Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) seringkali menjadi pembicaraan saat berurusan dengan keuangan dan perpajakan. NPWP bukan hanya sekadar angka, tetapi juga mencerminkan identitas pajak kita. Namun, di dalam dinamika perpajakan, terkadang muncul situasi di mana penghapusan NPWP diperlukan.
Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari perubahan jabatan hingga kondisi subjektif atau objektif tertentu. Mari kita simak lebih lanjut tentang apa yang perlu diperhatikan dalam konteks penghapusan NPWP, sehingga kita dapat menjalani proses perpajakan dengan lebih lancar dan terorganisir.
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU KUP,
NPWP merupakan nomor identitas yang digunakan Wajib Pajak dalam administrasi pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU KUP,
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Secara garis besar, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) merupakan identifikasi resmi yang diberikan kepada individu atau badan usaha sebagai wajib pajak di Indonesia. Nomor ini digunakan untuk keperluan administrasi perpajakan, termasuk dalam proses pelaporan pajak.
Setiap warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan atau entitas bisnis yang beroperasi di Indonesia diwajibkan memiliki NPWP. Nomor ini digunakan untuk melaporkan pendapatan, membayar pajak, dan melakukan berbagai kegiatan administrasi perpajakan lainnya. Pemegang NPWP diharapkan untuk mematuhi kewajiban perpajakan yang berlaku dan melaporkan pendapatan serta transaksi keuangan mereka secara akurat sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Dalam artikel ini akan fokus membahas bagaimana tata cara dalam penghapusan NPWP beserta syarat-syaratnya.
Saat memasuki bab yang berkaitan dengan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), seolah melangkah ke dalam tahap signifikan dalam perjalanan administrasi perpajakan. Penghapusan NPWP bukanlah sekadar formalitas semata, melainkan suatu proses yang menuntut pemahaman mendalam. Diskusi ini akan terus mengulas dimensi kriteria dan alasan mendasar yang mengarah pada penghapusan NPWP. Dengan pemahaman yang cermat, langkah-langkah dan aspek-aspek yang terlibat dapat diuraikan secara sistematis, memberikan kejelasan dalam menghadapi setiap tahapnya.
Menurut peraturan yang berlaku, kepala KPP memiliki kewenangan untuk menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam bidang perpajakan.
Penghapusan NPWP dapat dilakukan atas permohonan wajib pajak maupun secara jabatan. Secara jabatan yang dimaksud disini bukanlah berdasarkan jabatan ataupun hal lainnya yang berhubungan dengan kata “jabatan.” Melainkan penghapusan NPWP yang tidak melalui inisiatif wajib pajak, dan dipelopori oleh pemerintah secara langsung.
Penghapusan NPWP atas permohonan wajib pajak harus dilengkapi dengan dokumen pendukung dan ditujukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar.
Terdapat beberapa kriteria penghapusan NPWP:
- Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
Situasi di mana seorang Wajib Pajak individu telah meninggal dan tidak meninggalkan harta warisan. Penghapusan NPWP dapat dilakukan sebagai tindakan administratif terkait dengan perpajakan
- Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Kasus di mana seorang Wajib Pajak perorangan telah meninggalkan Indonesia dan tidak akan kembali secara permanen. Penghapusan NPWP terjadi sebagai respons terhadap perubahan status dan lokasi perpajakan.
- Wajib Pajak orang pribadi yang telah diberikan NPWP dan penghasilan netonya tidak melebihi PTKP.
Penghapusan NPWP dapat terjadi jika seorang Wajib Pajak perorangan yang telah diberikan NPWP memiliki penghasilan neto yang tidak melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). PTKP adalah besaran penghasilan di bawahnya tidak dikenakan pajak.
- Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya.
Jika seorang wanita menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dan memilih untuk menggabungkan hak dan kewajiban perpajakannya dengan suaminya, NPWP individu sebelumnya dapat dihapuskan.
- Wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya.
Sama dengan poin sebelumnya, jika seorang wanita kawin memiliki NPWP terpisah dengan suaminya dan memilih untuk menggabungkan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya dengan suaminya, maka NPWP individu dapat dihapuskan.
- Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah, yang telah memiliki NPWP.
Jika seorang anak di bawah usia 18 tahun yang belum menikah memiliki NPWP, penghapusan dapat terjadi jika anak tersebut tidak memenuhi kriteria perpajakan yang berlaku setelah mencapai usia tertentu atau berubah status.
- Warisan Belum Terbagi dalam hal warisan telah selesai dibagi.
Setelah pembagian warisan selesai, NPWP terkait dengan warisan yang belum terbagi dapat dihapuskan.
- Wajib Pajak cabang yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi pindah ke wilayah kerja KPP lain;atau ditutup.
Penghapusan NPWP dapat terjadi jika cabang usaha tidak lagi beroperasi atau pindah ke wilayah yang berada di bawah yurisdiksi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) lain.
- Badan dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau penggabungan usaha.
NPWP yang terkait dengan badan usaha dapat dihapuskan jika badan tersebut mengalami likuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau penggabungan usaha.
- Bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya.
NPWP yang terkait dengan bentuk usaha tetap (BUT) dapat dihapuskan jika BUT tersebut telah menghentikan kegiatan usahanya.
- Instansi Pemerintah yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak.
Jika suatu instansi pemerintah tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak, NPWP instansi tersebut dapat dihapuskan.
- Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP, tidak termasuk NPWP Cabang.
Jika seorang Wajib Pajak memiliki lebih dari satu NPWP tanpa alasan yang sah, kelebihan NPWP tersebut dapat dihapuskan.
- Wajib Pajak yang tidak lagi memiliki tempat kegiatan usaha berupa objek pajak PBB.
NPWP yang terkait dengan Wajib Pajak yang tidak lagi memiliki tempat kegiatan usaha yang dapat dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat dihapuskan.
Setelah kriteria terpenuhi, Penghapusan NPWP dapat dilakukan secara jabatan maupun Wajib Pajak (WP) mengajukan permohonan penghapusan NPWP yang disertai dengan dokumen pendukung dan ditujukan ke KPP tempat WP terdaftar.
Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan dengan jangka waktu 6 bulan bagi WP Orang Pribadi, dan 12 bulan bagi WP Badan.
Demikianlah kriteria-kriteria penghapusan NPWP. Penting bagi setiap Wajib Pajak untuk memahami kriteria tersebut agar dapat mematuhi regulasi perpajakan dan menjaga kelancaran administrasi perpajakan sesuai dengan norma yang berlaku di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H