"Ada yang ngatain aku dekil, kurus, dan jelek."
"Huss, sudah-sudah." Dia membelai rambutku. "Apapun yang mereka katakan jangan didengar. Jangan dimasukkan ke hati."
"Tapi, Kak. Aku kan malu dipermalukan mereka seperti itu?"
"Sini, dengerin kakak bicara ya?" Kakak melepaskan pelukannya, lalu memegang bahuku.
Aku mengangguk, mencoba akur dengan semua nasihatnya. Karena aku capek nangis terus.
"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Jika Allah menghendaki, dengan usaha dan doa pasti akan berhasil. Termasuk kamu, Dek."
"Ya."
"Pernah dengar nggak perkataan, 'biar jelek tapi intelek' coba renungkan baik-baik."
"Benar Kak."
"Kamu tahu? Bapak Habibie? Dia seorang yang sangat hebat. Dia seorang yang sangat cerdas. Namanya sangat terkenal di Indonesia bahkan di luar negara. Karena apa? Karena karyanya. Dia terkenal bukan karena fisiknya, Dek."
Aku menangis sejadi-jadinya. Terharu dengan semua nasihat kakak. Mulai saat itu, pak Habibie menjadi sumber inspirasiku untuk bangkit.