas dasar saling memahami satu sama lain atau kita biasa menyebutnya dengan hubungan keluarga. Berkaitan dengan hal ini, belajar dalam rangka memahami diperlukan sebuah ilmu pengetahuan. Dengan ilmu tersebut kita akan paham bagimana kita harus bertindak. Kita harus mampu memahami diri, perilaku, tingkah laku, respon terhadap sesama maupun lingkungan sekitar dan juga stimulus.
Seiring berkembangnya zaman, pengetahuan dan teknologi maka berkembang pula pemikiran -- pemikiran yang sifatnya instrumental. Namun, dengan pengetahuan dan pemikiran yang semakin tumbuh tersebut, justru malah menjadikan manusia itu meremehkan keadaan. Banyak dari mereka yang merubah perspektif, seperti melakukan sesuatu yang nyatanya itu dilarang namun mereka menjadikan sebagai sebuah kebiasaan. Begitu juga sebaliknya, mereka meninggalkan sesuatu yang memang pada kenyataanya diwajibkan. Seperti yang kita lihat pada masa kini. Kita mengambil contoh yang mudah disekitar kita. Banyak dari remaja baik itu perempuan maupun laki -- laki yang semakin lama semakin kehilangan jati dirinya. Dalam hal bergaul satu sama lain mereka sudah tidak memperhatikan diri sendiri dan lingkungan sekitar yang juga merespon mereka.
Bergaul dengan siapapun memang diperbolehkan, namun juga harus menimbang baik buruknya dari pergaulan tersebut. Tidak sedikit saat ini seorang anak mulai dari jenjang sekolah dasar yang mana mereka itu telah melakukan kesalahan dalam bergaul. Hal ini bisa kita lihat dari cara dan fisik mereka. Dan bahkan mereka telah menjalin hubungan yang dinamakan pacaran dengan teman lawan jenisnya. Padahal jika dipikir- pikir, anak yang masih seumur sekolah dasar mereka itu belum mengerti apapun itu terkait permasalahan cinta. Nah mulai dari inilah anak itu akan melanjutkan kesalahan tersebut hingga mereka dewasa jika memang tidak ada tindakan respon dari orang tua mereka.
Dalam Islam telah dilarang bagi kita untuk tidak melakukan sesuatu yang mana hal itu akan menimbulkan kemudharatan bagi diri sendiri maupun orang lain. Islam melarang kita untuk pacaran. Memang dalam larangannya itu tidak spesifik pada kata pacaran, namun lebih ke dalam mendekati zina. Akan tetapi, apa bedanya sih antara pacaran dengan zina? Pacaran merupakan jalan pintas, jembatan menuju perzinahan. Bermain -- main dengan perasaan yang belum tentu perasaan itu miliknya. Kita tidak pernah tahu, apakah pacar yang saat ini bersama kita itu akan menjadi pasangan kita kelak. Jodoh, kematian, kelahiran dan rizky itu hnya Tuhan lah yang mengetahuinya. Â
Berkaitan dengan permasalahan pergaulan ini, tak sedikit kasus yang merebak di berbagai media mengenai maraknya pembuangan seorang bayi. Salah satunya kasus yang terjadi beberapa hari yang lalu di salah satu kota di Jawa Timur, tepatnya di kota B. Yang dikabarkan bahwa terdapat penemuan seorang bayi yang baru dilahirkan dibawah pohon kelor oleh warga setempat. Yang mana setelah diselidiki, memang murni bayi tersebut dibuang setelah dilahirkan.Lantas apa yang terlintas dalam benak kita jika mendengar kabar tersebut?Â
Ya, pasti kita akan berfikir mengapa manusia setega itu terhadap buah hatinya. Ya memang dalam hal ini, dilakukan atas dasar keterpaksaan dari mereka. Keterpaksaan yang didorong oleh rasa malu karena memiliki seorang anak sebelum pernikahan. Mayoritas permasalahan ini muncul dikalangan para remajayang umurnya masih dibawah umur. Nah karena begitu maraknya kasus terebut, akankah pernikahan dini harus dilakukan untuk mengurangi resiko kehamilan diluar nikah dan pembuangan bayi ?
ilustrasi : ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id
Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilkukan oleh pasangan yang mana usia mereka masih dibawah usia normal untuk menikah. Jika memang pernikahan dini dilakukan atas dasar untuk mengurangi resiko, lantas bagaiman nasib sang ibu karena belum siap baik secara umur maupun psikologisnya? Jika dilihat dari dua sisi, maka ada beberapa kemungkinan. Pertama jika pernikahan dini tetap digalakkan maka resiko ibu dan bayi meninggal akan lebih tinggi. Dan yang kedua sebaliknya, jika pernikahan dini tidak dilakukan, maka kehamilan diluar nikah justru akan semakin merebak.
Namun dimasa sekarang ini, pernikahan dini sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Bahkan Indonesia merupakan negara yang paling banyak presentase masyarakatnya yang melakukan pernikahan dini. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengataakan, sebenarnya pernikahan anak merupakan salah satu tindakan kekerasan terhadap anak karena melanggar akan hak- hak dasar anak. Dari yang awalnya anak tersebut berhak mendapatkan pendidikan yang layak lebih tinggi, namun harus memilih pernikahan dini karena hal tertentu. Sekarang ini, Undang- undang telah menetapkan batas usia minimal untuk menikah, namun pada kenyataanya fakta mengungkap bahwa seseorang itu bisa menikah walaupun usia mereka masih dibawah umur jika memenuhi syarat alasan mendesak dan bukti yang jelas pada pengadilan agama setempat.
Dari kasus- kasus yang terjadi ini dapat kita ambil kesimpulan, bahwa pentingnya peran orang tua dalam membentuk sikap anak, memperkenalkan mereka sesuatu yang baik dan buruk, yang mana sesuatu itu pantas untuk dijalankan atau tidak. Selain itu pengetahuan seseorang itu harus terus dikembangkan, bukan karena serta merta demi kebaikan mereka sendiri namun juga untuk orang- orang di sekitar mereka juga. Manusia sejak mereka muda terutama usia dini, harus belajar dan belajar memperbanyak ilmu pengetahuan. Karena dengan adanya ilmu mampu merubah pola pikir mereka untuk lebih dewasa, mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan apa yang mereka pelajari dari pengetahuan tersebut. Dengan begitu mereka akan memiliki respons stimulus yang optimal.
Referensi :
www.cnnindonesia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H