Mohon tunggu...
Divina Aghni Lareza
Divina Aghni Lareza Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya suka menulis hal random

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam UU No.1 Tahun 1974

13 Februari 2024   23:56 Diperbarui: 14 Februari 2024   06:45 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974

Oleh : Nisrina Husniyah R, Divina Aghni Lareza

Perkawinan dalaam UU No. 1 Tahun 1974 (pasal 1) adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun prinsip-prinsip perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 adalah sebagai berikut.

1. Asas Sukarela

Prinsip pertama adalah asas sukarela, karena tujuan perkawinan adalah agar seorang laki-laki dan seorang perempuan dapat melangsungkan perkawinan yang langgeng dan bahagia sesuai dengan hak asasi manusia, maka persetujuan antara kedua calon mempelai adalah hal yang penting untuk didapatkan tanpa ada pihak lain yang memaksa. Hal ini dimuat dalam Pasal 6 (1) UU No.1 tahun 1974) tentang perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

KHI menjelaskan, persetujuan calon pengantin perempuan bisa berupa pertanyaan yang pasti dan nyata secara tertulis, lisan, atau berupa isyarat, dengan kata lain diam, selama tidak ada penolakan yang pasti (Pasal 16 ayat 2).

2. Asas Partisipasi Keluarga 

Prinsip yang kedua adalah asas partisipasi keluarga, pada prinsipnya anak yang telah mencapai usia perkawianan telah dipandang dewasa (Pasal 7 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974 dan pasal 15 ayat 1 KHI). Ia mampu mengambil tindakan hukum dan dapat menentukan pilihannya sendiri. Namun, pernikahan merupakan suatu peristiwa sakral dalam hidup, dan dari sudut pandang agama, untuk membangun kehidupan dan rumah tangga yang baru, pemberkatan pernikahan memerlukan keterlibatan keluarga. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 21 tahun memerlukan izin orang tuanya (pasal 6 UU Nomor 1 Tahun 1974 dan pasal 15 ayat 2 KHI).

3. Perceraian Dipersulit

Prinsip yang ketiga adalah perceraian dipersulit, Perceraian merupakan suatu hal yang dibenci Allah, walaupun diperbolehkan, sebab perceraian suami-istri membawa dampak buruk bagi tumbuh kembang anak, termasuk ayah atau ibu yang diidamkan tidak sesempurna sebelum perceraian. Hal tersebut menimbulkan trauma pada anak-anaknya sehingga berujung pada kenakalan remaja akibat keluarga yang berantakan. Oleh karena itu, undang-undang mengatur harus ada alasan tertentu untuk mengabulkan perceraian dan harus dilakukan sidang di pengadilan (Pasal 39.40 UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 115, 116 KUH Perdata).

4. Poligami Dibatasi Secara Ketat

Prinsip yang keempat adalah poligami dibatasi secara ketat, UU No. 1/1974 menganut asas monogami, namun bila yang bersangkutan menghendaki karena undang-undang dan agama pendukung yang bersangkutan, maka diperbolehkan, namun harus memenuhi syarat-syarat peraturan yang berlaku, namun syaratnya sangat sulit untuk seseorang melakukan poligami (Pasal 4 dan 1 UU No. 1 Tahun 1974 5 dan KHI pasal 55, 56, 57, 58 dan 59).

5. Kematangan Calon Mempelai

Prinsip perkawinan yang kelima adalah kematangan dari pihak calon mempelai, Agar calon pasangannya matang secara jasmani maupun rohani untuk menikah. Sehingga memenuhi tujuan mulia perkawinan dan mempunyai keturunan yang baik dan sehat, serta bisa memperlambat pertumbuhan penduduk. Undang-undang dan KHI menetapkan bahwa batasan usia untuk menikah, yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan (UU No. 1 pasal 7(1) tahun 1974 dan KHI pasal 15 (1)).

6. Memperbaiki Derajat Wanita

Prinsip yang keenam adalah memperbaiki derajat wanita, ketentuan hukum ini adalah UU No. 1 tahun dan KHI berusaha menghormati harkat dan martabat perempuan, karena ada beberapa pasal yang menawarkan, misalnya persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan; contoh sebagai berikut.

  • Ketentuan mengenai harta benda yang diperoleh selama perkawinan, bahwa suami dan istri mempunyai hak yang sama dan apabila terjadi perceraian, harta bersama diatur dengan undang-undang (UU No. 1 Tahun 1974 pasal 35-37 dan KHI pasal 87-96).
  • Dapat disepakati bahwa perempuan dapat turut serta mencari tahu isi kontrak (Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974 dan pasal 45 dan 47 KHI).
  • Apabila suami dan istri bercerai, maka suami (ayah) bertanggung jawab atas segala biaya pemeliharaan dan pendidikan anak.

7. Asas Pencatatan Perkawinan

Prinsip perkawinan yang terakhir adalah asas pencatatan perkawinan, dalam hukum perkawinan Indonesia, pencatatan perkawinan merupakan salah satu asas Undang-Undang Perkawinan Nasional yang berlandaskan pada UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Asas pencatatan perkawinan berkaitan dengan menentukannya keabsahan perkawinan yang artinya selain harus memenuhi ketentuan hukum agama atau keyakinan agama, juga menjadi syarat sahnya sebuah perkawinan.

Mendaftarkan dan menyiapkan akta nikah merupakan suatu keharusan menurut peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU 1/1974 jelas bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang ada. Artinya, setiap selesai perkawinan maka perkawinan itu harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila kedua ayat dalam pasal 2 UU 1/1974 itu saling berkaitan, maka dapat dianggap bahwa pencatatan perkawinan merupakan bagian penting yang menentukan keabsahan perkawinan di samping terpenuhinya syarat-syarat perkawinan hukum setiap agama dan kepercayaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun