Saat itu, sudah masuk hari pertama bulan ramadhan, aku dan temanku pergi ke sebuah restoran untuk buka bersama. Sambil menunggu adzan maghrib dan pesananku datang, aku membuat panggilan video ke Papaku yang sedang menemani Kakek di rumah sakit.Â
"Assalamu'alaikum Eyang, aku lagi bukber nih sama temen, Eyang mau dibawain apa?" tanyaku. "Tidak usah, Ara makan saja yang banyak. Biar kuat puasanya." Ucap Kakekku sambil setengah berbaring dengan selang infus di tangannya. Begitu sedih aku melihat kondisi Kakek. Â Aku menyandarkan kepalaku di tanganku yang terlipat diatas meja. Lalu akhirnya terdengar suara adzan maghrib, tanda waktunya berbuka puasa.
Dua hari kemudian, Papa mengabari bahwa Kakek akan dioperasi. Aku sangat ingin pergi ke rumah sakit, namun aku harus menunggu waktu pulang sekolah tiba baru aku bisa menyusul ke rumah sakit. Aku menjalani detik demi detik di sekolah dengan begitu cemas, tak sabar ingin segera bertemu Kakek. Akhirnya bel pulang sekolah pun berbunyi, aku segera menelpon supir untuk menjemputku. Aku segera berangkat ke rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, aku melihat Papa baru saja keluar dari bangsal tempat Kakek dioperasi dan aku langsung menanyakan keberadaan Kakek. Lalu aku dan Papa segera pergi ke ruangan Kakek. Kulihat selang terpasang di kepala Kakek untuk membuang darah sisa operasi. Kakek yang sedang sakit tetap terlihat gagah dan bijaksana, senyumnya tak pernah pudar.
Hari menjelang sore, aku pun pulang ke rumah karena Papa tak mau aku menginap di rumah sakit. Aku pun pulang ke rumah dengan kecewa. Sempat aku membujuk Papa agar aku bisa menemani Kakek di rumah sakit namun Papa bersikeras dan dengan tegas menyuruhku pulang.Â
Aku pun pulang ke rumah dan kembali melakukan aktifitasku seperti biasanya. Menjelang malam, aku masih tak bisa tidur karena memikirkan kondisi Kakek. Aku memeluk buku pemberian Kakek, sambil memandangi foto Kakek yang terpasang di dinding kamar. Aku pun terlelap.
Aku terbangun ketika Mama membangunkanku, ku kira sudah waktunya sekolah, ternyata kulihat masih pukul satu pagi. Aku bertanya "Ada apa Ma? Eyang baik-baik saja kan?". Lalu Mamaku menjawab "Eyang sudah gak ada nak, yang tabah ya".Â
Aku menangis sejadi-jadinya, seakan semua air mata yang kupunya telah kuhabiskan dengan sekuat tenaga. Begitu sakit kurasakan, benar-benar sakit sampai aku tak bisa berpikir jernih, tak bisa menerima kenyataan yang baru saja terjadi. Aku memeluk Mama begitu erat, berusaha saling menguatkan, padahal begitu pedih batin ini terluka.Â
Terlalu sakit untuk mengingat semua kenanganku bersama Kakek, hanya agar aku bisa berhenti menangis dengan mengingat kenangan indah. Tapi semakin perih rasanya, begitu sakit untuk mengingat semuanya. Begitu sakit rasanya ditinggalkan oleh orang yang bagi diriku adalah segalanya.
Hidup memang tak selalu tentang bahagia. Ada suka dan duka yang akan selalu kita hadapi.Â
Ketika suka datang dalam hidup, kita haruslah terus bersyukur karena kehendak-Nya lah kita dapat merasakan bahagia. Namun, ketika duka datang dalam hidupmu, janganlah terlalu larut dalam kesedihan, karena segala yang terjadi dalam kehidupan kita adalah kehendak Yang Maha Kuasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H