Mohon tunggu...
Hamid Patilima
Hamid Patilima Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis, pembicara, dan fasilitator

Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pancasila dalam Praktik Sehari-hari

1 Juni 2020   11:35 Diperbarui: 1 Juni 2020   11:48 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mau tahu siapa yang bermoral atau yang tidak bermoral. Perhatikan saja, anak-anak yang ada di sekitar kita. Jika dia membuang sampah di tempatnya; dia saling meminjamkan mainan dengan temannya; dia menghargai temannya; dia mau mendengar pembicaraan temannya, maka anak ini moralis. Bagaimana dengan sebaliknya?

Yang dapat mengukur seseorang bermoral, hanyalah individu itu sendiri. Bila individu melakukan sesuatu, hatinya merasa tenang, tidak was-was, tidak khawatir, itu berarti dia sudah melakukan yang terbaik pada saat itu.

Siapa yang membentuk anak menjadi moralis. Jawabannya ayah dan bundanya.

Mereka adalah sebagai pendidik pertama dan utama. Tidak perlu diragukan mengenai status itu. Para pemimpin Negara dan Pemerintahan saja menghargai dan mengakui melalui Pembukaan Konvensi Hak Anak 1989. Begitu juga dengan Yang Maha Pencipta.

Bermoral itu adalah pilihan. Konsekuensinya juga otomatis dapat dirasakan. Apa yang diperbuat oleh tangan; dan apa yang diucapkan oleh mulut. Membuat ketenangan; kenyamanan; tidak meresahkan; dan tidak mengganggu nilai-nilai di masayarakat. Pembenarannya adalah hati.

Bagi yang melanggar aturan perundang-undangan, Polisilah yang berwenang melanjutkan sampai ada putusan hakim; bagi yang melanggar nilai-nilai masyarakat, Para tetua kampunglah yang berwenang. Yang melanggar aturan Yang Maha Esa, biarlah dia terima di Pengadilan Terakhir. Tidak ada kewenangan seseorang terhadap individu lainnya, begitu juga orang tua terhadap anaknya.

Tugas orang tua hanyalah pemberi kabar gembira dan peringatan. Bukan sebagai hakim. Biarlah anak itu sendiri menemukan kebenaran hakiki itu melalui hati nuraninya. Hati nurani anak adalah hakim saat ini.

Penduduk negeri ini sangat beruntung dan diberkati dengan memiliki Pendiri Bangsa yang bersepakat dan mewariskan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Meskipun pada generasi di masa tertentu ada saja yang melampauinya. Itu menjadi catatan kehidupan. Jadi rujukan ke depan untuk berbuat lebih yang diharapkan oleh Para Pendiri Bangsa.

Yang utama sekarang masa kini dan masa datang. Apa kontribusi ayah dan bunda untuk anak-anaknya menjadi individu yang moralis.

Yang paling sederhana, ayah dan bunda membuang sampah pada tempatnya. Ayah tidak merokok. Bunda tidak mencubit. Ayah tidak korupsi. Bunda tidak gibah. Ayah tidak otoriter. Bunda mau berbagi. Ayah selalu bertanya. Bunda selalu memberi argumen. Ayah tidak membeda-bedakan. Bunda selalu senyum. Ayah selalu tegas. Bunda selalu mengingatkan. Ayah selalu meninjau aturan. Bunda selalu mengawasi. Pendek kata ayah bunda sebagai model.

Lalu. Apa yang harus diperbuat oleh ayah dan bunda? Ajak anak berdiskusi dengan memperhatikan pandangan mereka, memperhatikan kepentingan terbaik anak, kelangsungan hidup, dan tidak diskriminasi.

Ajukan pertanyaan sederhana mengenai siapa yang mengadakan siang dan malam, siapa yang menyediakan oksigen? Pertanyaan lanjutan, kalau dalam kesendirian, siapa yang menjaga dan mengawasinya. Pertanyaan ini semakin kuat dengan ilustrasi dari penuturan ayah dan dibenarkan oleh bunda. Pertanyaan-pertanyaan ini sebenarnya sering terlintas pada diri setiap anak. Tetapi kalau ini diajukan oleh ayah dan bunda. Jawaban-jawaban yang terungkap, terekam dengan baik pada diri anak.

Pertanyaan lanjutan, kalau ada mainan yang tergeletak, pemiliknya tidak diketahui. Ayah dan bunda dapat meminta tanggapan anak. Apa yang perlu dia perbuat? Mintakan juga alasan yang sederhana. Bagaimana kalau ada anak kucing yang pincang? Mengapa tidak boleh memetik daun? 

Mengapa tidak boleh menyepak anjing? Mengapa sampah harus dibuang di tempat sampah? Pertanyaan-pertanyaan ini semakin terkesan, apabila ada testimoni dari anak itu sendiri. Ini baru diskusi. Biarkan ini semua tersimpan dalam memori anak. Obrolan ini juga selalu diikuti dengan permohonan maaf dari bunda dan ayah. Kalau pernah menyalahi aturan.

Diskusi semakin seru, bila bunda menanyakan. Mengapa seseorang tidak dibenarkan menjelek-jelekan orang lain, menceritakan keburukan orang lain, kekurangan orang lain. Apalagi menyangkut ras, jenis kelamin, kedisabilitasan, suku, bangsa, agama, dan kekayaan. Mengapa orang tidak dibenarkan membuat keresahan. Lengkapi diskusinya sambil menunjukan video anarkis atau video perdamaian. Intinya dari diskusi ini anak mendapatkan pemahaman pentingnya persatuan.

Lalu, ajukan pertanyaan, mengapa ayah dan bunda dan anak-anaknya selalu bermusyawarah untuk membicarakan satu masalah guna mendapatkan solusi. Mengutamakan musyawarah daripada putusan sepihak. Satu suara daripada berbeda pendapat. Ayah atau bunda dapat melengkapi diskusi dengan cerita tentang keteguhan para Pendiri Bangsa, mereka lebih mengutamakan musyawarah daripada pandangan golongan.

Terakhir, ajak anak-anak mendiskusikan tentang pentingnya berbagi dengan sesama. Tanyakan kepada anak, mengapa ada orang kaya dan mengapa ada orang miskin. Mengapa yang berlebih harus berbagi dengan mereka yang kekurangan. Meskipun demikian, tidak ada pembenaran seseorang lebih menguasai kekayaan negeri ini secara serakah, namun harus memperhatikan orang lain.

Diskusi ini semakin bermanfaat, apabila ada kemauan, ketulusan, dan kesadaran diri dari ayah dan bunda untuk membangun karakter anak sebagai Individu Pancasilais.

Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2020.

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun