Hubungan antara pejabat dan Ulama memang sudah terjalin dari dulu, hubungan keduanya disinggung oleh Al ghozali dalam Ihya nya, beliau mengutip sabda nabi :
صنفان من الناس اذا صلحا صلح الناس واذا فسدا فسد الناس العلماء والامراء
Dua golongan dari masyarakat yang ketika ke dua nya baik maka masyarakat juga baik dan ketika ke dua nya rusak maka masyarakat juga akan rusak , mereka ialah para Ulama dan Umara' ( para pemimpin).
Bahkan Al ghozali juga mengatakan bahwasanya :
ولا يتم الدين الا بالدنيا فان الدنيا مزرعة الاخرة والملك والدين توامان
فالدين أصل والسلطان حارس وما لا أصل له فمهدوم وما لا حارس له فضائع ولا يتم الملك والضبط إلا بالسلطان وطريق الضبط في فصل الحكومات بالفقه
Agama tidak akan sempurna kecuali dengan perantara dunia , karena dunia diumpamakan seperti ladang untuk menanam yang hasilnya akan dituai diahirat, kekuasaan dan agama adalah saudara kembar, agama di ibaratkan , pemimpin di ibaratkan penjaganya, sesuatu yang tidak memiliki pondasi akan roboh, dan sesuatu yang tidak memiliki penjagaan maka itu hal yang sia sia, kepemimpinan dan peraturan akan menjadi sempurna ketika ada pemimpin, dan cara satu-satunya penegakan peraturan dalam suatu pemerintahan tidak ada jalan lain melainkan dengan fiqih (ilmu).
Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwasanya pemimpin harus senantiasa meminta petunjuk dan pengarahan dari para ulama supaya bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan amanah yang mereka emban, akan tetapi lain halnya yang terjadi sekarang, politik sekarang ini khususnya di Indonesia memang tidak terlepas dari peran Ulama yang disebut Kyai. Setiap ada ajang pemilihan umum pasti para kandidat dari paslon akan mendatangi Kyai untuk meminta doa dari mereka, akan tetapi tujuan yang sebenarnya bukanlah itu, akan tetapi untuk mendapat legitimasi dan dukungan dari Kyai tersebut untuk mengerahkan kekuatan masa supaya memberikan suara mereka kepada paslon tersebut, kyai tersebut akan menggunakan pengaruhnya untuk mengkampanyekan paslon yang ia dukung, akan tetapi setelah ajang Pemilihan Umum selesai, kebanyakan paslon akan lupa dengan jasa Kyai tersebut dan bahkan banyak yang lupa dengan janji mereka, maka munculah ungkapan :
Kyai di ibaratkan seperti daun salam.
Daun salam sendiri digunakan sebagai pewangi makanan, akan tetapi setelah makanan wangi dan matang, maka daun tersebut akan di buang, bahkan tidak disebut sebagai bumbu utama. Hal ini di qiyaskan atau di analogikan seperti Kyai dalam deskripsi di atas tadi. Secara tidak langsung legitimasi politik di Indonesia memerlukan peran para Kyai dalam prosesnya, hal ini tidak bisa dipungkiri, karena pada kenyataannya masyarakat sudah mengetahui hal tersebut. Oleh karena itu jangan sampai kita mengingkari peran para Kyai dalam politik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H