Mohon tunggu...
Divna AmandaputriBudiarto
Divna AmandaputriBudiarto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I am a passionate and ambitious law student, committed to pursuing academic and professional excellence in the field of law. With a solid educational background and a strong determination, I aim to become an influential legal expert who makes a tangible contribution to the enforcement of justice. From the outset, I have demonstrated a deep interest in various aspects of law, ranging from criminal and civil law to international law. I am actively involved in various extracurricular activities, such as student organizations, all of which have enriched my knowledge and skills.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Eksistensi Pembayaran Non-Tunai (QRIS, E-Wallet) di Lingkungan Pedagang Sekitar Universitas

22 Juni 2024   15:30 Diperbarui: 22 Juni 2024   15:38 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital yang serba cepat ini, keberadaan metode pembayaran nontunai seperti QRIS dan e-wallet menjadi semakin penting. Tidak hanya mempermudah transaksi, tetapi juga mendukung upaya inklusi keuangan, termasuk di lingkungan kampus yang ramai dengan aktivitas jual beli. Namun, realitanya, eksistensi pembayaran nontunai di kalangan pedagang sekitar universitas masih belum merata. 

Bagi sebagian besar mahasiswa, bertransaksi dengan uang tunai terasa merepotkan dan tidak efisien. Selain harus menyiapkan uang pas, mereka juga rentan kehilangan atau kecurian. Di sisi lain, pembayaran nontunai seperti QRIS dan e-wallet menawarkan kenyamanan dan keamanan yang lebih baik. Cukup dengan satu sentuhan di ponsel pintar, transaksi dapat diselesaikan dengan cepat dan aman. Hal ini menjadi semakin relevan di masa pandemi, di mana transaksi nontunai juga dapat meminimalkan kontak fisik, sehingga mendukung protokol kesehatan.
Namun, tidak semua pedagang di sekitar universitas telah mengadopsi sistem pembayaran nontunai ini. Masih banyak yang mengandalkan pembayaran tunai secara tradisional. Alasannya beragam, mulai dari keterbatasan pengetahuan teknologi, kekhawatiran biaya tambahan, hingga persepsi bahwa pembayaran nontunai kurang cocok untuk transaksi kecil. Sebagian pedagang juga merasa ragu karena khawatir akan adanya biaya tambahan yang membebani mereka, seperti potongan transaksi yang diterapkan oleh penyedia layanan pembayaran digital. 

Padahal, dengan mengadopsi pembayaran nontunai, pedagang dapat memperluas jangkauan pelanggan mereka, terutama di kalangan mahasiswa yang akrab dengan teknologi. Selain itu, pembayaran nontunai juga dapat meningkatkan efisiensi operasional dan meminimalkan risiko penanganan uang tunai, seperti kehilangan atau pencurian. Penggunaan teknologi ini juga dapat memberikan data transaksi yang lebih akurat dan mudah dilacak, yang pada akhirnya dapat membantu pedagang dalam pengelolaan bisnis mereka.

Dalam hal ini, universitas dapat berperan aktif dalam mempromosikan penggunaan pembayaran nontunai di lingkungan kampus. Dengan bekerja sama dengan penyedia layanan pembayaran digital, universitas dapat menciptakan ekosistem cashless yang terintegrasi, mulai dari membayar biaya kuliah hingga transaksi di kantin dan koperasi mahasiswa. Universitas dapat menginisiasi program-program insentif, seperti diskon khusus bagi mahasiswa yang menggunakan pembayaran nontunai, untuk mendorong adopsi teknologi ini. 

Inklusi keuangan digital tidak hanya menguntungkan mahasiswa dan pedagang, tetapi juga mendukung upaya pemerintah dalam mendorong ekonomi digital dan mengurangi peredaran uang tunai secara berlebihan. Dengan berbagai pihak bersatu padu, kita dapat mewujudkan lingkungan kampus yang semakin modern, efisien, dan inklusif secara finansial. Langkah-langkah ini juga sejalan dengan visi Indonesia menuju ekonomi digital yang lebih kuat dan inklusif, di mana setiap individu, termasuk pelaku usaha kecil dan menengah, dapat merasakan manfaat dari perkembangan teknologi.

Penggunaan pembayaran nontunai juga mendukung upaya pemerintah dalam memerangi ekonomi informal yang sulit dilacak dan dikenakan pajak. Dengan semakin banyaknya transaksi yang tercatat secara digital, pemerintah dapat memperoleh data yang lebih akurat untuk perencanaan ekonomi dan fiskal. Ini pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan merata. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa transisi menuju pembayaran nontunai juga menghadapi tantangan. Infrastruktur teknologi yang belum merata, terutama di daerah-daerah terpencil, menjadi salah satu hambatan utama. Oleh karena itu, pemerintah perlu berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur digital yang memadai di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, aspek keamanan dan privasi data juga harus diperhatikan dengan serius untuk menjaga kepercayaan masyarakat dalam menggunakan layanan pembayaran digital.

Dengan dukungan dari semua pihak -- pemerintah, universitas, penyedia layanan pembayaran, dan komunitas mahasiswa -- transformasi menuju ekosistem pembayaran nontunai yang inklusif dan efisien dapat terwujud. Ini bukan hanya tentang mengikuti tren teknologi, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang lebih aman, nyaman, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan bagi seluruh masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun