Pernahkah Memaafkan Diri Sendiri?
Aku akui jika mendengar kata memaafkan, aku akan langsung mengaitkannnya dengan orang lain. Padahal jika orang lain layak mendapat maaf dari diri kita, maka kita sendiripun seharusnya demikian. Mengapa demikian? Jika orang lain dapat menerima maaf kita ketika mereka berbuat salah, lantas pernahkah kita memaafkan diri kita sendiri ketika kita berbuat salah?.
Â
Kita hidup dan tumbuh dalam roda kemasyarakan yang ditunggangi dengan aturan-aturan, termasuk keharusan meminta maaf dan memaafkan orang lain. Kita diharuskan memimta maaf jika berbuat salah dan diharuskan memaafkan jika orang lain bersalah, tapi mirisnya norma dan aturan-aturan itu seringkali dilupakan untuk diamalkan pada diri kita sendiri, lantas bagaimana dengan kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan pada diri sendiri.
Â
 Hidup dalam aturan-aturan mengikat kita untuk bergerak, takut akan segala konsekuensi kadang membuat kita lebih berhati-hati, termasuk dengan keharusan minta maaf ketika kita bersalah, kita diajarkan bahwa minta maaf merupakan bentuk tanggung jawab atas kesalahan yang kita lakukan, namun biasanya karna tanggung jawab itu kita seringkali hanya meminta maaf pada orang lain untuk bertanggung jawab atas kesalahan yang kita lakukan, tapi pernahkah kita memaafkan diri kita sendiri sebelum atau sesudahnya?.
Â
 Kebiasaan dari bertanggung jawab atas kesalahan yang mengharuskan kita meminta maaf itu membuat kita merasa menyalahkan diri, anggapan seperti "semua ini terjadi karna kamu" atau "hal ini tidak akan terjadi kalau kamu tidak begini" karena merasa disalahkan dan kita diberi tanggung jawab untuk itu, rasanya meminta maaf pun menjadi tidak cukup, sehingga kita seringkali menyudutkan diri. "ini semua salahku, mengapa aku tidak berhati-hati" dan kata-kata lain yang memicu perasaan-perasaan lain yang ada dalam dirimu.
Â
 Setelah kita terbiasa melakukan itu, menyalahkan diri yang dilakukan berulang kali akan membuat kamu membenci diri sendiri. Menyalahkan diri sendiri memantik kita untuk menilai dan mengkritik diri kita lagi dan lagi, merasa ragu terhadap diri sendiri sampai kita merasa kita tidak layak, kita dilumuri kesalahan, dan memperkuat keyakinan bahwa kita tidak berarti. Sementara kita sendiri tidak menyadari bahwa dengan hal-hal seperti ini kita telah menyakiti diri kita sendiri hanya karenanya.