Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan tuntutan, dalam tuntunan yang tak tersurat tapi begitu mengikat. Kita dituntut untuk memenuhi standar umum yang berlaku, dari penampilan fisik hingga prestasi akademik, kita semua dihadapkan dengan standar-standar yang dibentuk oleh lingkungan sekitar kita. Dan ironisnya, kita semua menilai bahwa standar itu adalah sesuatu yang harus kita capai, padahal kenyataannya, tidak semua manusia memiliki standar yang sama.Â
Pada nyatanya kita adalah manusia yang tidak sempurna, yang ada lebih dan kurangnya, sementara untuk mencapai standar itu, secara tidak langsung kita dituntut untuk sempurna. Padahal ini, jelas melampaui diri kita.Â
Pernahkah kamu merasa tidak baik? Ketika berat badanmu tak sesuai dengan standar lingkungan sosialmu? Atau Ketika dirimu bahkan tak mampu tampil sama sesuai dengan standar yang dibentuk oleh lingkungan sosialmu? Atau pernahkah kamu membenci diri sendiri? Pernahkah kamu merasa bahwa ketidaksempurnaan dirimu membuat hatimu miris sekali? Hari hari yang dilalui terasa berat sekali bukan? Lantas harus bagaimana menghadapinya?
Merasa tidak sempurna adalah hal yang sangat manusiawi. Kita semua pernah mengalami momen-momen di mana kita merasa rendah sekali. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Cobalah untuk berlatih menerima dirimu apa adanya. Terimalah bahwa kamu adalah manusia biasa yang berhak melakukan kesalahan.
Perasaan benci terhadap diri sendiri memang menyakitkan, namun kamu tidak sendirian. Banyak orang juga pernah merasakan hal yang sama. Langkah pertama untuk mengatasi perasaan ini adalah dengan mengakui keberadaan perasaan tersebut. Jangan coba-coba untuk menampik atau menyembunyikannya. Sebab, semakin kita menyangkal perasaanya, kita akan semakin kecewa dan tersiksa.
Aku juga merasa demikian, aku sempat membenci diri karna ketidaksempurnaan yang kumiliki, malam-malamku terasa mencekam sekali, berjuta tanya tentang ketidaksempurnaan diri menyeruaki, aku benci, bahkan benci melihat diriku sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu, aku belajar bahwa ketidaksempurnaan adalah bagian dari kemanusiaan.
Ketidaksempurnaan adalah bukti bahwa kita hidup. Sejak saat itu, aku mulai mengubah perspektifku. Aku menyadari bahwa setiap bekas luka, setiap kekurangan, adalah bagian dari perjalanan hidupku yang unik. Alih-alih memfokuskan pada ketidaksempurnaan, cobalah untuk menghargai kekuatan dan ketahanan yang telah membawaku sampai sejauh ini. Jadikan kekurangan kita sebagai saksi dan bukti bahwa kita telah sekuat ini.Â
Dan sekarang, aku melihat bekas lukaku sebagai tanda perjuangan dan pertumbuhan. Mereka adalah pengingat bahwa aku pernah melalui masa-masa sulit, namun aku berhasil melewatinya. Aku belajar untuk mencintai diriku apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Aku percaya bahwa setiap orang berhak untuk bahagia, termasuk aku. Kita semua unik, dengan segala ketidaksempurnaan kita. Dan itulah yang membuat kita begitu istimewa.
Bekas luka itu seperti peta petualangan hidupku. Setiap garis dan lekukannya menceritakan kisah tentang kekuatan dan ketahanan. Dan aku bangga dengan setiap inci dari peta itu. Dulu, aku melihat cermin dan hanya melihat kekurangan. Sekarang, aku melihat seorang pejuang yang telah melewati banyak rintangan. Dan aku mencintai pejuang itu.Â
Malam-malam mencekam dan perasaan tidak percaya diri mungkin akan datang dan pergi. Namun, ingatlah bahwa kamu memiliki kekuatan untuk mengatasi semuanya. Teruslah berjuang, teruslah tumbuh, dan jangan pernah menyerah pada mimpi-mimpi kamu