Mohon tunggu...
Diva Titah Hawa
Diva Titah Hawa Mohon Tunggu... Mahasiswa - UPN Veteran Jawa Timur

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertikaian Geopolitik Hizbullah-Israel dalam Perspektif Hubungan Internasional

7 Desember 2024   07:33 Diperbarui: 7 Desember 2024   07:35 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Baru-baru ini konflik antara Israel dan Hizbullah kembali memanas. Pada 28 September 2024, juru bicara Israel mengumumkan kematian Hassan Nasrallah yang memimpin Hizbullah lebih dari tiga dekade. Pengumuman ini secara resmi Israel umumkan tepat sehari setelah mereka melakukan serangan udara ke Beirut, Lebanon. Pihak Hizbullah kemudian melakukan konfirmasi terkait kematian Hassan Nasrallah. 

Lalu pihak Hizbullah berjanji untuk melawan Israel serta membela Gaza dan Palestina. Hizbullah melakukan serangan balasan dengan mengirim rudal ke pangkalan udara Israel yang berada di dekat Tel Aviv. Hizbullah lalu melakukan penyerangan terhadap gerombolan pasukan musuh di lokasi Metulla yang akhirnya menimbulkan korban jiwa karena penggunaan peluru artileri.

Bentrokan yang terjadi antara Hizbullah dan Israel merupakan konflik yang berkepanjangan di Timur Tengah. Perselisihan ini bukan hanya tentang perlawanan militer tapi juga mencakup isu-isu yang lebih luas dalam hubungan internasional, seperti keterlibatan aktor-aktor HI, konsep westphalia, deterrence, balance of power, security dilemma.

Hizbullah awalnya adalah sebuah gerakan syiah berbasis militer yang berpusat di Lebanon dan berdiri pada masa perang sipil Lebanon, tepatnya saat terjadi invasi oleh Israel pada tahun 1982. Invasi dan kependudukan Israel di Lebanon kemudian melatarbelakangi terbentuknya organisasi ini, atas permintaan Ilyas Sarkis selaku pemimpin Lebanon kala itu maka dibentuklah Hizbullah guna menangani invasi tersebut.

 Tak hanya sebagai milisi syiah bersenjata, Hizbullah juga aktif bergerak dalam bidang politik, yakni berupa pemberian layanan sosial yang tidak bisa diberikan oleh negara kepada masyarakat Lebanon, misalnya layanan pendistribusian air bersih. Hal ini secara tidak langsung turut memperluas pengaruh syiah di Lebanon.

Konflik antara Hizbullah dan Israel ini berkaitan dengan ragam aktor dalam Hubungan Internasional, yakni keterlibatan Israel sebagai aktor negara yang memiliki kekuatan militer cukup dominan di kawasan Timur Tengah dan Hizbullah sebagai aktor non-negara yang didukung Iran menjadi organisasi berpengaruh besar di Timur tengah. 

Keterlibatan Hizbullah dari yang awalnya didirikan dengan tujuan sebagai kelompok perlawanan hingga berkembang sebagai organisasi yang memiliki kekuatan politik, militer dan sosial. Konflik ini terdiri dari banyak aktor, karena Hizbullah dan Israel adalah proxy dari Iran dan Barat, hal ini membuktikan adanya campur tangan pihak lain meskipun tidak secara langsung.

Hizbullah sebagai aktor non-negara turut menciptakan ketidakstabilan di dalam sistem negara yang berdaulat karena Hizbullah menjadi proxy bagi Iran dalam memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. Banyaknya dukungan yang diberikan Iran, mulai dari pelatihan, persenjataan hingga pendanaan, membuat Hizbullah memiliki kekuatan melebihi kapasitas negara Lebanon. 

Meskipun Hizbullah adalah bentuk perlawanan terhadap invasi Israel di Lebanon, namun di lain sisi adanya intervensi asing seperti Iran saat ini tentunya akan melemahkan kedaulatan negara dan bahkan membuat negara asing tersebut turut ikut campur dalam urusan internal negara.

Tidak hanya sebagai milisi, Hizbullah juga sebagai partai politik, tentunya berperan aktif dalam pemerintahan, namun Hizbullah juga tetap mempertahankan militernya yang independen. 

Hal ini menyebabkan adanya dualitas otoritas di dalam negara, sehingga pemerintahan yang berdaulat tidak dapat sepenuhnya mengontrol warga dan wilayah negaranya. Situasi ini akan menyebabkan kekacauan dan memicu ketidakstabilan politik dari suatu negara.

Security dilemma dalam hubungan internasional adalah ketika suatu negara melakukan tindakan untuk meningkatkan keamanan negaranya, namun dianggap sebagai suatu ancaman bagi negara lain, dan negara lain merasa perlu merespons hal tersebut dengan cara yang sama. Hal yang serupa terjadi pada konflik Hizbullah dan Israel, perang Lebanon 2006 adalah bukti betapa seriusnya eskalasi  dapat menimbulkan dilema keamanan. 

Akibat dari Hizbullah yang memperbarui persenjataannya, khususnya rudal dan roket yang jumlahnya bertambah membuat Israel merasa terancam, apalagi dengan serangan roket yang dilakukan Hizbullah. 

Akhirnya Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Lebanon selatan. Hizbullah lalu mengklaim serangan itu adalah pembenaran untuk memperluas operasi militernya terhadap Israel. Kedua belah pihak berusaha memperkuat keamanan dengan saling membalas, padahal itu hanya menimbulkan ketidakamanan  yang meningkat bagi kedua belah pihak. 

Contoh lain terjadi pada akhir-akhir ini, ketika Hizbullah melakukan peluncuran roket ke wilayah utara Israel sebagai respons terhadap serangan udara Israel yang menargetkan pemimpin mereka, lalu Israel membalas serangan tersebut dengan serangan balasan yang lebih besar. Hal ini hanya menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kedua belah pihak, dan para korban. Beberapa dampaknya seperti berikut:

  • Ketegangan tidak berujung antara kedua belah pihak apabila serangan balasan dilakukan secara terus menerus.
  • Banyaknya warga sipil yang menjadi korban, entah luka-luka atau bahkan meregang nyawa, warga setempat juga harus pergi ke tempat pengungsian dan kehilangan rumahnya.
  • Munculnya pihak ketiga yang melakukan intervensi dan mengambil keuntungan strategis akibat adanya konflik tersebut.
  • Memantik konflik baru akibat ketidakstabilan kawasan, negara-negara di sekitarnya juga bisa kapan saja merasa terancam dan ingin mengirim serangan balasan.

Deterensi adalah upaya untuk mencegah perilaku pelanggaran dengan menciptakan ketakutan. Strategi deterensi yang digunakan oleh Israel dan Hizbullah dalam menghindari serangan langsung masih cukup baik. 

Misalnya saja pada September 2024, Israel melakukan serangan udara ke Beirut dan menargetkan para pimpinan senior Hizbullah, lalu dibalas dengan menyerang pangkalan udara Ramat David menggunakan rudal. Hal ini membuktikan bahwa antara Hizbullah dan Israel sama-sama berusaha untuk menghindari eskalasi total dengan saling mengancam, artinya deterrence effect masih berjalan cukup baik pada konflik Israel dan Hizbullah.

Balance of power berguna untuk menjaga stabilitas internasional. Hal ini bisa dicapai dengan cara:

  • Semua negara harus mempertahankan keseimbangan kekuatan militer agar mencegah satu negara dominan mengontrol semua negara lain dan tiap negara mampu menghadapi potensi ancaman dari negara lain.
  • Negara-negara bergabung dalam satu aliansi untuk menghadapi satu negara yang dominan.

Meski begitu, keseimbangan power tidak tergantung pada potensi militer saja. Misalnya saja pada konflik Israel dan Hizbullah, terlihat keseimbangan kekuatan antara kedua pihak. Meskipun Israel memiliki teknologi militer yang canggih dan infrastruktur memadai yang memberi mereka keuntungan-keuntungan khusus saat operasi militer berjalan, tetapi Hizbullah mampu membalas serangan Israel dengan operasi-operasi yang cermat dan koordinasi yang baik.

Konsep westphalia adalah prinsip-prinsip yang didapat pasca perjanjian westphalia, salah satunya adalah konsep nasionalisme modern dan kedaulatan negara bangsa, tidak adanya intervensi suatu negara pada urusan domestik negara lain. Hal ini tidak tercermin dalam Lebanon karena adanya Hizbullah yang mendominasi. 

Meskipun pada kenyataannya Hizbullah masih berupa partai politik di parlemen Lebanon, namun organisasi ini begitu aktif pada kawasan Timur Tengah. Contoh lain adalah langkah-langkah militer Israel sering diinterpretasikan sebagai intervensi luar negeri dalam urusan domestik Lebanon. Prinsip-prinsip kedaulatan negara bangsa sedikit demi sedikit dilanggar oleh aktivitas non-negara semacam Hizbullah dan campur tangan Iran.

 

Daftar Pustaka

 

Redjosari, S.M., Fadilah, I., & Umma, S. (2021). Hizbullah Di Lebanon: Aktualisasi Gerakan Agama Berkedok Politik Di Masa Kini. Humanistika: Jurnal Keislaman, 7(2), 1-25.  https://doi.org/10.36835/humanistika.v7i1.482 

Byman, D., Jones, S.G., & Palmer, A. (2024, 4 Oktober). Escalating to War between Israel, Hezbollah, and Iran. CSIS. Diakses dari https://www.csis.org/analysis/escalating-war-between-israel-hezbollah-and-iran

Rahman, S.U., Sultan, M.S., & Zaman, N. (2023). Critical Analysis Of Israel's War Crimes During Hezbollah-Israel War of 2006. Pakistan Journal of International Affairs, 6(2). https://dx.doi.org/10.52337/pjia.v6i2.760

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun