Mohon tunggu...
Diyah Ulan Ningrum
Diyah Ulan Ningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Hobi saya adalah menulis, baik menulis artikel ataupun semacamnya. Saya memang orang yang dikategorikan sebagai pemikir. Oleh sebab itu, saya ingin sedikit berbagi bacaan kepada teman-teman semua.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Learning Process dan Personalitas Watak Anak Terkait Kasus Viral Bullying

15 September 2022   15:26 Diperbarui: 15 September 2022   15:31 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Psikologi perkembangan dan teori belajar merupakan dua jenis konteks yang memiliki arti berbeda namun juga memiliki fungsi sama yang berdasar keterikatan dalam diri manusia. 

Psikologi perkembangan sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan proses mental seorang individu sepanjang hidupnya. Santrock; 2011, mengatakan bahwa psikologi perkembangan itu menitikberatkan pada kapan dan bagaimana manusia itu berubah sepanjang hidupnya. 

Nah perubahan itu dipengaruhi oleh proses belajar dan berlatih. Sedangkan belajar sendiri didasarkan teori dan akal. Teori dalam belajar itu terdapat bermacam-macam jenis. Seperti ada teori behaviour, teori kognitif, teori humanistik, dan juga teori konstuktivisme. Adanya teori belajar tersebut, pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya sendiri, dengan kata lain mereka membutuhkan seseorang untuk mengajarinya.

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang mana diberi akal untuk berfikir. Satu-satunya makhluk Allah yang diciptakan dengan kesempurnaan akal dan pikiran agar mereka mampu memanfaatkannya dengan baik. 

Dengan adanya akal tersebut, manusia memulai hidup dengan belajar dan terus belajar. Mereka mengasah akalnya dengan belajar mulai dari kandungan hingga semasa hidupnya. Lantas mengapa sih belajar itu dianggap penting? 

Belajar itu sebuah perubahan, belajar itu untuk hidup, belajar itu proses dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan masih banyak lagi definisi dari belajar. Belajar didefinisikan sebagai perubahan yang relatif permanen dalam potensi perilaku yang terjadi sebagai akibat dari penguatan praktek (Kimble, 1961, hal. 6).

Seperti yang kita perhatikan, manusia itu sudah memulai belajar pada waktu mereka masih bayi, dan bahkan sejak dalam kandungan. Dalam kandungan, mereka belajar dari orang tua mereka. 

Apa yang dilakukan orang tua semasa mereka belum lahir kadang akan menurun pada anak yang dikandung. Begitu pula saat mereka telah dilahirkan kedunia, tumbuh dan berkembang dengan belajar. 

Mulai dari belajar merangkak, berjalan, berbicara, makan dan sebagainya. Nah, jika kita pikir-pikir dari semua aktivitas yang dilakukan bayi tersebut pasti ada seorang tentor atau pendidik yaitu orang tua yang mengajari mereka agar bisa melakukannya dengan baik. 

Bukan hanya tentang hal berbicara dan berjalan, namun sikap dan emosi juga muncul didalamnya. Dalam hal ini termasuk dalam aspek emosional. Emosional mereka mulai tumbuh sehubungan dengan perkembangan keadaan lingkungan fisiknya.

Emosional dalam diri seseorang itu berkaitan erat dengan sikap. Manusia dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya melalui pikiran, bukan emosional. Jadi, dalam pendidikan itu bukan hanya mata pelajaran saja yang dipelajari, namun juga sikap tentunya. 

Selama ini, mayoritas pelaksanaan pendidikan itu hanya berorientasi pada aspek kognitif saja (kecerdasan intelektual) anak didik, sehingga kecerdasan emosional anak didik tersebut tidak berkembang dengan semestinya. 

Hal inilah yang nantinya berimplikasi pada degradasi moral dan sikap anak tersebut. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosi yang dimiliki yang dapat mengarahkan mereka untuk bersikap serta berperilaku yang tepat sesuai dengan keadaan-keadaan tertentu. 

Kecerdasan yang berkaitan dengan emosional seseorang itu sangatlah penting untuk dipupuk dan dikembangkan sejak dini. Mengapa? Karena pada masa-masa seorang anak diusia tersebut, merupakan kesempatan dimana karakter anak itu muncul dan akar dasar dari emosi itu mudah untuk dibentuk.

Dengan adanya kecerdasan emosional yang ditanamkan sejak dulu, mereka akan belajar memahami keadaan, baik memahami diri sendiri, memahami orang lain ataupun memahami lingkungan mereka. Kaitannya dengan proses belajar dari yang tidak tahu menjadi tahu, tentu adanya sesuatu yang dinamakan tantangan dalam belajar. 

Tantangan itu terdapat berbagai macam, tergantung dari diri dan lingkungan mereka. Nah, ketika membahas mengenai perkembangan psikologi yang berisi tentang sikap dan emosional seseorang serta proses belajar dan tantangannya, hal ini berkaitan dengan kasus yang sempat beredar beberapa pekan lalu mengenai tewasnya santri di salah satu pesantren di Indonesia akibat dari tindakan bullying. Bullying dapat diartikan dalam tiga karakteristik. 

Pertama, dilakukan atas dasar disengaja atau untuk menyakiti hati orang yang dibuly, kedua yang dilakukan berulang-ulang dan yang ketiga dilakukan arena dasar perasaan iri terutama dalam hal perbedaan kekuasaan.

Tidakan seperti itu merupakan suatu karakter yang muncul dari dalam diri seseorang, kemudian tercurahkan dalam bentuk celaan atau bahkan tindakaan. Sikap itu terkadang muncul karena memang pendidikan dan pengajaraan yang diberikan oleh orang tua kurang efektif. Dapat juga karena seorang anak yang memang terlalu dinomorsatukan atau dalam artian dimanja. 

Nah, jika dikaitkan dengan materi sebelumnya maka dalam hal ini tantangan dalam belajar yang terjadi di lembaga pendidikan tersebut berupa tantangan sosial dan lingkungan fisik.

Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa perkembangan psikologi seseorang itu berkaitan dengan sikap dan perilaku mereka sendiri. Jika perkembangan psikologi mereka baik,  maka proses belajar dan berfikir  itu akan mudah dilakukan. 

Belajar dengan berpacuan akal dan pikiran itu penting, karena dengan begitu mereka akan dapat menentukan mana hal yang baik dan patut untuk dijadikan pemahaman pengalaman serta mana hal yang tidak patut untuk dijadikan contoh.

Referensi:

Santrock; 2011

(Kimble, 1961, hal. 6)

Alan Pritchard. WAYS OF LEARNING, Learning Theories and Learning Styles in the Classroom; 2009

Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia: PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER, vol. 4 no   1, Februari 2020

https://youtube.com/c/kompastv

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun